Episode Mundur Setya Novanto

Setya Novanto
Sumber :
  • Anadolu Ajansi/Eko Siswono Toyudho

VIVA – Surat Ketua DPR, Setya Novanto, yang ditujukan kepada Fraksi Golkar dan pimpinan dewan, merupakan upaya dia untuk mundur secara “elegan” sebagai politisi walau kini sudah jadi pesakitan di Rumah Tahanan KPK atas kasus mega-korupsi proyek e-KTP.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Ketimbang dilengserkan secara paksa, Novanto memilih mengundurkan diri sebagai Ketua DPR. Tapi, dari dalam rumah tahanan, dia masih bisa menunjuk penggantinya, yaitu Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera III DPP Golkar, Aziz Syamsudin.

Nama Aziz menggantikan Novanto memang sudah digadang-gadang. Selain Aziz, nama kader Golkar lain yang juga Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, sempat muncul. Mencuatnya nama-nama ini lantaran status Novanto yang ditahan KPK dan segera jadi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor pekan ini.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

Respons atas munculnya nama Aziz ditanggapi beragam oleh internal Partai Beringin. Ada yang mendukung dan menolak. Suara mendukung alasannya diperlukan pergantian dari sesama kader Golkar agar tak memunculkan kekosongan kursi Ketua DPR.

Surat Novanto yang menunjuk Aziz dinilai sudah bisa diproses untuk menempattkan politikus asal Lampung itu menjadi Ketua DPR. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Dewan Pakar Golkar Mahyudin. Menurut dia, meski ada pelaksana tugas ketua umum yang dijabat Idrus Marham, tapi Novanto masih sah sebagai ketua umum.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

"Itu harusnya bisa ya diproses. Tapi, kan memang dinamikanya ya demikian karena Bamus mengembalikan ke internal Golkar," kata Mahyudin kepada VIVA, Senin, 11 Desember 2017.

Usulan Aziz menjadi pengganti Novanto belum berjalan mulus. Hasil rapat badan musyawarah (Bamus) antara pimpinan DPR dengan perwakilan 10 fraksi DPR pada Senin, 10 Desember kemarin, belum sepakat politikus berusia 47 tahun itu menggantikan Novanto.

Rapat Bamus menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya terkait pergantian Ketua DPR, diserahkan kembali kepada internal Golkar. Namun, Bamus menyetujui pengunduran diri Novanto. Artinya, untuk mengisi kekosongan Ketua DPR akan dijabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR yang diisi dari pimpinan DPR lain. Dalam rapat pimpinan, Wakil Ketua DPR koordinator bidang politik dan keamanan Fadli Zon ditetapkan menjadi Plt Ketua DPR.

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera III Aziz Syamsudin

Foto: Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera III DPP Golkar Aziz Syamsudin. ANTARA

Baca: Aziz Syamsudin: Pergantian Ketua DPR Tak Perlu Pleno

Fraksi Golkar menyampaikan terkait pergantian Novanto, nama kader akan dibahas dalam rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Belum diketahui waktu pelaksanaan pleno DPP Golkar.

"Nanti akan dibicarakan di partai sendiri. Tidak (Aziz tidak dilantik jadi Ketua DPR). Nanti diproses sesuai mekanisme," kata Ketua Fraksi Golkar, Robert Kardinal di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 11 Desember 2017.

Mengacu Pasal 87 ayat (4), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3), soal pengganti Pimpinan DPR harus berasal dari fraksi partai yang sama. Pasal tersebut isinya: "Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama".

Sementara, berdasarkan Anggaran Dasar Partai Golkar pasal 25 serta Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 butir b bahwa Dewan Pembina bersama DPP Golkar punya menetapkan kebijakan strategis termasuk penetapan pimpinan lembaga negara.

Kursi Golkar 1

Dorongan pergantian Ketua DPR pengganti Novanto menjadi salah satu isu hangat Partai Golkar. Status Novanto yang terjerat kasus hukum membuat kursi pucuk pimpinan Partai Beringin panas. Selain Ketua DPR, kursi Ketua Umum Golkar ikut memanas.

Status tersangka yang kembali diperoleh Novanto sejak Jumat, 10 November 2017 memang membuat kursi Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR jadi pertanyaan. Desakan agar diselenggarakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) terus disuarakan.

Suara pemilihan Ketua DPR sebaiknya pasca penyelanggaraan Munaslub disuarakan internal Golkar. Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fadel Muhammad menilai seharusnya pergantian Ketua DPR Setya Novanto dilakukan pasca Munaslub. Menurut dia, proses tahapan ini lebih ideal karena menyangkut kepentingan Golkar.

Baca: Setya Novanto Mengundurkan Diri dari Ketua DPR

Namun, bila dipaksakan pergantian Ketua DPR lebih dulu dibandingkan Munaslub maka dikhawatirkan akan merugikan Golkar sendiri. Pasalnya, kemungkina gonta-ganti Ketua DPR akan terjadi bila dalam Munaslub muncul figur yang tak setuju dengan usulan pergantian pimpinan dewan sebelumnya.

"Idealnya Munaslub dulu, baru bahas Ketua DPR lewat pleno. Kalau sekarang jadi dilantik, diganti. Tapi, munaslub jadi, terus pihak sana memang, ya bisa saja diganti lagi kan," kata Fadel saat dihubungi VIVA, Senin, 11 Desember 2017.

Suasana Munaslub Golkar beberapa waktu lalu.

Foto: Suasana Munaslub Golkar pada Mei 2016 di Bali.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai Golkar harus menjaga citranya sebagai partai besar. Ia melihat bila terburu-buru mengganti Novanto dari posisi Ketua DPR tanpa menunggu kepastian adanya Munaslub maka bisa menjadi blunder Partai Beringin.

"Mundurnya Novanto ini episode baru, tapi episode berulang Novanto seperti album remake. Tapi, juga harus disikapi dengan politik bijak demi kebaikan partai," tutur Hendri kepada VIVA, Senin, 11 Desember 2017.

Proses tahapan yang pas adalah dengan mendulukan Munaslub meski tanpa mengesampingkan hasil dari praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Dengan pemilihan Ketua DPR pasca Munaslub juga untuk mencegah kemungkinan terjadinya polemik lanjutan internal Golkar.

"Kalau di atas kertas, kemungkinan besar ya Munaslub. Tapi, ini juga harus sesuai mekanisme tahapannya. Bagusnya memang Munaslub dulu, ketahuan siapa ketum baru, lalu pilih Ketua DPR," ujar Hendri.

Baca: Istana: Presiden Jokowi Tak Ikut Campur Pergantian Ketua DPR

Kepastian Munaslub juga tergantung proses hukum yang dilalui Setya Novanto termasuk tahapan praperadilan atas penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bila praperadilan gugur atau Novanto kalah, maka dipastikan Munaslub tak bisa dihindarkan.

Menyesuaikan agenda tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018, maka baiknya Munaslub digelar paling lama akhir Desember 2017. Waktu yang mepet ini dianggap masuk akal karena mengingat desakan pengurus dewan pengurus daerah (DPD) I juga sudah makin menguat.

"Baiknya Munaslub secepatnya digelar. Bulan Desember ini lebih cepat, lebih baik karena untuk penyelematan Golkar," kata Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

Aziz vs Airlangga

Munaslub dinilai sebagai salah satu untuk menyelamatkan Golkar demi kepentingan partai ke depan. Sejauh ini, sudah ada beberapa nama yang digadang-gadang maju bersaing merebut kursi Ketum Golkar.

Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan DPP Golkar Indra Bambang Utoyo mengatakan ada empat kader Golkar yang berpotensi kuat bersaing bila Munaslub digelar.

Empat nama itu adalah Pelaksana Tugas Ketum Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumatera III Aziz Syamsudin, Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Wakil Ketua Dewan Pakar Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Dari empat kandidat itu, Indra melihat persaingan kuat akan terjadi antara Aziz Syamsudin dengan Airlangga Hartarto.

"Kemungkinan dua nama ini akan head to head di Munaslub. Idrus ke kelompok Aziz Syamsudin. Nah, kalau mbak Titiek belum tahu," kata Indra, Senin, 11 Desember 2017.

Baik Aziz dan Airlangga juga pernah bersaing di Munaslub Golkar pada Mei 2016 lalu. Saat itu, keduanya kalah bersaing dengan Setya Novanto dan Ade Komarudin.

Meski demikian, nama Aziz masuk tiga besar. Aziz mengalahkan beberapa nama kader senior seperti Indra Bambang Utoyo, Priyo Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo, dan termasuk Airlangga Hartarto.

Presiden Joko Widodo saat membuka Munaslub Partai Golkar di Bali, 14 Mei 2016.

Foto: Para foto caketum Golkar saat Munaslub 2016 di Bali.

Terkait peluang maju caketum, Aziz mengatakan, setiap kader memiliki kesempatan yang sama untuk maju menjadi caketum Partai Beringin.

"Semua kan punya, tiap kader Golkar punya kesempatan yang sama untuk maju sebagai kader partai punya hak yang sama," kata Aziz di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Desember 2017.

Menurut Aziz, kader seperti Ketua Bidang Perekonomian Golkar Airlangga Hartarto punya peluang untuk maju. "Tak apa-apa toh (Airlangga maju). Pak Airlangga teman saya juga," ujar Aziz.

Baca: Soal Maju Caketum, Aziz Syamsudin: Saya Tergantung Partai

Sementara, Idrus Marham mengatakan, setiap kader yang sesuai persyaratan memiliki hak untuk maju sebagai caketum Golkar. Dia menyebut nama-nama seperti Aziz Syamsuddin, Zainuddin Amali, dan lain sebagainya punya hak yang sama.

"Jadi ini semua punya hak yang sama untuk itu. Jadi kalau misalkan ada ya dinamika-dinamika begitu lah," kata Idrus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 5 Desember 2017.

Idrus mengatakan, saat ini dia hanya bertugas menjaga koridor di Partai Golkar. Ia mengingatkan, seluruh sistem yang ada harus dilalui secara bersama oleh seluruh kader.

"Bagaimana putusan-putusan yang ada kita konsisten. Aturan-aturan yang ada menjadi dasar kita. Jadi itu aja tugas saya," ujar Idrus. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya