'Jurus Sakit' Setya Novanto di Sidang Perdana

Setya Novanto di sidang perdana E-KTP
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Mengenakan kemeja warna putih dilengkapi dengan rompi oranye khas tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, mantan Ketua DPR Setya Novanto tiba di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Rabu pagi, 13 Desember 2017. Novanto tampak dikawal petugas kepolisian, dan dipapah oleh dua orang petugas KPK.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Jalannya terlihat pincang, tubuhnya lemas, dan mukanya pucat. Meski demikian, petugas KPK tidak banyak membuang waktu. Begitu menginjakkan kaki di pengadilan, mereka segera membawa pria yang hingga saat persidangan masih tercatat sebagai ketua umum Partai Golkar itu ke dalam ruang sidang.

Pada Rabu itu, Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana kasus korupsi e-KTP yang turut menjerat Setya Novanto. Agendanya adalah pembacaan dakwaan kepada yang bersangkutan. Penyidangan perkara ke pengadilan tersebut setelah KPK menahan Novanto sejak Jumat, 17 November 2017, atau hampir satu bulan yang lalu.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

Namun, setelah sidang dimulai pada pukul 10.10 WIB, Novanto yang duduk di kursi pesakitan itu terus menundukkan kepalanya. Dia juga tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan hakim.

"Nama lengkap saudara? Apakah nama lengkap saudara Setya Novanto?" tanya Ketua Majelis Hakim, Yanto.

Respon Jokowi Usai Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Sayangnya, Novanto tidak bereaksi. Dia hanya terdengar batuk, dan dengan menggunakan tangan kiri menempelkan sebuah tisu untuk menutupi mulutnya.

Melihat situasi tersebut, jaksa KPK Irene Putrie pun bersuara. Dia meyakini bahwa Setya Novanto dalam keadaan sehat.

"Yang Mulia, kami meyakini bahwa terdakwa dalam kondisi sehat dan dapat mengikuti persidangan. Itu keyakinan kami setelah apa yang disampaikan oleh dokter Yohanes maupun ketiga dokter spesialis kami yang pada pukul 08.50, dilakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan," kata Irene.

Pernyataan Irene tersebut segera ditimpali penasihat hukum Setya Novanto. Mereka menyampaikan keberatan.

"Keberatan Yang Mulia. Saya kira inti persoalan orang sakit. Sekali lagi mohon supaya diberikan kesempatan untuk diperiksa oleh dokter yang lain," kata penasihat hukum, Maqdir Ismail.

Beberapa saat kemudian, Novanto meminta izin kepada Majelis Hakim untuk ke toilet. Majelis Hakim mengizinkan dan memutuskan menskros sidang tersebut untuk pertama kali.

Novanto yang sudah melepas rompi oranyenya dan tinggal mengenakan kemeja putih dengan celana hitamnya itu lantas beranjak dari kursinya. Dia kembali dipapah oleh dua orang petugas KPK. Saat berjalan itu, dia terlihat lemah.

Setelah dari toilet, dia kembali duduk di kursi persidangan. Masih dengan diantar dua petugas dari KPK. Hakim Yanto lantas mencabut skors dan melanjutkan persidangan.

"Nama lengkap saudara? Apakah nama saudara Setya Novanto?" Hakim Yanto kembali menanyakan pertanyaan tersebut.

Kali ini, Novanto tidak diam. Dia menjawab meskipun dengan suara parau yang tidak cukup jelas.

"Penuntut umum, terdakwa bilang diare, minta obat tidak dikasih sama dokter," kata Hakim Yanto.

[Novanto: Saya Diare, Minta Obat Tak Dikasih Dokter].

"Tanggal lahir Bandung? Tempat lahir Bandung? Di mana?" Hakim Yanto melanjutkan pertanyaannya.

"Jawa Timur," jawab Novanto.

"Tempat tinggal Jalan Wijaya 8 Nomor 19 RT 03, RW 03, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, apakah betul?"

"Agama Islam?" tanya Hakim Yanto.

"Pekerjaan ketua DPR RI, mantan ketua fraksi?"

Novanto kembali memberikan reaksi atau jawaban yang tidak jelas. Dia hanya kembali batuk, dan menundukkan kepalanya.

Oleh karena Novanto tidak memberikan reaksi yang memuaskan, Hakim Yanto kemudian memutuskan untuk menskors sidang untuk kedua kalinya. Dia meminta jaksa KPK untuk memeriksa kesehatan Setya Novanto ke dokter. Sementara itu, Novanto kembali dipapah dua orang petugas KPK untuk keluar dari ruang persidangan.

Beberapa jam setelah melewati jam makan siang, hakim kembali membuka persidangan. Tapi, Novanto lagi-lagi tidak merespons pertanyaan Majelis Hakim.

Ditanyai hasil kesehatannya, ternyata Novanto menolak dilakukan pengecekan oleh dokter saat skors kedua tadi. Penasihat Hukum Novanto, Maqdir Ismail, mengatakan bahwa kliennya menolak diperiksa karena yang hadir itu bukan dokter spesialis, melainkan dokter umum.

Hakim sempat meminta agar jaksa melanjutkan sidang, namun penasihat hukum keberatan. Hakim Yanto minta kesediaan Novanto, namun dia hanya terdiam.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu kemudian meminta agar dites kembali oleh anggota Majelis Hakim lainnya, tetapi mantan Bendahara Umum Partai Golkar itu kembali tidak merespons pertanyaan majelis hakim seputar identitasnya.

"Majelis akan musyawarah lebih dulu, sidang dinyatakan untuk diskors," kata Hakim Yanto menskors sidang untuk ketiga kalinya.

Sidang tersebut kemudian dibuka lagi sekitar pukul 16.40 WIB. Jadilah, untuk pertama kali dalam satu persidangan, Majelis Hakim melakukan skors sebanyak tiga kali. Persoalannya terletak pada Setya Novanto yang mengaku sakit, kurang sehat, diare, terdiam saat ditanya hakim, atau tidak kooperatif.

[Baca: Di Sidang Bungkam, Tapi Saat Waktu Skors Novanto Bisa Makan].

Sementara itu, pada saat bersamaan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berlangsung sidang praperadilan yang diajukan Setya Novanto atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK untuk kedua kalinya. Rencananya, hari ini, Kamis, 14 Desember 2017, Hakim tunggal Kusno yang memimpin persidangan akan mengumumkan putusannya. Apakah menolak atau menerima.

Sebelumnya, Kusno mengingatkan bahwa gugatan praperadilan otomatis gugur apabila dakwaan terhadap Novanto dibacakan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor. Dia berpegang pada Pasal 82 ayat 1 huruf d KUHAP yang berbunyi dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.

Kusno juga merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang perdana pokok perkara terdakwa digelar di pengadilan.

Dakwaan Tetap Dibacakan

Setelah membuka skors sidang yang ketiga, Hakim Yanto akhirnya memutuskan sidang perkara dugaan kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto dilanjutkan. JPU KPK pun segera membacakan dakwaan terhadap Novanto.

Dengan demikian, jurus sakit dari Novanto tidak cukup menghentikan sidang perdana tersebut. Mengacu pada apa yang disampaikan hakim tunggal Kusno, praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun akan gugur dengan sendirinya.

Putusan itu diambil setelah Majelis Hakim bermusyawarah dan meminta pendapat dari dokter yang memeriksa Novanto. Dari keterangan dokter, Novanto dinyatakan sehat dan bisa mengikuti sidang.

"Jadi saudara terdakwa kami majelis bermusyawarah. Kami minta terdakwa mendengarkan serta memperhatikan dakwaan yang dibacakan JPU. Penasihat hukum saudara menyerahkan ke majelis dan setelah bermusyawarah berdasarkan pemeriksaan dokter maka pembacaan dakwaan saudara dapat dilanjutkan," kata Yanto.

Setelah itu, jaksa KPK Irene Putri membacakan dakwaan untuk Setya Novanto. Menurut dia, Novanto selaku ketua Fraksi Partai Golkar di DPR saat proyek e-KTP itu bergulir, melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang atau jasa e-KTP.

Selain itu, jaksa menyebut bahwa Novanto pernah mengumpulkan sejumlah pihak dan menemui anggota DPR serta pimpinan Banggar DPR periode 2009-2014 selama proses penganggaran dan pengadaan proyek senilai Rp5,8 triliun itu.

Perbuatan itu dilakukan Novanto bersama-sama dengan Direktur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Irman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Ketua Konsorsium proyek e-KTP, Isnu Edhi Wijaya, Direktur PT Mukarabi Sejahtera yang juga keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Pemilik OEM Investment, Made Oka Masagung, Sekjen Kemendagri saat itu, Diah Anggraeni, dan Ketua Panitia tender e-KTP, Drajat Wisnu Setyawan.

"Secara melawan hukum, terdakwa baik secara langsung maupun tidak langsung langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang atau jasa paket pekerjaan penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional," kata jaksa Irene.

Jaksa menuturkan, perbuatan Novanto yang melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum itu, telah menguntungkan diri sendiri senilai US$7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille seri Rm 011 atau setara US$135 ribu.

Selain itu, perbuatan Novanto diduga telah memperkaya orang lain, di antaranya yaitu, Mendagri Gamawan Fauzi, Andi Narogong, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta enam anggota panitia tender e-KTP, Johannes Marliem, Miryam S Haryani, Markus Nari, Ade Komaruddin, M Jafar Hapsah, beberapa anggota DPR periode 2009-2014, Husni Fahmi, Tri Sampurno, Yimmy Iskandar Tedjasusila alias Boby, 7 orang tim Fatmawati, Wahyudin Bagenda dan Abraham Mose serta tiga orang direksi PT Len Industri. Kemudian, Mahmud Toha, dan Charles Sutanto Ekapraja.

Adapun korporasi yang diuntungkan perbuatan Novanto, di antaranya, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Len Industri, PT Sucofindo, dan PT Quadra Solution, serta PT Mega Lestari Unggul.

Atas perbuatannya, Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hukuman Maksimal

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menilai sikap Ketua DPR Setya Novanto yang tak kooperatif dalam menjalani persidangan, akan berdampak besar bagi perkaranya.

"Semua tersangka punya potensi dihukum maksimal kalau tidak kooperatif atau berbelit-belit," kata Saut saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu, 13 Desember 2017.

Saut mengatakan, pihaknya ikut memonitor jalannya sidang perdana ketua umum Partai Golkar itu dari kantornya.

"Tidak (memantau) langsung, jarak jauh (dari kantor KPK)," kata Saut.

Saut meyakini, Setya Novanto dalam kondisi sehat untuk mengikuti sidang perdana. Apalagi tim dokter sudah memeriksa dan menyatakan kondisi Novanto sehat. "Dokter sudah menyatakan kondisi yang bersangkutan itu sehat, sebabnya sidang lanjut," ujarnya.

Saut menambahkan, institusinya juga ingin menggali lebih lanjut latar belakang Novanto mendadak 'membisu' saat hendak dimulai pembacaan dakwaan. Padahal, berdasar hasil pemeriksaan dokter KPK, Novanto bisa berkomunikasi dengan baik saat diperiksa pagi tadi.

"Apa latar belakang yang bersangkutan diam, nanti akan bisa ketahuan, siapa tahu sakit gigi misalnya," kata Saut.

Sementara itu, Maqdir Ismail menyebut dengan dibacakan dakwaan terhadap Novanto, maka sidang praperadilan yang dimohonkan Novanto akan gugur dengan sendirinya.

"Dakwaan sudah dibacakan seperti ini berarti gugur sudah (praperadilan)," kata Maqdir di sela sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Ia pun menilai pembacaan dakwaan dengan terdakwa Novanto adalah hal yang dipaksakan. Ia pun menyimpulkan, pembacaan dakwaan hanya semata-mata untuk menggugurkan proses praperadilan yang diputuskan pada Kamis 14 Desember 2017.

"Saya kira pembacaan surat dakwaan ini untuk menggugurkan praperadilan," katanya.

Kesimpulan tersebut, kata Maqdir, usai dia melihat surat dari KPK kepada pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan RSCM untuk menghadirkan dokter dalam sidang dakwaan.

"Ya coba saja lihat dari pagi mereka sudah menunjukkan, surat itu tadi adalah surat yang menunjukkan kepada IDI dan RSCM itu tanggal 11 (Desember) untuk menghadirkan dokter-dokter ke sini. Apa urusannya? Kan mereka sudah mempersiapkan paling tidak memprovokasi bahwa Pak Novanto ini akan sakit atau apa. Jadi memang tujuannya itu untuk menggugurkan," katanya.

Bila praperadilan gugur, maka pada pekan-pekan mendatang, Setya Novanto akan terus menjalani sidang kasus korupsi e-KTP hingga Majelis Hakim menjatuhkan vonis untuknya serta putusan tersebut inkracht atau berkekuatan hukum tetap. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya