SOROT 476

Bermain dengan Momentum

Frida Dwi (32) pembuat game
Sumber :
  • ANTARA Foto/Andreas Fitri Atmoko

VIVA – Pria berbaju hitam itu membuka laptopnya, yang juga berwarna hitam, di atas meja kayu. Bagian depan komputer jinjing milik pria bernama Frida Dwi itu dipenuhi stiker.  

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Alhasil, bodi asli laptop itu pun hampir tidak terlihat lagi. Di laptop itu, dia membuka file bertajuk 'Tiang Listrik'.  

Tak lama, tangannya pun sigap beralih ke smartphone. Di layar perangkat genggam itu terlihat sebuah mobil animasi berwarna merah yang berhadapan dengan tiang listrik berwarna putih. 

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

Ketika layar disentuh, mobil akan berjalan dan tiang listrik akan bermanuver untuk menghindari tabrakan. Di bagian atas layar terdapat tiga bentuk hati berwarna merah. Di sampingnya ada angka, yang menunjukkan jumlah keberhasilan menabrak tiang listrik. 

Sekali gagal, hati berwarna merah akan menghilang. Permainan akan berakhir jika tak ada lagi hati berwarna merah.

Game Mobile Ini Diklaim Sukses Pikat Jutaan Gamer, termasuk Indonesia

"Anda gagal nabrak. Coba lagi," demikian tulisan yang muncul saat game usai.

Cukup nyeleneh memang. Saat semua game mobil berupaya mendapatkan skor untuk menghindari tabrakan, game Tiang Listrik justru akan memberikan skor dari kesigapan mobil menabrakkan diri ke tiang listrik. 

Frida Dwi saat membuat game Tiang Listrik.

Frida Dwi saat membuat game Tiang Listrik. (VIVA/Daru Waskita)

Ya, wajar saja. Menurut pria yang kerap disapa UB ini, game itu memang dibuat berdasarkan topik ngetren yang belakangan sempat menghebohkan dunia maya. [Baca juga: Tajir Berkat Game]

Topik ‘Tiang Listrik’ memang sempat menjadi pembicaraan warganet. Ini terjadi usai Ketua DPR Setya Novanto mengalami kecelakaan tunggal menabrak tiang penerangan jalan. 

Kala itu, Setya Novanto memang sedang mencuri perhatian warganet. Dia menjadi tersangka korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun. 

Berbekal inspirasi topik ‘Tiang Listrik’ tersebut, pria yang mengaku hanya mengenyam pendidikan D1 itu, bersama koleganya, Estu Galih, membuat game. Mereka berbagi tugas. 

Frida membuat desain grafisnya dan Estu kebagian koding. Tujuh jam, game pun jadi dan langsung diunggah ke toko aplikasi Google.

Tak butuh waktu lama bagi UB dan Estu menikmati hasilnya. Sehari, 4.000 unduhan. Dan sampai sekarang 200.000 download. [Lihat infografik: Deretan Game Momentum Favorit]

Bermain dengan Momentum

Game Tiang Listrik buatan UB memang langsung booming usai diunggah ke PlayStore. Game-nya tidak ribet seperti buatan pengembang asing macam Clash of Clan, Mobile Legend, atau Arena of Valor (AOV). 

Namun, justru karena sederhana, sepertinya gamers tidak merasa tertantang untuk memainkannya. Tak ada retensi pemain di sini. 

UB sejak awal sudah meyakini jika game ini akan tenggelam dengan sendirinya, seiring dengan topik ‘Tiang Listrik’ yang mulai dilupakan. 

Tidak heran jika UB mengaku tidak berharap mendapatkan penghasilan dari game ini. Bahkan, katanya, permainan ini hanya bagian dari riset di komunitas game Yogya, Gamelan, yang kebetulan dia bertindak sebagai pendirinya.

Namun, menurut Manajer Operasional Asosiasi Game Indonesia, Jan Farris Majd, game yang mengandalkan momentum seperti Tiang Listrik ini bukanlah hal yang baru. 

Sebelumnya juga pernah ada game yang memanfaatkan momen Pemilu, ada juga fenomena Om Telolet Om. Walaupun hanya mengandalkan isu yang ngetren, ada juga game momen yang masih cukup dikenal masyarakat. Tujuan utamanya tidak lain adalah untuk mendapatkan eksposur.

"Ada juga yang menarik perhatian dan dapat profit, seperti game Tahu Bulat dari Own Games," kata Jan. 

Kelebihan game momentum seperti itu, dia menjelaskan, jika dirilis bertepatan dengan isu, eksposur yang didapat akan berlipat ganda. "Kekurangannya adalah saat isu yang bersangkutan telah lewat masanya, bisa memungkinkan bahwa user yang bermain akan berkurang," ujarnya.

UB dan pencipta game momentum lainnya boleh saja tak memikirkan profit. Meski pamor sudah didapat, uang merupakan hal yang akan menghampiri para pengembang game tersebut. 

Intinya, mereka seharusnya bisa meraup untung seperti halnya pengembang game asing yang banyak bertebaran di Indonesia. Mereka menghipnotis gamers Indonesia serta mengeruk untung dari sini.

Sorot Games - gamers - developer games - permainan

Sejumlah peserta mempraktikkan dasar-dasar pembuatan permainan saat mengikuti lokakarya membuat game untuk ponsel pintar di Laboratorium Komputer Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (STTS), Surabaya, Jawa Timur. (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Menurut Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif, Hari Sungkari, pasar game di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2014, market size game di Indonesia US$181 juta atau setara Rp2,4 triliun, lalu US$321 juta (Rp4,3 triliun) di 2015, dan 2016 hingga US$600 juta atau Rp8,1 triliun. 

"Tahun ini targetnya US$700 juta (Rp9,4 triliun) dengan jumlah gamers sebanyak 42 juta orang. Sayangnya, dari keseluruhan game yang beredar di masyarakat, game lokal hanya menempati satu persen pasar," kata Hari.

Setidaknya ada beberapa hal yang membuat game lokal kurang mampu bersaing di Tanah Air. Pertama, talenta. 

Belum banyak pengembang game lokal yang mampu membuat game rumit macam CoC, Winning Eleven, Mobile Legend, AOV maupun Football Saga. Developer Indonesia juga belum bisa membuat strategi agar game mereka bisa bertahan lama dimainkan banyak orang.

Apalagi membuat orang ketagihan dan mendatangkan pengunduh yang meningkat setiap harinya. Selain itu, kurangnya riset untuk memetakan pasar. 

"Sebanyak 50 persen dari semua program game yang dibutuhkan adalah talenta. Talenta ini bukan hanya bicara programmer, tapi juga pengalaman, dan pengetahuannya, juga skripnya, game play-nya, dan pemasarannya tentu," kata Hari.

Namun, Jan tidak setuju jika pemerintah menyalahkan kurangnya talenta pengembang game yang dimiliki Indonesia. Saat ini, kata Jan, sudah ada beberapa game lokal yang telah menembus pasar internasional, contohnya Dreadout dan Celestian Tales

Dua game tersebut dipasarkan melalui platform internasional yaitu Steam. Akan tetapi, dia mengakui bahwa publisher atau studio AAA internasional masih merajai industri ini, sebut saja Ubisoft, Bioware, dan lainnya. 

"Sebenarnya industri game di Indonesia masih sangat muda, sehingga ada keterbatasan tenaga kerja yang mengakibatkan produk-produk lokal belum mampu mencapai kualitas yang sebanding dengan luar negeri," papar Jan.

Ke Mana Mengeruk Untung?

Publisher game asing seperti Garena yang memasarkan AOV mengakui potensi game lokal cukup besar. Menurut mereka, hampir semua game yang sudah dirilis berpotensi untuk lebih dikembangkan lagi, baik dari segi strategi sustain maupun kualitas game. 

Sayangnya, Garena belum menggandeng satu pun developer lokal atau merilis game lokal.

"Semua game berpotensi untuk menghasilkan, ini bergantung dari developer dan publisher dari setiap game," ujar Head of Operations Garena Indonesia, Tjokro Gunawan.
 
Sejauh ini belum ada game lokal yang dirilis oleh Garena Indonesia. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka untuk merilis game lokal Indonesia.

"Kami terbuka apabila ada game atau tim berkualitas yang ingin bekerja sama," tuturnya.

Tak hanya publisher game, investor asing pun, yang biasa menyuntik dana untuk startup mengakui adanya potensi itu. Walaupun game belum menjadi fokus suntikan dana mereka.

"Indonesia very unique. Populasinya banyak dan easy to follow trend. Contohnya siapa yang tidak kenal Mobile Legend? Begitu masuk langsung boom," ujar Retno Dewati, South East Asia Regional Manager Fenox Venture Capital.

Sorot Games - gamers - developer games - permainan

Seorang anak sedang bermain game. (REUTERS/Stringer)

Pasar game disebutnya sangat besar di Indonesia. Meskipun diakuinya, Fenox memang belum pernah membantu perusahaan game.

"Tapi kami open bantu startup game karena sektor apa pun kami terima. Apalagi di belakang kami (yang memberikan dana untuk disuntikkan ke startup) ada SEGA juga," kata Retno.

Besarnya potensi itu, membuat Hari menyarankan kepada developer lokal untuk bisa membuat game yang unik, mengangkat kearifan lokal. Selain itu, perbanyak melakukan riset pasar agar bisa diterapkan dalam mengembangkan sebuah game yang menarik di Indonesia. 

Beberapa game lokal yang dianggap Hari sukses adalah Tahu Bulat dan Mari Belajar --dengan 30 juta unduhan-- yang targetnya anak usia 2-5 tahun. Game Mari Belajar mengajak anak mewarnai, belajar bahasa, dan berhitung.

Pemerintah lewat Bekraf juga sudah melakukan upaya meningkatkan talenta pengembang game. Bersama Asosiasi Game Indonesia, digelar pelatihan developer game, gratis di beberapa kota.

"Ini ajang mereka untuk sharing knowledge satu sama lain. Kami juga ada inkubasi gratis untuk game," kata Hari.

Meski UB maupun beberapa pengembang game masih pesimistis dengan pasar game lokal, ada juga yang optimistis. Own Games sebagai pengembang game Tahu Bulat mengaku sadar jika game dibuat bukan sekadar berdasarkan topik. 

Game, menurut dia, harus memiliki unsur layak dimainkan dalam waktu panjang, selain bisa mengedukasi. Pun harus bisa mendapatkan keuntungan, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup pengembangnya.

"Di game mobile, jangan mengira kami mendapatkan uang dari pemakaian data. Semua pembayaran kuota internet masuk ke operator," kata Eldwins, pembuat game Tahu Bulat.

Membuat game berbayar, keuntungan dibagi 70:30 dengan pemilik toko aplikasi. "Jika game-nya gratis, kami cari uangnya dari pemasangan iklan dan penjualan item di dalam game," dia menambahkan.

Satu klik iklan oleh pengguna dihargai Rp5. Bila ada item terjual, juga harus bagi hasil dengan toko aplikasinya.

Sayangnya, Eldwin tidak mau terbuka mengenai pendapatannya sebagai pembuat game Tahu Bulat, maupun pendapatan Own Games. Namun begitu, dia mengaku bersyukur masih bisa mengelola Own Games. 

Sebab, untuk menjadi developer independen, Eldwin harus berusaha keras untuk bisa menjamin kelangsungan hidupnya, terutama kepastian pemasukan bulanan. 

UB pun sejatinya memiliki impian untuk bisa bergabung dengan developer game ternama. Untuk mematangkan pengetahuan sebagai pengembang game, UB tertarik bergabung dengan perusahaan developer game yang sudah punya nama. Namun, hingga saat jalan ke arah tersebut masih belum ada.

"Semoga saja dengan game Tiang Listrik yang juga viral dan telah diunduh hingga 200 ribu kali ini ada jalan untuk bergabung dengan perusahaan game yang sudah tingkat internasional," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya