Kandidat Gubernur Jakarta Sandiaga Uno

Saya Tak Minta Apa-apa dari Warga DKI, Tapi Tawarkan Solusi

Sandiaga Salahuddin Uno
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Setelah tekadnya bulat maju sebagai bakal calon gubernur, Sandiaga Salahuddin Uno mulai sibuk melakukan safari politik. Di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta nanti, pria kelahiran Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969 tersebut, sadar bahwa lawan-lawannya bukan rival mudah.

Sandiaga Uno Kritik Full School Day

Termasuk, bakal calon petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang kembali akan maju untuk periode keduanya. 

Saat diwawancarai VIVA.co.id beberapa waktu lalu di kantornya di Gedung Recapital, Jakarta Selatan, Sandi, begitu sapaan akrab Sandiaga Uno menuturkan alasannya yakin maju di kontestasi politik tersebut.
Ini Tanggapan Sandiaga Uno Soal Koalisi Kekeluargaan
 
Dia juga menjelaskan program andalannya untuk merebut hati warga Jakarta melalui pendekatan yang berbeda.
Fokus Pilkada DKI, Sandiaga Lepas Jabatan di Kadin
 
Menurut pengusaha muda tersebut, tak perlu masuk gorong-gorong untuk menunjukkan ketulusan seorang calon pemimpin. Simak wawancara lengkapnya berikut ini:
 
Sudah mulai sibuk safari politik?
 
Bakal, enam bulan ke depan sampai September.
 
Melelahkan?
 
Enggak sih. Semangat, karena dibarengi ketemu teman lama. Ke pasar tradisional, APSI, Asosiasi Pasar terus kita ke habib-habib, terus juga menyapa warga di beberapa daerah lintas komunitas, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh lokal.
 
Banyak sih yang dari dunia usaha juga yang kita datengin, karena isu yang sekarang mulai berkembang gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja). Terus, kita pengen dengar apa harapan dunia usaha ke depan. Kebijakan apa yang bisa membantu mereka. Jadi, dibarengi dengan kerja sosial. Jadi, senang aja, sekaligus silaturahim. 
 
Jadi, resmi mau jadi calon gubernur, karena memang diminta Prabowo Subianto (Ketua Umum DPP Partai Gerindra)?
 
Jadi, sebetulnya diminta sama pimpinan, sama Pak Prabowo dan Gerindra. Terus, melalui tahapan awal. Baru akhir Januari, saya diundang untuk penjaringan. Saya lihat kontraknya, apa sih yang mesti dilakukan. Ternyata, kontraknya melakukan kegiatan sosial. Wah, itu kan saya senang.
 
Kita bukan meminta sesuatu dari warga, tetapi justru tawarkan solusi, gagasan, mendengarkan aspirasi. Jadi, ini memang suara dari rakyat harus kita kumpulkan aspirasinya dan bagaimana kita memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang ada di warga sekarang ini.
 
Kalau dibanding kader lain di Gerindra, relatif baru?
 
Baru banget.
 
Pernah bertanya mengapa Anda yang dipilih, toh masih ada kader lebih senior?
 
Saya tanya juga, why me and don’t give this tough job, karena saya relatif baru dan awam di politik. Kalau boleh dibilang kan, saya pengusaha. Terus, Pak Prabowo bilang, “saya punya insting politik. Insting politik saya, biasanya benar. Insting politik saya minta. Salah satu insting politiknya (Prabowo) yang benar itu adalah 2012 mendukung Pak Jokowi (Joko Widodo) dan Gubernur Basuki sekarang. Saya melihat bahwa kamu tuh cocok. Bawa angin segar di Jakarta, meneruskan pembangunan ke arah yang lebih baik.”
 
Kan, katanya bisa dekat dengan kaum muda di Jakarta, demografinya tuh bisa dibilang 18-35 ya. Dan, generasi di X dan Y ini yang akan membentuk suatu opini yang sangat-sangat nyaring Jakarta mau dibawa ke mana.
 
Insting Prabowo itu meleset di Pemilu 2014, bagaimana?
 
Instingnya Pak Prabowo, nah dia juga sampaikan itu. Kadang-kadang benar, tetapi kadang salah. Salah instingnya, salah satunya adalah dia hitungan politiknya kadang enggak tepat. Memiliki insting bahwa tetap akan bersama dengan PDIP, atau Jokowi, tetapi dia bilang itu adalah politik. Tujuan politik itu adalah menawarkan suatu yang lebih baik buat rakyat Indonesia. Yang penting niatnya. 
 
Kalau niatnya tulus, ikhlas, dan mendorong, agar kita bisa berpolitik dengan suatu nuansa yang baru. Itu yang dia dorong. Tetapi, dia sebutkan juga persis bahwa dia kadang-kadang salah juga. Saya belum komentar dia sudah ngomong. Tetapi, tanpa emosi sama sekali, dia sampaikan dengan sangat serius, waktu kita bicara berdua empat mata. Enggak ada rasa kecewa Beliau bahwa sekarang Jakarta itu kan posisinya Gerindra. Gubernur Basuki kan meninggalkan Gerindra. Jadi, enggak ada sama sekali penyesalan. Ya itu adalah konsekuensi daripada politik.
 
Bertemu Prabowo di Hambalang saat itu?
 
Sekali ketemu di Jakarta, dua kali ketemu di Hambalang. Itu yang santai.
 
Anda sempat masuk Partai Demokrat dulu, atau hanya simpatisan?
 
Saya enggak pernah di politik sebelumnya. 
 
Jadi, soal dulu sempat mau maju jadi calon bendahara umum Partai Demokrat?
 
Dulu sempat ada pembicaraan awal-awal, tetapi enggak pernah terealisasi.
 
Berarti tak punya KTA (kartu tanda anggota) Demokrat?
 
Enggak punya. Saya pertama kali masuk politik ini Gerindra. Enggak sama sekali (punya KTA). Saya hubungan baik dengan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dengan mas Anas (Anas Urbaningrum) juga. Tetapi, enggak pernah menjadi anggota Demokrat, atau pengurus.
 
Tapi benar tidak, waktu Kabinet Indonesia Bersatu II pernah ditawarkan menjadi menteri?
 
Secara langsung enggak ada yang 2009 ya. Secara langsung memang enggak pernah ada pembicaraan itu. Saya memang mendukung Pak SBY waktu 2009, tetapi murni enggak pernah ada keinginan atau dorongan. Namanya banyak disebut-sebut media, tteapi waktu itu saya dukung tanpa pamrih. Waktu itu, Pak SBY sangat memperhatikan UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) dan itu yang menjadi suatu hal yang saya passionate (bernafsu) sekali. Saya punya passion dalam pengembangan UMKM dan kewirausahaan.
 
Kebetulan beberapa ide-ide saya seperti KUR (kredit usaha rakyat), akses terhadap pelatihan dan training UMKM diadopsi oleh zaman Pak SBY di Kementerian UMKM dan di perbankan. Jadi, saya banyak interaksi saat itu tapi enggak pernah ada pembicaraan masuk di kabinet.
 
*
 
Sepertinya program pemberdayaan UMKM oleh pemerintah agak berkurang, termasuk tak terlalu terlihat di 10 Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi. Anda setuju? 
 
Itu yang saya sempat bicara sama teman-teman di Kementerian UMKM. Napasnya itu harus bahwa 10 paket ini enggak boleh justru meninggalkan ekonomi akar rumput, karena 57 juta unit UMKM ini sebenarnya tumbuh praktis tanpa keberpihakan pemerintah. Jadi, saya selalu bilang bahwa kita punya tugas.
 
Di Kadin ditugasi UMKM juga dan kita bilang akhirnya yang menjadi bantalan daripada ekonomi kita UMKM. Begitu ada perlambatan, siapa yang menyerap lapangan pekerjaan, UMKM. Siapa yang terus menggerakkan ekonomi, UMKM. Pun mereka relatif masih susah mendapatkan kredit yang aksesibilitas yang tinggi.
 
Gambaran UMKM Jakarta sendiri sudah memetakan? 
 
Kalau dari sektor maupun dari permasalahan, kendala, peluangnya di mana sudah terpetakan. Dan, dua isu yang saya hadapi di Jakarta begitu menyapa warga, ini sudah hari ke 38 saya silaturahim, tetap masalah ekonomi yang berkaitan dengan kesejahteraan, khususnya ketersediaan lapangan kerja, harga-harga yang melambung tinggi. Ganti-gantian saja. Kalau enggak bawang merah, cabai, daging sapi, ayam. Nah, ini yang dirasakan perlu terobosan. Mungkin perlu sesuatu yang berbalut teknologi menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi dalam keseharian kita menghadapi biaya-biaya yang makin tinggi.
 
Maksudnya teknologi, semacam software standar resmi harga dari pemerintah?
 
Justru terobosan ini saya ingin partisipatif. Pemerintah itu hanya fasilitator. Pemerintah tak bisa masuk ke ranah swasta intervensi. Apalagi, memang ada tempatnya untuk berpartisipasi dalam pembentukan harga ini. Tapi kalau pemerintah semuanya yang drive, enggak akan mampu. Kita harus kolaborasi dengan dunia usaha, komunitas, dengan masyarakat bagaimana caranya kewirausahan bisa diciptakan dengan menciptakan lapangan kerja.
 
Tadi Kaskus cerita, dari 28 juta unit visitor, atau user di Kaskus, di balik itu kegiatan ekonominya ada banyak sekali. Ada 300 forum ada 20 ribu komunitas dan semua selain dari interaksi sosial, mereka juga ada interaksi ekonominya.
 
Dan, di situ terlihat penciptaan lapangan kerjanya. Gojek 150 ribu lapangan pekerjaan yang diciptakan. Buka Lapak ada 500 ribu UMKM yang tertampung di sana. Jadi, menurut saya, solusi-solusinya pemerintah hanya bisa memfasilitasi. Sementara, kalau pemain-pemain intinya harus dibalikkan pada dunia usaha. 
 
Awal dukung SBY, tetapi enggak masuk Partai Demokrat, namun memilih Gerindra. Lebih merasa pas dengan Prabowo? 
 
Enggak, karena Prabowo yang ngajak aja. Jadi, diskusi tentang partai itu terjadi setelah Pemilihan Presiden 2014. Awalnya cuma pembicaraan yang santai, tetapi jadi serius mendekati kongres luar biasa di Gerindra, setelah ketua umumnya wafat, bentuk kepengurusan baru dia bilang mengajak untuk bergabung. Saya bilang Bapak saja, saya dukung Bapak. 
 
Sampai kapan mau jadi pengusaha? Saya bilang, selama saya bisa menciptakan lapangan pekerjaan, menggerakkan roda perekonomian, bayar pajak juga tugasnya bagi-bagi Pak. "Beda Dik, kalau di politik itu adalah tugas kita untuk kontribusi pada negara yang berdampak pada jutaan mungkin puluhan juta, karena dekat dengan pengambil kebijakan khususnya kebijakan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kalau kamu di dunia usaha, paling yang tersentuh 50 ribu karyawan di bawah grup, atau mungkin wirausaha yang kita datangi, atau mahasiswa yang kita beri motivasi. Tetapi, kalau politik itu betul-betul menyentuh kebijakan dan kebijakan itu berdampak pada begitu banyak rakyat Indonesia. Jadi, sampai kapan masih mau memperkaya diri sendiri. Berilah kontribusi. Kamu sudah dapat begitu banyak dari Indonesia, dari kesuksesan ini kamu dapat dari Indonesia. Sampai kapan?”
 
Ya tersentuh juga akhirnya. Dan, saya punya senjata pamungkas saya minta izin keluarga dululah.
 
Tapi bukan karena Demokrat tidak pernah mengajak kan?
 
Waktu mengajak saya belum siap. Nomor dua izin dari keluarga juga enggak keluar. Saya tanya sama ibu saya besoknya, datang pagi-pagi. Ibu saya langsung nanya kenapa datang pagi-pagi, ini bicara gabung Partai Gerindra, kok tahu, ya Pak Prabowo sudah telepon saya katanya. Jadi, dia sudah duluan melobi dan sudah tahu kuncinya dan diberi restu pada saat itu dan istri juga mendukung.
 
Awalnya janjiannya untuk khusus di partai, saya di bidang ekonomi, saya enggak mencalonkan apa-apa, dan saya melakukan transisi dari dunia usaha. Karena saya lihat ada benturan kepentingan, karena itu saya mundur dari semua posisi di korporasi. Tetapi baru akhir tahun itu ajakan mempertimbangkan DKI dan mempertimbangkan apa yang bisa disumbangsihkan pada DKI
 
Masuk parpol berarti harus optimistis dengan parpol, padahal saat ini kepercayaan terhadap parpol seperti tergerus, Bagaimana menurut Anda?
 
Dan, ini justru sinyal pada parpol untuk berbenah. Dan, ini berarti ada fungsi parpol yang enggak dijalankan. Berarti parpol enggak dekat dengan rakyat, parpol enggak bisa merepresentasikan suara rakyat. Padahal, di tiap demokrasi manapun ujung tombaknya partai politik mau di Amerika manapun juga representasi dari rakyat ada di pemerintahan melalui representasinya di parpol. 
 
Jadi, Ini merupakan suatu swing yang saya rasa perlu dicermati bagaimana parpol harus lebih dekat sama rakyat, harus bisa mendengar keinginan rakyat, dan ini sinyal yang sangat kuat. Saya terpanggil, karena sistem yang kita pilih adalah demokrasi. Karena itu, saya putuskan berjuang melalui jalur parpol.
 
 
Apa sebenarnya target politik, atau jabatan politik terakhir yang Anda inginkan? 
 
Ini enggak ada pencitraan dan saya ngobrol terbuka. Saya enggak punya grand plan itu. Saya sama di dunia usaha enggak pernah mikir punya 50 ribu karyawan. Saya hanya ingin sebuah kontribusi yang betul-betul bermanfaat. Awalnya survival waktu memulai usaha, sampai akhirnya bisa berkembang.
 
Di politik juga begitu, saya melihatnya apa yang bisa saya sumbangsihkan dan kebetulan saya punya track record di bidang dunia usaha, membangun usaha, lembaga, membangun tim. Itu yang saya ingin kerjakan. Enggak ada jabatan yang ingin saya bidik. 
 
Di DKI ini juga saya jalankan dengan ikhlas saja. Dan, enggak punya harus ini-ini. Selama saya bisa memberikan kontribusi dan rakyat melihat kontribusi saya yang jelas, itu yang akan saya jalankan. Enggak pernah ada visi, posisi yang karena posisi itu hanya merupakan sarana untuk kita berkontribusi pada rakyat. Saya enggak melihat kendaraan, sama kaya naik mobil. Saya enggak pernah lihat mobil saya apa, yang penting bisa dipakai untuk sampai tujuan. Sama juga dengan parpol maupun posisi. Selama tujuan yang ingin saya lakukan bisa tercapai, menjadikan Indonesia lebih makmur, lebih sejahtera, itu merupakan tujuan akhir saya.
 
Sudah bikin survei?
 
Ada tapi internal
 
Surveinya gandeng Eep Saefullah?
 
Saya enggak bisa rilis siapa. Dan, itu saya pakai untuk pemetaan isu, pemetaan pergerakan.
 
Sudah melihat ada kenaikan persepsi positif, ada kenaikan popularitas?
 
Belum kelihatan, karena belum melakukan. Terakhir, yang setelah 30 hari turun. Nanti kita akan preview setiap periode. Kita akan lihat. 
 
Berarti sudah tahu karakter pemilih Jakarta?
 
Ini yang lagi kita petakan. Pemilih Jakarta itu sangat kompleks. Mereka dari berbagai bidang sektor, kalangan demografinya kalau dilihat sangat beragam. Mereka juga mampu merepresentasikan sebagai pemilih yang sangat rasional. Dan, buat saya ini challenge untuk mengerti apa yang diinginkan warga Jakarta.
 
Sekarang yang jadi problem termasuk tata kota, mal, pusat perbelanjaan, dan perumahan elite dibangun tidak di lokasi layak. Ada juga kekhawatiran kalau kepala daerahnya dari pengusaha, malah justru sulit menertibkan pengusaha tersebut?
 
Menurut saya, di situ pentingnya visi, program, dan check and balance. Saya sudah meninggalkan dunia usaha secara total tahun lalu. Saya sudah declare dari pertama saya enggak mau ada benturan kepentingan sama sekali. Saya tahu begitu sulitnya ambil keputusan begitu ada benturan kepentingan. Jadi, ke depan untuk tata kota, pengembangan walaupun saya akan melibatkan dunia usaha sebagai bentuk partisipatif tapi tentunya harus dengan koridor yang jelas. Pemisahan pengambilan keputusan tersebut. 
 
Gerakan antikorupsi yang selama ini dijalankan harus ditambah lagi dan pembenahan birokrasi harus tambah baik ke depan. Ke depan nanti kan, tata ruang dan rancangan tata ruang dan tata kota harus jadi bagian bagaimana Jakarta mau dibawa ke depan. Kita lihat masih banyak pro-kontra, yang selama ini dilibatkan hanya keinginan sebagian masyarakat untuk masyarakat bawah untuk dirangkul itu akan saya perhatikan sekali juga kenyamanan di Jakarta yang membuat Jakarta sejahtera akan jadi poin untuk mengatur tata kota Jakarta. 
 
Saya kebetulan senang lari. Hobinya lari jarak jauh. Saya lihat, Jakarta harus dibuat lebih nyaman untuk pedestrian dan ke depan gaya hidup metropolis orang lebih cinta berolahraga, gaya hidup sehat seperti di kota-kota lainnya harus ada jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang benar. Di situ dengan sendirinya akan mengurangi penggunaan mobil-mobil pribadi kalau ada sarana-sarana pendukung tersebut. 
 
Misalnya dari sini (Kebayoran Baru) mau ke Blok M. Kalau side walk, atau trotoarnya bagus, saya yakin sebagian masyarakat Jakarta pasti akan jalan kaki. Tetapi, karena ke Blok M yang kurang dari 800 meter ini jalannya susah dan kadang hak pejalan kaki enggak dilindungi akhirnya mereka terpaksa harus naik kendaraan pribadi, entah itu mobil atau motor
 
Jadi, kalau begitu Anda enggak punya koleksi mobil ya?
 
Saya satu, enggak punya koleksi mobil memang enggak suka mobil mewah. Kedua, saya lihat mobil itu hanya sarana transportasi dari poin A ke B. Jadi, mungkin saya agak berbeda sama pengusaha lainnya koleksi mobil tapi memang itu dari dulu enggak dibuat-buat juga. Jadi, waktu zamannya saya enggak terlalu hobi mengoleksi mobil.
 
Lawan petahana Ahok akan berat. Elektabilitasnya relatif tinggi. Ahok itu punya ciri khas sejak di DPR dia agak berbeda dari yang lain. Kalau Anda kira-kira apa yang membuat Anda berbeda?
 
Pemilih Jakarta akan sangat rasional. Dan, pemilih Jakarta pada saatnya akan melihat siapa yang memiliki program terbaik untuk menghadapi keseharian yang dia hadapi di Jakarta. Apakah masyarakat Jakarta ini sudah jatuh cinta dengan Pak Gubernur Basuki sekarang dengan program-programnya? Apakah mereka ingin sesuatu yang lebih baik? Itu akan ditentukan nantinya. Dan, saya percaya diferensiasi itu akan timbul dengan sendirinya. 
 
Saya enggak mau dicitrakan sesuatu yang bukan saya. Saya memang bicaranya seperti ini dari kecil, dididik ibu saya kalau ngomong, ngomong fakta. Kalau ada yang tidak pantas diomongkan, lebih baik diam. Itu enggak bisa saya ubah. Saya enggak bisa bicara blak-blakan, ceplas ceplos seperti itu. Kalau saya ngomong kotor waktu saya kecil, saya dikasih cabe rawit. Jadi, sudah terpatri kita harus bicara seperti ini. Apa yang kita sampaikan harus positif. Dan, di situ warga Jakarta akan memilih.
 
Sekarang 40 persen Gubernur Basuki, 60 persen ingin yang lain. Nanti, tinggal bagaimana program dan strategi untuk memenangkan hati dan pikiran dari yang 60 persen, atau yang 40 persen ini mungkin belum jatuh hati benar. Ada sebagian mungkin masih bisa menentukan pilihan. Jadi, saya natural saja. Itu diferensiasi akan lahir dengan sendirinya. Tetapi, saya enggak mau disuruh mengkritik Gubernur Basuki, karena menurut saya yang bagus diapresiasi. Tetapi, kalau yang kurang seperti ekonomi, keluhan warga Jakarta, saya mungkin bisa menawarkan solusi lebih baik
 
Lima bulan sebelum pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur langkah apa saja yang akan dilakukan?
 
Ini kita harus bagi dua. Jadi, sampai pendaftaran dan setelah itu. Ini kita punya April 17, jadi setengah. Mei, Juni, Juli, Agustus. Lima bulan setengah ada kesempatan untuk kerja. 
 
Calon wakil gubernur sudah diwacanakan juga?
 
Belum. Itu domain partai koalisi. Gerindra sendiri enggak bisa mencalonkan, harus ajak partai yang lain. Jadi, itu domainnya partai pengusung mudah-mudahan bisa mencari yang bisa saling melengkapi. Karena, saya di ekonomi dan leadership yang kuat, mungkin harus dibantu di bagian birokrasi di bidang pemerintahan.
 
Untuk bertarung dengan Ahok, apa nilai plus Sandiaga Uno dibandingkan penantang-penantang lainnya? 
 
Saya enggak mau mengklasifikasi mereka sebagai penantang. Ini yang terus-terusan ingetin teman-teman media jangan bawa ini sebagai pertarungan, suatu penantang-penantang, atau penakluk. Tetapi, saya ingin membawa ini pada suatu ajang kolaborasi dan silaturahmi untuk membawa Jakarta lebih baik. Kalau dari nama-nama tadi semua mumpuni. Pak Yusril (Ihza Mahendra), dia ahli tata negara, levelnya internasional. Pak Adhyaksa Dault, siapa sih yang enggak kenal di KNPI, menpora, Pramuka. Mas Ahmad Dhani, saya paling senang lagu-lagunya dan dia representasi budaya yang sangat bagus. 
 
Tetapi, saya membawa konsep lain, yang akan merangkul semua warga Jakarta dan menawarkan solusi ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan karena penduduk yang tinggal di Jakarta punya harapan. Harapannya hidupnya lebih baik ke depan. Dan, harapan itu bukan hanya ekonomi, tetapi semuanya. Berkaitan dengan hari esok yang lebih cerah dari hari ini. Kalau kita bisa membawa ke  sana itu saya kira warga Jakarta akan melihat dengan sendirinya, sesuai dengan rasional mereka. 
 
 
Untuk periode kampanye, sudah terpikir lokasi kampanye pertama yang dianggap paling strategis?
 
Lihat petanya sekarang, lokasi dari warga-warga yang tidak menikmati pembangunan Jakarta yang sudah digembar-gemborkan. Ini harus kita petakan enam bulan di mana. Dan, kita harus sentuh, kita harus tangkap aspirasinya. Kemarin, kita ke daerah salah satu yang terpadat di Jakarta Utara di Penjaringan, Kelurahan Kebon Bawang, Manggarai Selatan, padat sekali. Malah di salah satu daerah terpadat di dunia. Per meter persegi ruangan hanya 3x4 bisa diisi oleh tiga kepala keluarga. Apa yang mereka rasakan, yang mereka harapkan pada pimpinan Jakarta ke depan. Dan, ini yang merupakan proses yang on going. Betul-betul ingin fokus pada kalangan ekonomi menengah ke bawah. 
 
Anda siap masuk ke gorong-gorong?
 
Ini yang agak membedakan saya. Kalau saya melihat selama itu ada dampaknya, di luar pencitraan, saya diminta ayo lakukan ini-ini. Kalau ke pasar saya mau, karena itu tugas saya mengawasi pedagang pasar kan. APSI ini tugas saya selama lima tahun ke depan. Tapi kalau masuk ke gorong-gorong, kalau saya belum menjabat, apa yang bisa saya tambahkan value-nya. Mungkin, karena Presiden Jokowi waktu itu menunjukkan suatu terobosan dan dia turun dan dampaknya sangat signifikan. Orang akan ingat terus. 
 
Saya lihat ada diskursus yang lebih penting dan itu di level kebijakan, khususnya yang menyentuh kalangan menengah ke bawah. Infrastruktur sudah lumayan bagus dibangun di sini. Kalau bisa dipercepat dan dampaknya juga dirasakan menengah ke bawah.
 
Ngomong-ngomong siapa tokoh pemimpin favorit Anda?
 
Kalau dunia usaha banyak sekali yang pahlawan ekonomi kita. Kalau dilihat mentor saya, William Soeryadjaya, juga ada Muhammad Yunus, saya pernah dapat wejangan dari Muhammad Yunus, dia juga pernah masuk ke politik.
 
Jadi, setelah menang Nobel dia masuk ke politik. Tetapi, dia melakukan kesalahan, dia cerita sama saya, jangan lakukan kesalahan seperti saya. Saya tanya apa kesalahannya? “Saya waktu itu buat partai. Buat partai akan terganggu status quo. Kalau ingin membuat perubahan, harus dari dalam jangan dari luar.” Waktu saya masuk ke politik, saya bilang saya akan masuk dari partai, karena kalau melakukan perubahan dari luar terlalu banyak resistensinya dan banyak sekali energi yang habis untuk hal yang sebenarnya tidak perlu. 
 
Kalau dari dalam, Bung Karno. Kalau dilihat dari pimpinan dunia Mahathir (Muhammad). Saya pernah undang dia tahun 2006. Dia sangat anti-Barat, tetapi ternyata Malaysia mampu menjadi negara dengan kemampuan menarik investasi terbesar. Saya tanya kenapa, bukannya anti-Barat? Anti-Barat, atau anti asing bukan berarti kita enggak boleh belajar dari mereka. Kita boleh. Posisi kita sebagai seorang nasionalis, tetapi jangan lupa globalisasi sudah ada di depan pintu kita dan kita harus merangkul dan belajar dari negara yang lebih maju. Jadi, tipe pemimpin seperti ini yang menginspirasi saya. 
 
Saya yakin, kalau Indonesia berhenti saling sikut-menyikut, jegal-menjegal, kita akan jadi bangsa yang besar. Politik kita enggak perlu terlalu gaduh. Saya ada tugas di politik untuk menurunkan tensi politik supaya masing-masing fokus di bidangnya dan menyelesaikan agenda-agenda politik dan pembangunan yang belum jalan. 
 
Tetapi, politik tidak gaduh itu mungkin masih sulit?
 
Bisalah, kalau kita mulai dari sekarang ,termasuk media sebagai pilar bangsa yang sangat penting saya kira bisa.
 
Wacana sanksi etik bagi peserta yang melanggar seperti melakukan politik uang, bagaimana menurut Anda?
 
Setuju banget dan harus keras sanksinya. Harus jelas sanksinya dan kalau bisa, jangan hanya ditulis tapi juga di-enforce, dilakukan. Dan, (di) rakyat sudah enggak ada lagilah. Jakarta money politics enggak akan jalan, karena di sini sudah hampir 85 persen yang enggak akan terima money politics , dan dari 15 persen enggak akan pilih apa yang diminta orang yang memberikan uang. 
 
Kalau maju calon kepala daerah, walaupun enggak ada mahar ke parpol namun tetap menyediakan keperluan logistik?
 
Saya harus siapkan, karena itu implikasi tiap pilkada. Kebetulan, karena saya usaha pakai tabungan sendiri juga dan ada juga dari teman-teman yang ingin berjuang bersama. Dan, ini yang kita jalankan. Tetapi, pasti akan jadi yang sangat rumit bagi petahana, karena harus pisahkan mana yang fungsinya sebagai publik dan kandidat yang maju juga jadi seorang calon.
 
Terakhir baca buku apa?
 
David and Goliath.  Ini menarik banget, random banget. Tiba-tiba ada orang yang kirim buku Daud dan Jalut (Goliath). Apa dia sengaja kirim ke saya, karena Daud lawan Goliath, tetapi saya baca dan ternyata kalau kita sebagai Daud dengan strategi yang bagus memang enggak pernah diperhitungkan, underdog. Enggak dikenal dan melawan orang yang sangat perkasa. Dengan rahmat Tuhan, selama niatnya tulus untuk membela kebenaran, berani itu karena benar bukan benar karena berani.
 
Biasa bangun pagi jam berapa?
 
Subuh, salat.
 
Kalau tidur malam?
 
Malam pengen-nya tidur jam 11, tetapi makin hari makin malam. Saya ini lagi transisi gaya hidup yang baru. Kalau politisi makin malam tidurnya. Saya struggling untuk ini, karena saya tidurnya tertata jam 10.00, jam 10.30. Sekarang jam setengah satu, ada Whatsapp ada 70, dan karena kebiasaan harus dijawab satu-satu ya, dijawab satu-satu.
 
Waktu akhirnya memutuskan maju jadi bakal calon gubernur, istri merestui ya. Bagaimana?
 
Istri mendukung karena dia orang Betawi. Dia bisalah.
 
Kalimatnya saat itu merestui karier politik Anda?
 
“Ya sudahlah Bang, kamu buat kebaikan buat warga Jakarta.” Dia panggil aku abang. Dia warga Jakarta. Sebenarnya, anak-anak saya yang sampai hari ini masih mempertanyakan, karena mereka enggak siap hadapi black campaign, khususnya dari sosial media. Itu yang selalu saya katakan, ini bagian dari perjuangan. Mereka sudah mendukung. Tetapi tanya, “Aduh kok begini banget sih politik, enggak benar, fitnah.” Ini bagian dari perjuangan kita, kita harus lapang dada. Anak saya dua sudah remaja, satu lagi umur empat tahun. (asp)
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya