Kepala BPJT, Herry Trisaputra Zuna

Macet di Tol, Kenapa Tak Pakai Jalan Nasional?

Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna.
Sumber :
  • Raden Jihad akbar/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Mudik Lebaran telah tiba. Arus kendaraan khususnya dari ibu kota, seperti air yang mengalir deras menyebar ke berbagai wilayah Tanah Air, begitu pula sebaliknya. Jalan tol pun yang semula menjadi alternatif bagi pengendara, kini telah bergeser menjadi jalur utama menampung arus mudik. 

Siap-siap Tarif Tol Dalam Kota Resmi Naik Besok, Ini Rinciannya

Jurnalis VIVA.co.id, Fikri Halim, beberapa waktu lalu berkesempatan untuk mewawancarai Kepala Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna, untuk mendalami fenomena ini. 

Dalam perbincangan pagi itu di kantornya, Herry pun menjelaskan banyak hal yang telah dilakukan pemerintah untuk pengembangan infrastruktur jalan tol yang sedang atau akan dikerjakan pemerintah. Mulai dari megaproyek Jalan Tol Trans Sumatera hingga Trans Jawa. 

Sri Mulyani Ungkap 'Kontraksi Dalam' Belanja Modal Januari 2022

Dia juga memaparkan, apa saja upaya yang akan didorong kepada para operator jalan tol untuk meningkatkan pelayanannya bagi pengguna. Berikut ini petikan wawancara lengkapnya. 

Bagaimana kesiapan jalan tol baru menghadapi arus mudik Lebaran? 

Daftar 12 Ruas Jalan Tol Baru yang Diresmikan 2021

Kalau jalan tol yang operasi baru, itu kan memang hanya dua, Surabaya-Mojokerto yang sudah diresmikan yang seksi IV. Lalu, ada ruas jalan tol Pejagan-Pemalang, yang dari Pejagan sampai Brebes Timur, itu yang 100 persen dioperasikan secara operasional sifatnya. 

Nah, di luar itu ada beberapa ruas yang kita coba untuk fungsional, belum dioperasikan, atau belum proses layak fungsi dan sebagainya. Misalnya Semarang-Solo, yaitu dari Bawen ke Salatiga, itu sekitar 17 kilometer yang namanya darurat untuk mendukung arus mudik, ya yang difokuskan adalah satu arah. 

Jadi satu arah dua lajur terus-menerus, nanti diharapkan dari tol yang ada sekarang itu, rencananya sih sampai ke ujung yang ke Salatiga itu nanti akan beroperasi satu arah. Nanti, pada saat arus balik, dia menggunakan jalan yang sama, contra flow. Nah, jalan yang tidak prioritas silakan menggunakan jalan yang eksisting. Konsepnya begitu.

Mudik terfokus dari Jawa kawasan barat ke arah timur. Secara keseluruhan, jalan tol Trans Jawa selesai berapa persen?

Kalau yang beroperasi kan sampai Brebes Timur, kalau selain yang ke Brebes Timur itu, selebihnya adalah yang spot-spot tertentu. Kalau kita bilang sampai Surabaya sekarang, saya angkanya kurang hafal, memang masih terkendala di tengah tadi.

Pemalang menuju Batang dan Batang ke Semarang itu kan 100-an kilometer, Semarang-Solo masih di ujung. Ya, mayoritas sudah kelihatan bentuknya, ya kalau dibilang tahun 2018 terwujud cukup rasional untuk kita perjuangkan.

Tahun 2018 sampai Surabaya, bahkan sampai Pasuruan mestinya, dan kami masih akan coba kejar ke Probolinggo, bahkan sampai Banyuwangi. Memang kalau sampai Probolinggo sudah ada badan usahanya, jadi tinggal kita kejar tanahnya. Nah, kalau Probolinggo ke arah Banyuwangi itu memang masih belum.

Tapi, itu pun memang akan coba kita lihat kemungkinannya. Di luar yang tadi yang mudik, ada juga di Solo menuju Ngawi itu sekitar 24 kilometer bisa kita pakai untuk arus mudik. Tapi, fungsional ya, artinya belum dioperasionalkan secara penuh. 

Apakah pembebasan lahan masih jadi penghambat utama?

Ya, masih di lahan. Jadi sebelumnya kita bermasalah di dana. Sekarang di dana sedikit ada solusi bahwa badan usaha nanti talangi. Sambil peraturan presidennya (perpres) lahan dipercepat, nanti mudah-mudahan permasalahan tanah ini bisa diselesaikan.

Kapan Badan Layanan Usaha Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) untuk memberikan dana talangan jalan tol efektif?

Dana talangan sebetulnya kan sudah ditandatangani. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memang sudah ada, dan memang di lapangan ini karena terlalu lama “tidur” jadi butuh proses. 

Dengan adanya badan ini, beberapa pelaksana pengadaan tanah tadi di Badan Pertanahan Negara (BPN) ragu-ragu apa benar ada uangnya. Cuma sejauh ini sudah mulai bergerak, dan harapannya akan terus bertambah lahan yang dibayar, karena yang catatan kami itu sudah ratusan miliar yang siap. 

Sudah ada tagihan Rp900 miliar, yang dibayar memang baru sekitar Rp19 miliar. Tapi, ini kan proses, nambah terus, jadi nanti akan bertambah secara signifikan.

Kembali ke persiapan arus mudik Lebaran, koordinasi dengan operator jalan tol bagaimana?

Baik ya. Kalau koordinasi di lapangan nanti dengan kepolisian pimpinannya. So far kita berkoordinasi intensif, lalu pengalaman beberapa kali libur kemarin kan polanya serupa, dan arah mudik itu kan satu ke timur, satu ke barat. Memang paling banyak yang ke timur, libur beberapa hari kemarin itu latihan. 

Sekaligus proses pembelajaran, artinya titik-titik macetnya kan sudah diinventarisasi, penyebabnya juga sudah. Jadi, macet ini kan karena demand-nya datang serentak pada kapasitas yang terbatas. Lalu orang mau ke tempat istirahat, jadi sudah ada SOP (Standard Operating Procedure)

Jadi kalau sudah macet, rest area-nya ditutup. Kalau rest area-nya sudah sampai memblokade seperti itu, sudah ada SOP kita buka contra flow. Terus juga di gerbang antrean, kalau antrenya panjang, dikirim orang yang akan mengejar.

Integrasi pembayaran jalan tol Trans Jawa bagaimana implementasinya? 

Integrasi jalan terus jadi fokus kita sampai sebelum Lebaran ini, lebih ke dari Cikampek sampai Brebes Timur. Nah, itu kita bagi dua cluster, yang pertama adalah Cikampek sampai ke Palimanan. 

Di sistem ini rumit, di pintu tol Cikopo-nya hilang. Nanti orang Bandung transaksinya sama jadi akan besar sekali. Kalau manual berat, kalau elektronik mungkin lebih ringan. Perlu dipahami hari ini memang masih banyak yang manual, dan tugas kita bersama mendorong cashless.

Apa solusi agar integrasi pembayaran itu bisa efektif?

Ya, tadi, dikejar salah satunya, sambil secara perlahan kita harus migrasi ke 100 persen nanti cashless. Nanti berjalan dengan sosialisasi dan peningkatan jumlah alatnya dan infrastruktur lainnya.  

Dalam kaitan tadi yang integrasi dua cluster. Kenapa dibuat dua cluster, karena kalau dilepas sekaligus mungkin terlalu besar dan jaraknya pun nanti lalu lintasnya juga tidak terbendung.

Jadi cluster pertama nanti Cikopo-nya hilang. Nanti di Palimanan, dia bayar sekaligus ngambil kartu untuk cluster dua. Nah, di cluster dua itu ada beberapa pintu, Plumbon sama Mertapada hilang, tinggal transaksi di ujung. 

Nanti mungkin problemnya di ujung, karena semua ada di sana dan itu disediakan untuk rem, ya dengan gardu yang terbatas, dibanding dengan Palimanan kan lebih banyak. Artinya nanti kan orang yang mengejar dan mestinya itu kan antisipasinya secara fisik di lapangan dan mungkin alternatif yang lain bagaimana kita menyosialisasikan. 

Kami akan mendorong pengemudi ini untuk juga mempertimbangkan jalan yang alternatif atau jalan nasionalnya, yang di Pantai Utara (Pantura).

Jalan Pantai Utara (Pantura) kini kurang diminati pemudik roda empat. Bagaimana menurut Anda? 

Artinya itu kan enak sebenarnya, sepi. Mungkin kalau banyak (mobil) di jalan tol, kenapa tidak pakai Pantura. Malah di sana kalau mau beristirahat tinggal menepi, ada tokonya banyak. Kalau di jalan tol kan tempat istirahat ada 30 kilometer lagi. 

Kalau sama keluarga, Pantura punya nilai tambah dibanding jalan yang monoton di tol. Cepat sampai, cuma pengalamannya kurang. Kami akan coba sosialisasikan itu. Jadi ada atraksi dari jalan yang non tol. Nah, ini nantinya yang harus kita dorong ke sana. 

Sekarang sudah seberapa timpang, antara volume kendaraan di jalan Pantura dan jalan tol Trans Jawa, Cikopo-Palimanan misalnya?

Sebagian besar, kalau angkutan pribadi memang lebih banyak ke jalan tolnya. Karena memang mereka lebih orientasinya ke waktu, kan untuk yang sekarang memang sensitif sekali dengan waktu. 

Kalau mudik kan memang agak santai. Kalau mau capek, ya santai. Jadi, jalan non tol itu memang menarik juga untuk dicoba. Dan dulu kan, kalau kita mau ingat memori atau kenangan itu, mudik dulu kan lewat non tol, itu juga akan didorong. 

Sekarang kenapa jalan tol macet saat mudik? Karena volumenya itu lebih daripada kapasitas, kita mengatasinya gimana? Kalau secara fisik itu kan ada dua cara. Pertama, kita tambah kapasitasnya, kita tambah contra flow, menambah sesaat dari tiga lajur menjadi empat lajur. 

Atau sebenarnya, ada alternatif lain seperti yang di kota-kota itu, yang manajemen lalu lintas itu, demand-nya yang kita atur. Selama ini kan selalu kita fokus di suplainya, diatur sampai pusing kita. 

Kita bisa juga mengacu demand, salah satunya tadi mendorong pengendara ke jalan yang non tol. Lalu, juga mendorong, supaya mudiknya itu jangan berbarengan, berjenjang. 

Kemudian, apakah akan didorong pelat nomor ganjil genap, ganjil hari apa dan genap hari apa. Jadi, pulangnya bisa berkurang separuh, ya seperti itu, artinya jangan terlalu fokus di fisik juga. 

Bagaimana nasib jalan tol yang ke arah barat?

Kalau yang barat kita evaluasi, kan macetnya Jakarta ke Tangerang ini kan minta ampun tuh. Nah, ini coba kita lihat, kalau di lapangan memang penyebabnya adalah kapasitas. 

Barrier itu memang adalah salah satu problem, cuma dengan keterbatasannya. Kalau memang sistemnya terbuka masih mungkin dibutuhkan barrier gate, cuma nanti kan penempatannya, intinya antreannya, kan, sehingga nanti tanpa barrier gate tidak terlalu panjang antreannya.

Lalu, apa kabar Jalan Tol Trans Sumatera?

Seperti Bakauheni menuju Terbanggi Besar dibagi empat seksi. Memang ada beberapa yang berhenti karena tanah lagi, karena memang yang di Sumatera ini berbeda dengan kondisi dulu. 

Biasanya kan konstruksi masuk setelah tanahnya bebas, di Cipali itu bahkan minta 100 persen baru kerja. Nah, kalau di Sumatera memang lebih baik, di mana konstruksi itu bareng dengan tanah, memang idealnya tanah ada dulu. 

Sejauh ini berjalan beriringan antara pembebasan lahan dan konstruksi. Kalau di Lampung sudah selesai. Di Palembang kita kejar bisa selesainya di akhir tahun, Palembang-Indralaya. 

Kemudian, di Palembang juga ada ruas Kapal Betung, yaitu, Kayu Agung-Palembang-Betung akan juga segera dimulai. Kalau yang di Medan ada dua ruas, ada yang penugasan ke Hutama Karya juga sudah bergerak, yaitu Medan-Binjai ya, terus sama Medan-Tebing Tinggi juga sudah berjalan. Jadi semuanya oke.

Terlepas dari semua itu, bagaimana BPJT mengawasi operator dalam memastikan Standar Pelayanan Minimum terpenuhi?

Dari data yang kita monitor, sejauh ini semua kan memenuhi. Memang seperti lubang itu kan ada waktu perbaikannya, misalnya maksimal dua kali 24 jam harus sudah ditambal. Tapi, yang ingin kita dorong tadi adalah bagaimana masing-masing BUJT tadi manage asetnya dengan baik. 

Jadi menerapkan prinsip-prinsip aset manajemen, bisnisnya ini jalan. Lubang itu kan suatu proses sebenarnya. Kalau belum sampai berlubang, di dalam disiplin teknik itu kan ada prosesnya. 

Mulai dari retak kan, kecil membesar, sampai jadi lubang, makanya manajemen aset adalah kita melakukan preventif maintenance. Jadi pemeliharaannya dilakukan secara preventif. Jadi, seperti penyakit lah, kita bukan ke dokter karena sakit, tapi kita mengantisipasi sebelum sakit sudah dilakukan sesuatu. Inilah yang mau kita dorong ke depan agar badan usaha itu menerapkan prinsip yang tadi. 

Jadi, harusnya kerusakan jalan bisa diprediksi, ya sekali lagi di akademis, namanya model kerusakan jalan. Jadi bisa kita prediksi. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya