Mengenal Sensor Mandiri ala Masyarakat Melayu Riau

Nasrullah, Anggota LSF
Sumber :
  • Zahrotustianah/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Lembaga Sensor Film (LSF) giat melakukan sosialisasi sensor mandiri dengan penyerapan kearifan budaya lokal. Nilai-nilai yang dikandung dalam budaya setiap daerah dianggap efektif untuk memilih tontonan yang berkualitas dan bermanfaat.

Atap Gedung Lembaga Sensor Film Runtuh Timpa Innova

Salah satu wilayah di Indonesia yang dianggap punya kekuatan dalam kearifan budaya lokal adalah Provinsi Riau. Provinsi yang sangat kental dengan budaya melayu ini dinilai kokoh dalam melestarikan kearifan lokal.

"Local wisdom mengajarkan kita pada kebaikan. Hubungan kita kepada alam, manusia, dan Tuhan. Riau sangat kokoh memegang teguh budaya lokal dan itu terbukti seperti lewat budaya pantun, pantang larang, dan sebagainya," kata Nasrullah, Anggota LSF di acara Sosialisasi Penyerapan Kearifan Budaya Lokal yang digelar di Hotel Pangeran, Pekanbaru, Riau, Kamis, 20 April 2017.

Sinopsis Midsommar yang Tak Tayang di Indonesia, Horor di Siang Bolong

Senada dengan LSF, Wakil Rektor I Universitas Lancang Kuning Pekanbaru, Junaidi, juga menjelaskan bagaimana kearifan lokal menjadi pondasi untuk mempertahankan jati diri masyarakat Riau. Tunjuk Ajar Melayu merupakan kearifan lokal yang sudah mengakar di masyarakat dan perlu dijaga.

Tunjuk Ajar Melayu merupakan sebuah slogan para pendahulu yang berarti petuah, petunjuk, nasihat, amanah, dan contoh teladan yang disampaikan oleh orang Melayu Riau. Panduan ini merupakan gabungan dari nilai-nilai agama Islam, budaya, dan sosial yang ada di masyarakat Melayu Riau.

Kekecewaan Warganet, Film Horor Midsommar Batal Tayang di Indonesia

Dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Tunjuk Ajar Melayu ini, seseorang seharusnya bisa melakukan swasensor atau sensor mandiri terhadap tontonannya. Orangtua pun diharapkan bisa menjadi contoh yang baik agar sensor mandiri bisa menjadi pelindung keluarga dari dampak negatif film, sinetron, dan tontonan lainnya.

"Orang Melayu itu santun. Saya pernah protes saat menonton film asing yang di-dubbing. Ada perkataan, 'Ayah apa kamu sudah makan?' Bagi negara lain memang biasa, tapi adat Melayu pantang panggil orangtua dengan 'kamu.',” katanya.

Nasrullah pun mengakui bahwa lembaga sensor tak bisa jalan sendiri melakukan sensor.

“Itulah, karena keberagaman, lembaga sensor tidak cukup sendiri melakukan sensor. Kita yang jadi sensor utama. Kita harus cerdas dalam melihat media," ujarnya dalam acara tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya