Suntik Botox Sembuhkan Stroke Gadis Ini

Mel Strzebrakowska
Sumber :
  • Daily Mail

VIVAlife- Mel Strzebrakowska hampir tidak bisa menggunakan tangannya setelah mengalami stroke di usianya yang masih muda, 15 tahun. Namun beruntung, suntikan botox bisa membantunya memberikan keajaiban.

Saat divonis oleh dokter, bahwa ia menderita stroke, hidupnya terasa hampa. Dia sering mencoba mengingat-ingat, bagimana sulitnya ia menggerakkan kaki dan tangan, saat ingin beranjak dari tempat tidur.

"Saya mencoba untuk ke luar dari tempat tidur, tapi kaki saya seperti runtuh, dan tangan kanan saya tidak bisa bergerak,"  kata Mel yang saat ini telah berusia 24 tahun seperti dikutip laman Daily Mail.

Wanita yang bekerja sebagai asisten ritel dari Warlingham di Surrey ini juga bercerita, pada awalnya ia tidak bisa menerima cobaan hidup yang berat apalagi, saat itu usianya masih sangat muda, 15 tahun. "Aku tidak percaya itu terjadi pada saya. Aku tidak tahu apa yang salah. Kemudian dokter bilang aku menderita stroke."

Setiap tahun sekitar 150.000 warga Inggris memang ditemukan menderita stroke, yang diakibatkan oleh penyumbatan suplai darah ke otak menghalangi oksigen, atau kibat pendarahan di otak yang menyebabkan kerusakan pada fungsi dan  sel-sel saraf.

Faktor risiko  penyakit ini kata dokter, termasuk tekanan darah tinggi, diabetes dan penyakit jantung.

Namun dalam kasus Mel penyebabnya tidak biasa. Stroke yang dialaminya justru karena adanya malformasi arteri- koneksi abnormal antara arteri dan vena di otak.

Meskipun ia sudah didiagnosis dengan penyakit mengerikan itu, sayangnya malformasi itu begitu mendalam, dan jika dilakukan operasi, itu terlalu berisiko.

Stroke membuat Mel merasa menjadi manusia lemah, apalagi seluruh sisi kanan tubuhnya tak bisa difungsikan. Dia tidak bisa berjalan, dan dia juga kesulitan untuk berbicara.

Ketika ia meninggalkan rumah sakit tiga bulan kemudian, pada malam Natal, dia masih membutuhkan kursi roda dan harus menjalani fisioterapi dan terapi okupasi saat ia belajar berjalan dan berbicara lagi.

Kabar baiknya adalah, saat bulan Oktober tahun berikutnya, ia melakukan radioterapi untuk menutup dan mengecilkan malformasi di otaknya. Meski begitu ia masih menderita efek dari stroke. Sisi kanan tubuhnya masih lemah dan dia tidak bisa membuka tangannya, yang mengepalkan tinju.

Jadi Mel harus belajar menulis dengan tangan kirinya. Mencuci, membuka pintu, bahkan berpegangan pada pegangan tangga atau rel eskalator yang sulit dengan tangan kanannya karena genggamannya begitu ketat.

Sampai dengan 30 persen dari penderita stroke mengalami kekakuan otot ini, yang dikenal sebagai pasca-stroke spastisitas, yang berarti mereka memiliki sesak abnormal dalam beberapa otot mereka.

Namun, tak diduga suntik Botox membantu melonggarkan tangan kanan Mel. Dokter tetap tidak sepenuhnya memahami mengapa hal ini terjadi. Ini diperkirakan, karena jalur saraf dari otak yang mengontrol dan biasanya mengurangi pengetatan otot yang telah rusak.

Obat yang mengendurkan otot-otot dapat mengobati gangguan, tetapi banyak memiliki efek samping dan sekitar 40 persen pasien tidak dapat mentolerir mereka.

Dengan bantuan bicara dan terapi bahasa juga terapi rehabilitasi, Mel pun terus belajar berjalan dan berbicara lagi. Dia kembali ke sekolah dan universitas, kemudian ia juga mulai bekerja di supermarket.

Jadi, empat tahun setelah stroke, Mel juga mulai memiliki suntikan toksin Botulinum, atau Botox, yang sering digunakan untuk mengobati kekejangan pasca-stroke.

Racun menghambat pelepasan asetilkolin - neuro-transmitter yang mengirim sinyal dari otak memberitahu otot untuk berkontraksi.

"Masalah dengan obat-obatan biasanya dikonsumsi dengan cara diminum, sehingga mereka mempengaruhi seluruh tubuh dan otak sehingga dapat menyebabkan kantuk, sedangkan Botox menargetkan otot-otot kaku secara langsung dan tidak memiliki efek samping sistemik," kata Dr David Werring ,seorang ahli saraf konsultan dan dosen senior klinis di University College London (UCL).

Perlakuan Botox membantu melonggarkan tangan kanan Mel, tetapi efeknya hanya berlangsung selama beberapa bulan sebelum kepalan tangannya akan kembali ketat lagi. Dia harus melakukan perjalanan ke London setiap tiga sampai enam bulan untuk menerima suntikan.

"Itu memakan waktu, tapi aku mencoba untuk tidak frustrasi karena saya tahu mereka berusaha untuk membantu saya," katanya.

Mel melanjutkan perawatan Botox selama lima tahun. Kemudian, pada tahun 2010 ketika ia berusia 22, para dokter di UCL menyebutkan sebuah studi baru yang mereka lakukan, menggabungkan Botox dengan sesi fisioterapi yang teratur katanya mampu membantu menyembuhkan penyakitnya. Ini menjadi target para dokter.

Diharapkan cara ini akan memiliki efek jangka panjang. Dr Werring, yang memimpin penelitian ini pun berkata, "Kami tahu bahwa Botox memiliki efek otot melemahkan otot sementara sampai tiga bulan, dan dengan menggabungkan suntikan ini dengan fisioterapi kami berharap bisa  menciptakan sebuah harapan  sehingga penderita stroke dan mereka Fisioterapis dapat bekerja melenturkan kembali otot-otot yang kaku dan membuat efek tahan lama. "

Penelitian yang didanai oleh Stroke Association, juga melakukan studi pada para peserta pasca stroke, memberikan suntikan Botox di tangan mereka. Namun sebagian diberikan suntikan plasebo dengan dikombinasi fisioterapi untuk mengukur efek pada fungsi tangan.

Mel bergabung ikut dalam penelitain. Ia terus melakukan perjalanan ke London untuk menerima suntikan setiap tiga sampai enam bulan, dan kemudian memiliki dua jam sesi fisioterapi setiap minggu.

Dia juga diberi banyak latihan agar bisa menerapkannya di rumah, termasuk melakukan peregangan otot dan latihan penguatan.

Dia tidak tahu, saat itu, ia telah diberikan suntik botox atau plasebo. Namun, ia menduga mendapatkan suntikan botox karena secara bertahap dia bisa mengendalikan tangan kanannya.

"Aku bisa mencuci jauh lebih mudah, bisa mencengkeram. Saya hanya bisa pasrah," katanya.

"Membuka pintu dan stoples jauh lebih mudah, dan saya bahkan bisa memegang dan melepaskan hal-hal kecil seperti uang ketika aku sampai di tempat kerja."

Para dokter tidak akan tahu hasil dari uji coba selama 12 sampai 18 bulan, namun Dr Werring mengatakan laporan awal dari pasien cukup  menggembirakan. "Beberapa peserta sudah melaporkan manfaat nyata, ini benar-benar menarik," katanya.

"Botox tidak akan membantu semua penderita stroke bisa mengembalikan fungsi tangannya, karena suntik ini banyak memiliki kelemahan untuk otot." Tapi untuk beberapa penderita stroke dengan kelenturan di jari atau pergelangan tangan, dan beberapa kekuatan otot, pengobatan ini cukup menjanjikan.

Botox menurutnya sangat aman dibanding dengan obat relaksan otot lainnya, karena hanya menargetkan situs dari masalah otot, dan bersifat sementara.

Dr Peter Coleman, wakil direktur riset untuk Stroke Association. juga mengatakan, sangat gembira dengan hasil dari penelitian ini.

"Kami selalu mencari cara baru untuk membantu penderita stroke beradaptasi dengan kehidupan mereka setelah stroke dan memulihkan  gerakan sebanyak mungkin," katanya

Jika perawatan ini nantinya benar-benar terbukti efektif, bisa saja, cara ini membantu ribuan penderita stroke  untuk memulihkan beberapa gerakan di lengan dan tangan, memungkinkan mereka untuk mendapatkan kembali beberapa kebebasan  dan meningkatkan kualitas hidup mereka.  (umi)

Jadwal Imsakiyah, Waktu Sholat dan Buka Puasa di Seluruh Indonesia Jumat, 29 Maret 2024
Bek Timnas Indonesia Jay Idzes

Alasan Haru Jay Idzes Rela Lepas Kesempatan Bermain dengan Timnas Belanda Demi Garuda

Di balik gemilangnya performa Jay Idzes, terselip kisah menarik tentang pilihannya membela Timnas Indonesia daripada bermain bersama Virgil van Dijk di Timnas Belanda.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024