Tiga Wanita di Balik Makanan Kemasan

Ninoy abon cabe
Sumber :
  • Ninoy.co.id
VIVAlife
Setengah Penjualan Suzuki Berasal dari Mobil Ini
–Sambal barangkali varian makanan paling populer di Indonesia. Hampir tiap daerah punya sambal khas. Ada sambal bawang, sambal matah, sambal tomat, dan lain-lain. Cara menikmati sambal paling enak adalah langsung dicolek dari tempat ulekan. Segar, dan bikin ketagihan.

Doa Ibunda untuk Ernando Ari dan Indonesia U-23

Tapi, seringkali, orang tak sempat mengolah sambal. Apalagi warga urban, yang sulit mencari makanan tradisional. Bukan hanya sambal, tapi juga makanan lain, seperti abon dan gudeg, sulit dicari dalam keadaan segar kecuali di daerah asalnya.  Lalu, bagaimana jika lidah Anda kangen berat dengan makanan tradisional itu?
Main Series Bareng Nicholas Saputra, Lee Sang Heon Jadi Bisa Masak Orek Tempe


Peluang itu lah yang ditangkap oleh tiga perempuan berikut ini. Dengan tema instan, segar, dan tahan lama, mereka melakukan inovasi yang mengasyikan.

Ada yang coba memindahkan sambal bakul ke dalam kemasan, seperti karya Rima W Adi Wijoyo. Sementara yang gemar abon dengan rasa melecut lidah, boleh coba racikan abon kalengan Henny Widjaja. Yang mengesankan adalah gudeg. Biasanya, makanan khas Yogyakarta itu dikemas dalam kendil. Tapi, berkat Jatu Dwi, orang bisa menikmati gudeg dalam kaleng.

Simak kisah di balik produk mereka.

Rima W Adiwijoyo “Bakul Sambel Roa Judes”


Selama ini sambel roa hanya dapat dinikmati di rumah makan Manado. Rasanya yang pedas dan beradu dengan suiran daging ikan roa yang telah diasap, memang tiada tandingannya. Bagi orang Manado, sambel roa adalah makanan wajib hadir di kala bersantap. Tak hanya dengan nasi panas dan pendamping lauk, tapi sambel roa juga banyak disandingkan dengan beberapa jenis cemilan, seperti pisang atau singkong goreng.


Menurut Rima, pemilik Sambel Roa Judes, ada dua syarat wajib ketika membuat sambel roa. Pertama, jenis cabai yang digunakan. Terakhir adalah ikan roa itu sendiri. Tanpa rasa pedas yang  kuat, dan komposisi daging ikan roa yang banyak, sambel roa tidak akan memiliki cita rasa yang tinggi.


Sambel roa yang dibuat Rima memang terbilang praktis. Karena dia menghadirkan sambel roa dalam bentuk kemasan. Cukup buka tutup botol, setiap orang dapat menikmati kelezatan sambal khas Manado. Tanpa harus mengulek atau harus memesan ikan roa asap di daerah asalnya.


Ada lagi yang menarik dari sambel berlabel ikan roa ini, yaitu sistem pemasaran yang diterapkan. Ada lima distributor yang digunakan Rima menjajakan sambel buatannya. Ia menyebutnya sebagai Bintang Lima. Distibutor ini nantinya akan menangani para reseller yang dijuluki dengan nama ‘bandar’.


Rima sendiri menyebut dirinya sebagai juragan sambel yang berarti produsen.


Dari metode yang dijalankan inilah, sambel roa dapat dinikmati dengan mudahnya. Melalui tangan Bandar yang tersebar di segala penjuru tempat, sambel beraroma ikan ini juga menjangkau negara tetangga. “Salah satu Bandar kita ada yang berprofesi sebagai pilot, jadi bisa masuk bagasi pesawat,” ujar Rima.


Namun, harga sambel roa yang dijual di luar jauh terbilang mahal. Kalau di sini ia menjualnya dengan harga Rp42.500, di luar sambel dihargai dengan harga Rp60.000. Malaysia, Singapura, Jeddah, Hongkong, Jerman, Jepang, Inggris, Belgia dan Filipina adalah beberapa negara yang terus menjadi langganan sambel Roa Judes.


Henny Widjaja, Abon Cabe ‘Ninoy’

Abon adalah makanan praktis yang populer dijadikan bekal oleh mereka yang suka bepergian jauh. Bahkan, tak sedikit mereka yang tinggal di luar negeri kerap menjadikan abon sebagai oleh-oleh. Abon  adalah santapan yang terbuat dari hasil olahan daging nan gurih dan sedikit manis. Mau dinikmati dengan apapun rasa abon tetaplah nikmat. Apalagi jika disandingkan dengan nasi hangat.


Untuk menciptakan abon yang lebih praktis dan berinovasi, Henny Widjaja meracik abon dengan cita rasa baru. Yaitu
‘hot’
alias pedas. Cabe dan abon adalah dua pangan yang banyak digemari di lidah orang Indonesia. Di saat digabungkan menjadi satu santapan, tentunya akan menghasilkan cita rasa yang lezat dan bikin ketagihan.


Rasa inilah yang akan Anda dapatkan saat mencicip abon racikan Henny Widjaja. Pedas bercambur gurihnya daging dapat bercampur satu di lidah. Ada banyak rasa yang dibuat oleh ibu satu anak ini, vegetarian, sapi, ayam, ikan roa dan original.


Menurut sang pemilik, abon buatannya tak ada yang tak pedas. Rasa pedas dipilih karena hampir sebagian orang Indonesia menyukai cabe. Henny memakai cabe kering. Dengan begitu abon cabe akan menjadi tahan lama.


Abon cabe Ninoy milik Henny juga merambah mancanegara. “Banyak yang pesan untuk dijual lagi,” ujarnya. Menurutnya cabai di luar negeri tak sepedas cabe tanah air. Cabe di di luar negeri juga terbilang mahal.


Untuk sistem pengiriman abon ke luar, Henny menggunakan sistem bagasi. Sebelumnya, dia pernah menggunakan jasa pos. Namun barang-barangnya banyak yang hancur saat sampai di tangan pelanggan. Mau tidak mau Henny akhirnya harus mengganti abon cabe yang rusak.


Beberapa negara yang menjadi langganan Ninoy abon cabe adalah Jerman, Eropa, Korea Selatan dan Dubai.



Jatu Dwi, Gudeg Kalengan ‘Bu Tjitro’


Sama halnya dengan sambel yang telah mengalami inovasi baru. Gudeg juga kini diciptakan dengan cara yang menyuguhkan kepraktisan bagi penikmatnya. Cukup membuka kaleng, gudeg khas Yogya pun sudah dapat dinikmati bersama nasi hangat.


Mungkin terdengar aneh dan sulit dibayangkan menyantap gudeg di dalam kaleng. Pasalnya, selama ini kita terbiasa menyantap gudeg langsung dari penjualnya. Tapi inilah inovasi yang dibuat oleh Jatu Dwi.


Membuat makanan siap saji dalam bentuk instan, diakui Jatu bukanlah perkara yang mudah. Proses pembuatannya sangat riskan dengan bakteri, apalagi yang akan dikemas adalah sayur nangka yang terbilang akan mudah basi jika tidak dimasak dengan tepat.


Ia bahkan mengatakan dirinya selalu mengikuti setiap prosesnya untuk menghindari kegagalan. Untuk mencapai hasil akhir produk yang ia inginkan, proses pengemasannya pun tidak mudah dan memakai teknologi canggih.

Kaleng kemasan gudeg awalnya disterilisasi terlebih dahulu. Setelah itu gudeg dikemas  melalui proses pemanasan kembali. Kemudian gudeg ditutup dalam keadaan panas, lalu dipanaskan kembali dengan tekanan. Terakhir, gudeg kaleng dikarantina dengan cara didinginkan supaya tidak ada bakteri.


Dalam kurang dari setahun, produk yang sempat menjadi bahan tertawaan itu berhasil menembus mal-mal besar di Jakarta. Bahkan kini telah merambah ke Singapura, Jepang, dan London. Keberhasilan inovasi bisnis Jatu tersebut tidak lepas dari langkah strategi dan perencanaan yang matang.


Gudeg kalengan pertama di Indonesia dan di dunia ini juga terbilang lengkap. Berisi nangka muda, telur bebek, satu potong ayam kampung dan sambal krecek. Tak hanya praktis, gudeg ini juga tahan disimpan selama setahun. (eh)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya