Mewujudkan Kesejahteraan Pekerja Melalui PP 78 Tahun 2015

Buruh berkupul di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Sumber :
  • Anwar Sadat

VIVA.co.id - Pemerintah telah meluncurkan paket-paket kebijakan ekonomi dalam bentuk deregulasi peraturan maupun penyederhanaan birokrasi (debirokratisasi). Salah satu paket kebijakan ekonomi IV yang dirilis pada pertengahan Oktober lalu, paling banyak mendapat sorotan terutama dari pada pekerja, yaitu kebijakan pengupahan yang tertuang dalam PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015).

Setelah hampir 12 tahun terbengkalai, pemerintahan Presiden Joko Widodo memfinalkan RPP Pengupahan menjadi Peraturan Pemerintah. Tiga tujuan yang hendak dicapai melalui regulasi anyar ini adalah: Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi. Negeri kita perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk dapat menyerap angkatan kerja baru yang bergabung ke pasar tenaga kerja. Hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitaslah masa depan Indonesia menjadi lebih cerah dan bonus demografi bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Kedua, memperluas kesempatan kerja. Dengan besarnya angkatan kerja yang baru memasuki pasar tenaga kerja, maka kesempatan bekerja perlu mendapat perhatian dengan serius. Regulasi ini diharapkan memberikan perluasan kesempatan kerja bagi tenaga kerja muda di pasar tenaga kerja.

Ketiga, meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh beserta keluarganya melalui penghidupan yang layak bagi semua pekerja. Untuk itu, kebijakan pengupahan yang tidak lain adalah suatu upaya sistematis dan sungguh-sungguh mengarahkan pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kaum pekerja. Penghasilan yang layak dapat berasal dari pendapatan upah maupun pendapatan bukan upah.

Kerangka umum PP 78 /2015 ini dimaksudkan menggantikan PP 8 Tahun 1981 tentang perlindungan upah yang dirasakan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Lalu, mengapa respon dari kalangan pekerja atau buruh sepertinya lebih banyak yang tidak mendukung upaya penerapan PP 78/2015 ini?

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Para pekerja merasa tidak dilibatkan dalam dialog antara pemerintah dan kalangan pekerja. Pemerintah dianggap tidak mendengar masukan dari pekerja dan PP ini hanya memberikan keuntungan bagi investor dan pengusaha, benarkan demikian? Tulisan ini memberikan perspektif yang proporsional dan positif terhadap kebijakan pengupahan yang baru.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Kepastian buat dua pihak

PP 78/2015 memiliki pokok-pokok materi yang komprehensif mulai dari kebijakan pengupahan, tentang penghasilan yang layak, perlindungan upah, upah minimum, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, pengenaan denda dan pemotongan upah, serta sanksi administratif.

Membedah isi PP 78/2015 adalah suatu urgensi dan tidak boleh terlewat. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak memahami kebijakan pengupahan baru ini secara parsial atau sepotong-sepotong. Polemik formula pengupahan, misalnya, hanya salah satu komponen dalam kebijakan pengupahan secara luas.

Selain berasal dari upah sebagai sumber penghasilan yang layak, sumber lain penghasilan yang layak juga berasal dari pendapatan non-upah. Tunjangan Hari Raya Keagamaan bersifat wajib yang dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari H keagamaan dimaksud. Keterlambatan pembayaran THR dikenakan 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan. Sementara itu, perusahaan yang tidak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif.

Selain THR, PP ini juga secara komprehensif membahas perlindungan upah meliputi berbagai ketentuan tentang penetapan upah, cara pembayaran upah, peninjauan upah, upah pekerja/buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan, upah kerja lembur, upah untuk pembayaran pesangon, upah untuk perhitungan pajak penghasilan, pembayaran upah dalam keadaan pailit, penyitaan upah berdasarkan perintah pengadilan, serta hak pekerja/buruh atas keterangan upah. Melihat daftar isu tentang perlindungan upah dapat dikatakan bahwa PP 78/2015 dimaksudkan memberi kepastian kepada perusahaan dan pekerja terkait hak dan kewajiban masing-masing.

Formula Pengupahan Baru

Buat para pekerja, kepastian juga berasal dari struktur dan skala upah. Dua poin terpenting diantaranya: pertama, struktur dan skala upah wajib disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Kedua, struktur dan skala upah wajib diberitahukan kepada seluruh pekerja/buruh. Bagi perusahaan dan/atau pengusaha yang tidak menyusun struktur dan skala upah serta tidak memberitahukan struktur dan skala upah kepada pekerja/buruh, maka akan dikenai sanksi administratif.

Isu yang paling ramai dibincangkan publik pengusaha dan pekerja dalam hal ini adalah soal formula perhitungan upah minimum. Terjadi dua dikotomi yang hampir mustahil tercipta konsensus. Di satu sisi, pekerja/buruh hampir selalu menuntut upah minimum yang tinggi. Di sisi lain, perusahaan dan pengusaha acap kali juga bisa disebut selalu menjadikan upah minimum sebagai standar upah yang berlaku di perusahaan tanpa mempertimbangkan masa kerja dan status pekerja seperti masih lajang atau sudah berkeluarga.

KKN 136 UMM Adakan Penyuluhan Pemanfaatan Serbuk Kayu

Menurut kajian Bank Indonesia (2013) dalam Kajian Ekonomi Regional terdapat risiko tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang signifikan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dampak kenaikan upah minimum terhadap kenaikan harga jual cenderung terjadi di industri alat angkutan dan mesin, industri makanan dan minuman, serta industri tekstil dan alas kaki.

Disamping itu, Bank Indonesia mencatat hal lain yang perlu dicermati terkait kenaikan upah yaitu meningkatnya disparitas upah minimum antar daerah yang berpotensi mendorong migrasi penduduk dan beralihnya tenaga kerja di sektor primer ke sektor tersier yang tingkat upahnya lebih tinggi.  Selain disparitas upah minimum terjadi fenomena dimana Surat Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum direvisi kembali akibat tuntutan kalangan tertentu.

Di beberapa daerah terjadi walaupun secara riil upah minimum naik, akan tetapi secara diam-diam tanpa keributan yang berarti pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan menyepakati upah minimum dibayarkan lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan gubernur. Berdasarkan fakta-fakta empiris di atas, maka formula perhitungan upah minimum menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi.

Melalui PP ini, upah minimum yang akan ditetapkan adalah upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat  produk domestik bruto tahun berjalan. Dengan penetapan upah minimum dengan formula yang realistis diharapkan membawa manfaat sebagai berikut: pertama, setiap tahun upah minimum akan naik secara proporsional terhadap kenaikan beberapa besaran makro ekonomi.

Kedua, variasi kenaikan upah minimum antar wilayah akan dapat terjelaskan, sehingga rasa ketidakadilan antar wilayah dapat dihilangkan. Ketiga, bersifat transparan, akuntabel dan adil, sehingga diharapkan dapat menurunkan tingkat kerawanan sosial.  Dan terakhir, Karena bersifat dapat diprediksi maka pengusaha dapat melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan dengan tepat.

Upaya sungguh-sungguh Pemerintah menjembatani kepentingan pengusaha dan perusahaan serta kepentingan pekerja/buruh melalui deregulasi peraturan patut memperoleh dukungan penuh dari beragam pemangku kepentingan. PP 78/2015 adalah kebijakan yang berupaya memberi kepastian bagi pengusaha dan pekerja, para pemangku kepentingan kunci perlu saling bersinergi dan bekerjasama dalam kapasitasnya masing-masing. (Tulisan ini dikirim oleh Muhamad Iksan, Jakarta)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016