Surat Ketujuh untuk Mutiara Hidupku

Ilustrasi surat.
Sumber :

VIVA.co.id – Jogja, 9 Februari 2016. Untuk mutiara hidupku, Anna Novita Fransiska di Peraduan Surga. Istriku sayang, tahun ini adalah tahun kedelapan kepergianmu. Hari ini, delapan tahun yang lalu, kamu pergi meninggalkanku. Kepergian yang menyisakan duka berkepanjangan, dan hingga kini masih membekas di dadaku. Duka itu An, ah rasanya bukan lagi duka yang kuderita, melainkan rindu. Ya, rindu itu An, hanya bisa kuobati dengan cara ini, menulis surat kepadamu. Dan ini adalah surat ketujuh yang mampu kutulis sejak kepergianmu.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

An, roda waktu terus bergulir dengan begitu pongahnya. Seakan ingin melumat habis segala ingatanku tentangmu. Oh, andai saja ia tahu, betapa ia tak akan pernah bisa menghapusnya. Sebab aku yakin, tak akan ada yang bisa menghapus kenangan. Waktu hanya bisa mempertemukan dan memisahkan. Waktu hanya bisa menjadi jarak. Bukan penghapus ingatan. Waktu juga tak akan dapat mengalahkan kekuatan cinta yang ingin senantiasa mengingat. Aku sungguh meyakini itu.

Sayang, di tahun kedelapan ini aku telah merasa lebih baik. Beberapa rencana hidup yang pernah kuutarakan padamu, satu per satu telah berhasil kuselesaikan. Aku telah diwisuda empat bulan yang lalu. Bapak ibuku datang ke Jogja dengan penuh rasa bangga dan bahagia. Keluargaku yang lain, meskipun tidak ikut menghadiri upacara wisudaku, mereka juga ikut berbahagia. Begitu juga dengan sahabat-sahabat dan teman-temanku. Mereka seakan tak percaya dengan keberhasilanku menyelesaikan kuliah, tentu setelah menyaksikan betapa terpuruknya aku selepas kepergianmu.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Kini aku resmi bergelar sarjana, sayang. Aku bahagia dan bangga sekali. Aku berharap kamu pun demikian. Oh iya, mereka menitipkan pesan terimakasihnya padamu. Karena mereka tahu dan yakin kamulah satu-satunya penyemangatku dalam menunaikan janji-janji itu. Sebagaimana aku, ingatan mereka tentangmu juga masih begitu lekat. Aku juga yakin, jauh di lubuk hatinya mereka sangat merindukanmu. Sekarang kamu percaya kan kalau orang baik itu akan selalu abadi?

Kabar baik lain, dua atau tiga bulan lagi buku pertamaku juga akan segera terbit. Hanya ada tiga nama yang kusebut dalam halaman persembahan buku itu. Pertama, yakni Tuhan yang karena cinta dan kasihnya yang begitu besar sehingga segera mengangkatmu, membebaskanmu dari rasa sakit yang sungguh kejam itu. Nama kedua tentu kamu, sosok wanita yang begitu teguh dan lapang hati dalam menghadapi takdir hingga kamu berhasil menjadi perempuan yang sempurna. Sedangkan nama ketiga, pasti kamu sudah tahu. Ya, kamu benar, anak kita yang kini dalam pelukanmu. Sudah seberapa besar dia sekarang? Aku sering membayangkan, kini ia telah tumbuh sebagai sesosok malaikat kecil dengan sayap di punggungnya.

Jadi Dewa Mabuk Sehari

Sampaikan padanya semua kabar baik dariku An, aku sangat merindukannya. Aku janji, sebelum buku itu diluncurkan, aku akan terlebih dahulu menulis surat kedelapan untuk kalian dan akan kusertakan pula buku itu. Aku ingin kalianlah yang menjadi pembaca pertama buku pertamaku. Kamu bersediakan, sayang? Bukan cuma itu, aku masih punya kabar baik lagi. Narkoba dan alkohol yang selama ini menyanderaku, telah berhasil aku tinggalkan. Kini aku merasa telah menjadi manusia yang normal, sayang. Seperti yang kamu dan keluargaku inginkan.

Hmmmm, kuberitahu kamu satu hal lagi ya, semoga kamu tambah senang mendengarnya. Kini aku sudah menjadi seorang jurnalis sebuah media cetak di kota ini. Cita-citaku telah berhasil kurengkuh, An. Aku benar-benar senang. Di kantor, aku mendapatkan tugas tambahan. Sepekan sekali, aku harus menyeleksi surat cinta yang masuk untuk ditayangkan di rubrik Surat Minggu. Ketika memilih-milih surat itulah, ingatanku tentangmu semakin kuat. Surat-surat itu membuat kerinduanku semakin menggelora. Itulah yang juga kemudian membuat gairah hidupku semakin membaik.

Aku kian bersemangat untuk menyelesaikan tugas-tugasku di dunia ini. Sehingga jika waktu itu telah tiba, tiada lagi beban yang harus kutanggung. Dan aku dapat segera menemui kalian di alam sana dengan langkah yang ringan, dengan wujud dan hati yang sempurna. Sebab aku percaya, hanya orang-orang yang telah sempurnalah yang akan diangkat oleh Tuhan. Sebagaimana kalian, dua mutiaraku yang terlebih dahulu menjadi sempurna.

Dan setelah itu sayang, kita dapat melanjutkan kisah cinta keluarga kita yang tertunda. Nantikan aku di sana ya, An. Nantikan ayah datang ya, nak. Salam dari laki-laki yang selalu mencintai kalian, Darul Azis. (Cerita ini dikirim oleh Darul Azis, Yogyakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya