Kemakmuran Ekonomi Tanpa Riba di Bumi Pertiwi

Ilustrasi krisis ekonomi
Sumber :

VIVA.co.id – Beberapa tahun belakangan ini, negara kita (Indonesia) mengalami pelemahan dari sektor ekonomi. Hal itu mulai saya amati dari beberapa dampak yang timbul akhir-akhir ini. Mulai dari melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar dan menurunnya daya beli masyarakat karena harga barang-barang yang semakin mahal. Hal ini akibat inflasi yang selalu meningkat setiap tahunnya, sampai berakibat meningkatnya angka kriminalitas yang ditimbulkan masyarakat baik kalangan atas maupun bawah.

Demokrat: Pembengkakan Defisit Bisa Akibatkan Gagal Fiskal

Dari dampak tersebut saya mulai mengamati tentang apa yang sebenarnya terjadi pada tanah air saya. Lalu karena seringnya memikirkan hal tersebut hingga akhirnya muncul dalam benak saya beberapa pertanyaan, seperti “Mengapa perekonomian di negara ini semakin hari semakin melemah?” “Mengapa negeri ini masih jauh dari kata makmur dan sejahtera?” “Apa mungkin karena sistem bunga atau riba yang telah diharamkan oleh Allah, tetapi malah dijalankan oleh pemerintahan di negeri ini?”

Kemudian dari beberapa pertanyaan yang timbul inilah, saya selalu mencoba mencari jawaban untuk mengungkap segala pertanyaan yang ada di benak saya tersebut. Saya mulai mencoba menggali jawaban dari sumber ilmu yang utama, yakni Alquran. Di situlah awal saya menemukan jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut, tepatnya pada penggalan surat Ar-rum ayat 39, yang artinya “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia bertambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah”.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Menurut pandangan umum kebanyakan manusia, pinjaman dengan ribawi atau yang sekarang popular dengan istilah “bunga” akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat yang tertanam hampir pada setiap orang, baik itu para ekonom, praktisi, maupun pemerintah. Karena itu tidak aneh jika para pejabat dan para direktur perbankan seringkali bangga untuk melaporkan jumlah kredit dana yang dikucurkan kepada pengusaha kecil atau UMKM sekian puluh trilliun rupiah.

Begitulah pandangan dan keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan instrumen bunga. Itulah pandangan manusia yang seringkali terbatas. Pandangan umum di atas telah dibantah oleh Allah dalam Alquran surat Ar-rum ayat 39 tadi. Ayat ini menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat, adil, dan makmur.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Pandangan Alquran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia pada umumnya. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat. Sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang. Mengapa Allah mengatakan pinjaman kredit dengan sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi? Di sinilah keterbatasan akal (pemikiran) sebagian besar manusia. Mereka hanya memandang secara dangkal, kasat mata, dan material (zahir) belaka.

Dari sinilah muncul konsep meta ekonomi Islam, yaitu sebuah pandangan ekonomi yang berada di luar akal material manusia yang dangkal. Dalam ayat tersebut menerangkan bahwa Alquran membicarakan riba (bunga) dalam dalam konteks ekonomi makro, bukan hanya ekonomi mikro. Bahkan sisi ekonomi makro jauh lebih besar. Kesalahan manusia kapitalis adalah menempatkan dan membahas riba dalam konteks ekonomi mikro semata.

Membicarakan riba dalam konteks ekonomi makro adalah mengkaji dampak riba terhadap ekonomi masyarakat secara agregat (menyeluruh), bukan individu atau perusahaan (institusi). Sedangkan membicarakan riba dalam lingkup mikro adalah membahas riba hanya dari sisi hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. Biasanya yang dibahas berapa persen bunga yang harus dibayar oleh si A atau perusahaan Y selaku debitur kepada kreditur. Juga, apakah bunga yang dibayar debitur sifatnya memberatkan atau menguntungkan. Ini disebut kajian dari perspektif ekonomi mikro.

Padahal dalam ayat Alquran menyoroti praktek riba yang telah sistemik, yaitu riba yang telah menjadi sistem di mana-mana bahkan sudah banyak berlaku di negeri ini. Riba yang telah menjadi instrumen ekonomi, sebagaimana yang diyakini para penganut sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalis ini, bunga bank (interest rate) merupakan jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari perekonomian yang luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga perdagangan internasional. Jika riba telah menjadi sistem yang mapan dan telah mengkristal sedemikian kuatnya, maka sistem itu akan dapat menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian secara luas.

Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian. Beberapa fakta yang saya pelajari dari dampak-dampak yang ditimbulkan oleh sistem bunga (riba), di antaranya yaitu:

1. Krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini.

2. Kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia semakin terjadi secara konstan, sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

3. Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi, dan terciptanya pengangguran. Semakin tinggi suku bunga maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun, produksi juga akan menurun.

4. Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan asumsi ceteris paribus.

5. Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan apalagi bersama pokoknya.

6. Dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga berdampak terhadap pengurasan dana APBN.

Dengan fakta-fakta tersebut maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa, dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka lanjutan ayat tersebut pada ayat ke 41 berbunyi, “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada mereka akibat dari sebagian perilaku mereka. Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan Allah.”

Konteks ayat ini sebenarnya berkaitan dengan dampak sistem moneter ribawi (bunga) yang dijalankan oleh manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kemakmuran. Maka dari sinilah terjawab sudah pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak saya. Dan saya juga menyimpulkan bahwa selama sistem moneter ribawi atau yang biasa disebut bunga masih terus diterapkan di negeri ini, kemungkinan harapan untuk menjadi negara maju dengan masyarakat yang makmur dan sejahtera hanyalah impian belaka.

Saya berharap pemerintah, para menteri, anggota DPR, dan para tokoh-tokoh masyarakat di negeri ini dapat bersatu untuk bersama-sama membangun sistem perekonomian yang bebas dari unsur bunga (ribawi). Serta mewujudkan perekonomian yang maju tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga masyarakat dapat hidup dengan adil, makmur, dan sejahtera. (Tulisan ini dikirim oleh Basori Alwi, Surabaya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya