Mencari Inspirasi di Tanah Melayu, Siak Sri Indrapura

Aku yang sedang mencari inspirasi.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Bagi orang-orang yang tidak mau berusaha, berjuang, dan tidak mau melakukan sesuatu hal karena sudah berpikir kalau mereka akan gagal dengan apa yang telah mereka lakukan, maka mereka tidak akan pernah mau mencari inspirasi jika sudah kehabisan akal dalam berkarya. Inspirasi bisa datang dan bisa didapatkan di mana saja dan kapan saja. Sudah kehabisan akal, ide, gagasan, bahasan, dan inspirasi untuk menulis sebuah cerita, aku pun memutuskan untuk mencari semua itu di sebuah kota kecil yang bernama Siak Sri Indrapura.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Sudah terlalu sering aku pergi ke kota kecil dengan mayoritas warganya yang menggunakan bahasa Melayu ini, sangat sangat sering. Setidaknya sudah tidak bisa dihitung dalam jumlah jari tangan ataupun jari kaki. Di kota kecil yang nyaris dikelilingi sungai ini, aku berusaha mencari inspirasi sekaligus mencari hiburan setelah selama 6 bulan ini aku terlalu sibuk menghabiskan waktu di depan notebook untuk menulis, menulis, dan menulis tanpa mengenal lelah.

Terakhir kali aku mengunjungi Kota Siak sekitar 6 bulan yang lalu, tepatnya ketika sedang libur UTS di kampus. Aku sempatkan ke Kota Siak waktu itu karena memang aku ingin bertemu dengan teman lamaku. Lalu setelah kembali lagi ke Pekanbaru, aku tidak pernah lagi ke Kota Siak karena kesibukanku menulis naskah untuk dijadikan sebuah novel. Untuk apa jauh-jauh datang ke sana kalau di sini sudah ada perpustakaan kota dan Gramedia, bodoh kau tuh!” begitu kata temanku.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Tidak aku pikirkan kata-kata yang keluar dari mulutnya itu. Aku pergi dengan tekad jika aku kembali lagi ke Pekanbaru, aku bisa menemukan sebuah inspirasi berupa gagasan, ide, dan bahasan yang bisa dijadikan sebuah novel ataupun artikel nantinya. Di perpustakaan memang banyak buku, Gramedia pun juga banyak, namun aku ingin mendapatkan ide tersebut secara nyata, bukan secara lisan.

Aku habiskan waktu dengan berkeliling Kota Siak bersama saudaraku. Sambil melihat-lihat pemandangan sungai, merasakan angin yang sepoi-sepoi, dan duduk bersama saudaraku dan teman-temannya sambil ditemani lagu-lagu dari petikan gitar yang dimainkan oleh mereka. Jika aku tidak pergi ke kota kecil yang bernama Siak tersebut, mungkin aku tidak akan bisa merasakan yang namanya “mencari inspirasi yang sebenarnya”.

Jadi Dewa Mabuk Sehari

Biarlah aku dibilang bodoh oleh temanku, dibilang hanya membuang-buang uang, membuang-buang waktu, dan lebih mementingkan kepentingan sendiri daripada orang lain. Apa peduliku kepada temanku yang tidak mau mendukungku dalam mencari sebuah inspirasi untuk selalu berkarya, agar bisa memotivasi seseorang yang membaca karya tulisanku tersebut nantinya.

Seratus lima puluh ribu rupiah yang aku habiskan dalam waktu satu hari satu malam tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan inspirasi yang aku dapatkan. Dan sebagai bonusnya, aku bisa bertemu kembali bersama keluarga-keluargaku yang tinggal di sana. Aku juga bisa bertemu dengan saudara-saudara yang sebaya dan seumuran denganku di sana.

Daripada aku duduk termenung, meratapi nasibku yang masih belum jelas mau menjadi apa nantinya, lebih baik aku berusaha untuk selalu berkarya dalam menulis. Menjadi seorang penulis yang bekerja tanpa harus mengenal apel pagi, jam istirahat, jam makan siang, jam pulang, dan lembur di malam hari.

Nasibku mungkin masih belum jelas mau menjadi apa. Bisa saja aku menjadi seorang kuli bangunan, pemulung, penjual nasi goreng, satpam, office boy, pelayan kafe, atau apa pun itu. Yang jelas, merampok toko emas tidak termasuk di dalamnya. Yang jelas, aku ingin bekerja hanya dengan bermodalkan inspirasi, kreativitas, keahlian, dan kemampuanku dalam menulis sebuah cerita. (Cerita ini dikirim oleh Ridhoadhaarie)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya