Allah Sebaik-baiknya Penjaga Kita

Ilustrasi Allah SWT.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Beberapa hari yang lalu, Sulung pulang terlambat lagi. Jam dua belas malam. Tanpa izin setelah tarawih. Saya marah, mengomel, dan tidak terima dengan penjelasannya bahwa ia kerja bakti mengecat lapangan. Saya marah, itu biasa. Sama seperti ibu-ibu yang lain. Sama resahnya seperti ibu yang lain juga. Anak pulang terlambat, yang terpikir adalah berita di koran. Tentang anak remaja yang melakukan kejahatan seksual.

Pergilah Dinda Cintaku

Bungsu terlambat. Yang ada di benak adalah tingkah laku anak sekarang yang tidak sesuai dengan umurnya. Saya dan ibu-ibu yang lainnya akan selalu resah. Resah untuk apa saja. Kita takut anak melakukan kesalahan fatal. Kita takut anak melakukan kejahatan. Kita takut anak menjadi sosok yang menjadi pembicaraan buruk di lingkungan. Bahkan kita takut anak kita akan menjadi seburuk-buruknya umat.

Tarik napas panjang, saya marah tapi tidak pernah main tangan. Anak-anak di rumah juga paham itu. Saya marah, tapi saya akan menjelaskan kenapa itu terjadi. Saya marah dan akhirnya introspeksi lalu menggelar sajadah untuk curhat semua keresahan saya. Tarik napas panjang mungkin itu yang dulu dilakukan oleh orang tua saya. Memiliki delapan anak dengan delapan karakter berbeda dan masalah yang berbeda. Resah? Pasti.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Tapi kesibukan mengurus delapan anak, mencari rezeki yang halal untuk biaya hidup dan biaya sekolah semuanya, waktu untuk resah jadi berkurang. Bahkan mungkin hilang. Pagi sudah sibuk dan malamnya butuh istirahat. Televisi dan radio jadi penghibur, tapi televisi dan radio di masa lalu menghadirkan sandiwara radio dan film-film yang tidak membuat mereka jadi takut akan kejahatan.

Sekarang, anak saya hanya dua. Waktu saya panjang. Panjang untuk melakukan apa saja, termasuk membaca berita dan menelitinya. Sayangnya isi berita berputar dari itu ke itu saja. Kalau bukan berita kriminal pasti berita tentang kenakalan remaja. Serahkan pada Allah. Zaman dulu pasti ada kejahatan, sama seperti zaman sekarang.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Saya pernah hampir diculik oleh seseorang. Saya juga pernah mendapatkan pelecehan seksual di bus kota. Saya juga pernah melihat teman terkena pelecehan seksual kondektur bus. Saya bahkan pernah pulang jam dua malam dari suatu kota, hanya bersama tukang becak, melewati areal kuburan ratusan meter. Kalau mau melakukan kejahatan sebenarnya bisa saja tukang becak itu. Tapi tenyata saya terjaga.

Saya merenung panjang. Tarik napas dalam-dalam. Ada yang salah dengan pikiran saya sebagai orang tua. Ada yang harus dibenahi. Maka saya memandangi Sulung saya. Lelaki usia 14 tahun. Dia sudah remaja, punya dunia sendiri. Mulai belajar terbang. Saya tidak mungkin memintanya untuk terus-menerus di rumah. Menahannya untuk tidak main dan lain sebagainya. Dia butuh tahu dunia luar. Dan saya butuh sadar bahwa selama kami menjaga Allah maka Allah akan menjaganya.

Hadist Arbain no 19 saya pikirkan, “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya, jika suatu umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun, kecuali apa yang Allah tetapkan bagimu. Dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu atas sesuatu, niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.”

Dulu orang tua saya pasti khawatir. Delapan anak harus dipikirkan nasibnya. Tapi semuanya baik-baik saja, tidak ada yang macam-macam. Apa yang dilakukan orang tua saya? Bapak sebagai imam setiap malam sejak saya kecil hingga akhir hidupnya setahun kemarin, selalu melaksanakan tahajud. Bahkan sebulan sebelum meninggal dalam keadaan berbaring, bapak masih melakukan tahajud. Ketika waktunya dhuha juga seperti itu.

Ibu lurus sebagai ibu rumah tangga. Melakukan aktivitas ibu rumah tangga total. Tanpa punya keinginan macam-macam. Fokus dan rela berputar dalam urusan rumah tangga itu yang jarang dijumpai pada zaman sekarang ini. Keduanya berkolaborasi sehingga Allah menjaga saya dan saudara yang lain dari kejahatan yang ada. Kami boleh bergaul dengan siapa saja. Teman saya beragam.

Saya punya teman yang jahat, juga yang baik. Teman yang terjerumus narkoba, juga yang bersih dari narkoba. Teman yang hamil dan punya anak di luar nikah, tapi orang tuanya tidak tahu padahal mereka tinggal di satu kota. Sampai teman yang tidak pernah kenal lawan jenis sampai akhirnya ia menikah. Dan semuanya membuat wawasan saya terbuka, prinsip saya semakin kuat. Itu semua saya yakin karena kolaborasi kedua orang tua saya melakukan tugas terbaiknya sebagai orang tua.

Allah sebaik-baiknya penjaga. Bodyguard untuk anak saya. Saya pandangi dua anak yang sudah remaja. Hidup mereka masih panjang. Dunia mereka masih luas. Mereka bisa bertemu dengan orang baik juga orang jahat. Tapi inti masalahnya adalah saya harus yakin dan percaya, bahwa salat saya dan pasangan juga anak-anak akan membuat mereka terjaga. Sedekah, dhuha, dan tahajud kami akan membuat mereka terjaga. “Ibu, besok aku mau main.” ucapnya. “Tetap ada aturannya. Pulangnya jangan pakai malam. Ingat waktu salat,” pesanku.

Iya, tetap harus ada aturannya. Mereka harus tetap salat, harus tetap membaca Alquran. Dan saya yakin dengan cara itu penjagaan Allah akan optimal kepada mereka. Saya tidak mau resah lagi. Ada orang baik dan ada orang jahat. Yang penting kita menularkan kebaikan kita sehingga orang-orang akan mengikuti kebaikan itu. Yang penting kita menjaga lingkungan kita sehingga mereka juga terjaga menjaga anak-anaknya sama seperti kita. Hidup ini sederhana dan tidak rumit seperti berita kriminal di televisi. Ada Allah. Ada penjagaan untuk setiap hamba yang mau dekat dengan-Nya. (Tulisan ini dikirim oleh Norah)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya