Menanti KPI yang Berwibawa untuk Kemajuan Pendidikan

Ilustrasi menonton televisi.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Pendidikan memiliki peran strategis dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), yang pada akhirnya akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Bangsa dengan masyarakat yang berpendidikan baik akan jauh lebih berpeluang maju dan sejahtera dibanding bangsa yang pendidikan rakyatnya rendah.

KPI Mata-matai Netflix dan YouTube, Bekraf: Edukasi Orangtuanya Juga

Memajukan pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) dan pikiran (intelektual dan tubuh anak), dan kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. (Ki Hajar Dewantara, 1977:14).

Pembentukan karakter selain dilakukan melalui pendidikan formal juga ditentukan oleh kondisi sehari-hari dan lingkungan sekitar. Salah satu yang sangat memengaruhi pembentukan karakter adalah informasi yang bertebaran yang diterima peserta didik.

Kualitas Berita TV Lokal Masih di Bawah Standar KPI

Perkembangan penyiaran di Indonesia baik penyiaran televisi maupun penyiaran radio sangat pesat. Perkembangan ini di satu sisi sangat menggembirakan, karena tersedia banyak alternatif bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi. Tapi di sisi lain ternyata perkembangan ini juga sangat mengkhawatirkan. Karena banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan media penyiaran yang bisa membawa dampak buruk bagi pembentukan karakter anak.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat berbagai bentuk pelanggaran oleh lembaga penyiaran pada tahun 2012. Yang paling mengkhawatirkan adalah pelanggaran pada perlindungan anak dan remaja (76 pelanggaran), kesopanan dan kesusilaan (70 pelanggaran), dan diikuti dengan pelanggaran yang mengeksploitasi seks (46 pelanggaran), penggolongan program siaran (34 pelanggaran), dan ketentuan iklan (20 pelanggaran).

Pergilah Dinda Cintaku

Kuantitas pelanggaran yang tinggi dalam bentuk pelanggaran terhadap anak dan remaja mendorong KPI untuk memberikan tema tahun 2013 sebagai “Tahun Perlindungan Bagi Anak dan Remaja”. Pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran dari tahun ke tahun juga terus meningkat.

Berdasarkan data sanksi yang diberikan KPI pada tahun 2015, ada total 266 sanksi yang diberikan kepada lembaga penyiaran, meningkat hampir 45 persen dari tahun 2014 yang berjumlah 184 sanksi. Dari data sanksi tersebut dapat juga dilihat bahwa sanksi yang paling sering dijatuhkan KPI terhadap pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) adalah sanksi berupa teguran. Sanksi penghentian program sementara dan pembatasan durasi sangat jarang dijatuhkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mendukung keberhasilan dan kemajuan pendidikan diperlukan penegakkan aturan yang tegas oleh KPI. Tentunya melalui pengawasan yang ketat terhadap konten siaran dari lembaga penyiaran yang harus berpedoman pada P3 & SPS. Kewibawaan KPI akan didapat jika komisionernya mampu menegakkan aturan dengan tegas sesuai dengan perundangan dan pedoman perilaku yang diatur dalam P3 & SPS.

Selain itu, komisioner haruslah menguasai segala hal terkait penyiaran. Terutama dalam perkembangan teknologi penyiaran yang sangat pesat menuju penyiaran digital. Beberapa hal yang dapat dilakukan Komisioner KPI agar lembaga KPI berwibawa dan dapat berkontribusi nyata dalam kemajuan pendidikan di Indonesia, antar lain:

• Melakukan pencegahan agar lembaga penyiaran tidak melakukan pelanggaran P3 & SPS, dengan cara mensosialisasikan terus-menerus aturan dan pedoman yang ada, serta menegaskan sanksi yang dapat dijatuhkan atas pelanggaran P3 & SPS.

• Melakukan penindakan dengan menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap lembaga penyiaran yang menyiarkan konten acara yang merugikan perkembangan pendidikan karakter anak.

• Memberdayakan masyarakat atas hak mereka untuk mendapat siaran yang positif dan bermanfaat, melalui berbagai macam sosialisasi dengan memanfaatkan keberadaan KPID di seluruh Indonesia.

• Mendorong KPI dan KPID bekerjasama dengan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi dalam menemukan alat/teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengawasi dan membatasi konten siaran sesuai usia anak.

• Memperkuat kerjasama KPI dan KPID dengan lembaga/instansi, Ormas, dan LSM di pusat dan daerah untuk berperan serta dalam pengawasan konten penyiaran.

Selain itu, ke depan pemilihan komisioner KPI dan KPID daerah harus dapat dipastikan terjaga jaraknya dengan kepentingan pemilik media dan juga unsur-unsur politis dalam penentuan calon Komisioner KPI/KPID.

Indepedensi dan kemandirian komisioner KPI/KPID akan menjadi penentu kebehasilan KPI/KPID dalam menjalankan tugas sesuai yang diamanatkan perundangan dan menjadi harapan masyarakat konsumen media penyiaran Indonesia.

Tidak kalah pentingnya, komisioner haruslah yang cukup memahami tidak hanya regulasi dan sekitar masalah sosial terkait penyiaran, tapi juga harus memahami perkembangan teknologi penyiaran dengan segala bentuknya. (Tulisan ini dikirim oleh Ferry Koto, Dewan Pendidikan Surabaya)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya