Falsafah Hidup ala Haruki Murakami

Haruki Murakami
Sumber :

VIVA.co.id – Tahukah Anda beberapa karya terkenal seperti A Wild Sheep Chase, Norwegian Wood, Kafka on the Shore, 1Q84, What I Talk About When I Talk About Running? Kalau tidak tahu, coba cek sebentar di google. Kalau sudah tahu, itu adalah beberapa karya yang ditulis oleh penulis kontemporer Jepang, Haruki Murakami.

Pergilah Dinda Cintaku

Pada usia 33 tahun, Haruki Murakami menutup klub Jazz-nya dan mantap untuk fokus menulis sebagai seorang novelis. Gaya penulisan Murakami banyak dipengaruhi oleh literatur barat yang dipelajarinya sejak kecil.

Dari beberapa banyak karyanya yang menceritakan tentang fantasi, cinta, kehilangan, kesendirian, dan rasa depresi, ternyata apabila dipikirkan secara mendalam ini mengajarkan para penikmat karyanya tentang falsafah hidup baru dalam memahami hidup. Falsafah hidup baru yang mungkin tidak terpikirkan  sebelumnya atau mungkin dilupakan.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Berikut beberapa falsafah hidup dalam salah satu karyanya yang berjudul What I Talk About When I Talk About Running yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menurut pemahaman saya:

1. Rasa sakit itu tidak terelakkan, penderitaan adalah sebuah pilihan.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Maksudnya di sini, dalam hidup rasa jenuh, lelah, ingin menyerah, marah, sedih dalam menghadapi permasalahan hidup adalah hal yang wajar dan pasti terjadi. Tergantung bagaimana sikap kita menjalaninya. Apakah akan mengeluh atau mencoba bertahan sampai mendapatkan hasil yang diinginkan. Jadi, pilihan ada di tangan masing-masing.

2. Tingkatkan kualitas diri agar jadi lebih baik dari hari ke hari.

Untuk menjadi pribadi sukses dan berkualitas, asahlah terus apa yang menjadi bakat atau talenta kita. Tetapkan standar untuk pencapaian setiap harinya. Usahakan untuk mencapai standar yang kita tetapkan setiap hari atau justru melampauinya. Jangan cepat puas dengan kemampuan diri sendiri. Tingkatkan terus kemampuan diri dan tetaplah rendah hati.

3. Hubungan sosial itu penting dalam menjalin relasi.

Tipe kepribadian masing-masing individu berbeda-beda. Ada yang introvert, ekstrovert, atau kombinasi keduanya,,ambivert. Tipe kepribadian apapun itu pasti tidak ada yang mau sendirian, karena kita adalah makhluk sosial yang butuh interaksi. Menjalin pertemanan dengan berbeda suku, pemikiran, latar belakang, agama, dan lain-lain, akan membuka wawasan menjadi lebih luas. Dengan begitu, kita akan menemukan sudut pandang/pemahaman baru yang nantinya berguna ketika menghadapi permasalahan dalam hidup.

4. Jangan lupa, ciptakanlah ‘Me Time’.

Setiap hari kita dihadapkan pada banyak permasalahan hidup. Berbagai rutinitas harian yang menyita energi. Entah berat atau ringan. Masing-masing ujian hidup membawa hikmah di dalamnya. Sibuk dengan segala pernak-pernik kehidupan jangan lupa untuk menyediakan waktu bagi diri sendiri untuk introspeksi diri. Keluar sejenak dari rutinitas harian dan keriuhan sekitar. Memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depannya.

5. Pahami gaya belajar masing-masing.

Gaya belajar masing-masing individu berbeda-beda. Pahami gaya belajar diri sendiri. Apakah gaya belajar kita gaya belajar secara visual (penglihatan), auditorial (pendengaran), atau kinestetik (sentuhan). Jangan kehilangan semangat apabila orang di sekeliling kurang memahami gaya belajar kita. Buatlah nyaman diri kita sendiri dulu, lama kelamaan mereka pun akan mengerti kita.

Contohnya, Haruki Murakami adalah tipe pembelajar secara visual. Gaya belajar seperti ini, belajar berdasarkan pengalaman yang harus dilihat dan dialami sendiri. Selangkah demi selangkah dijalani, hingga mencapai pemahaman yang nantinya akan diyakininya. Terkadang membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai pemahaman itu. Tapi itulah diri sebenarnya seorang Haruki Murakami. Setiap gaya belajar mempunyai plus minusnya masing-masing. Jadi, jangan patah semangat!

6. Fokuslah dalam mengerjakan apapun.

Banyak individu berbakat ada di dunia ini. Ada yang sukses mengasah bakat mereka, ada yang tidak. Banyak faktor yang menyebabkan terhambatnya kesuksesan. Salah satunya, mungkin terkendala kurang memfokuskan usaha atau kerja kerasnya. Untuk bisa mengasah bakat atau talenta, kita harus fokus pada salah satu bidang. Setelah bidang yang digeluti sudah mahir, tingkatkan kemampuan kita, atau mungkin bisa mengasah bakat di bidang lainnya. Usahakan untuk menghindari hal-hal yang mungkin akan mempengaruhi fokus kita.

7. Menjaga kesehatan

Menjaga tubuh untuk selalu sehat adalah hal yang wajib. Setidaknya itu cara bersyukur atas nikmat Tuhan yang telah memberikan nikmat sehat kepada kita. Luangkanlah waktu untuk berolahraga. Pilihlah olahraga yang cocok dengan waktu dan kepribadian kita. Contohnya, Haruki Murakami, berolahraga lari karena sesuai dengan waktunya, bisa dilakukan kapan saja dan sesuai dengan kepribadiannya yang introvert. Berlari baginya adalah  salah satu ‘Me Time-nya. Menyingkir sejenak dari keriuhan hidup untuk sementara waktu. Itu adalah kesempatannya untuk mengintrospeksi diri.

Itulah beberapa falsafah hidup ala Haruki Murakami yang dipaparkan di tulisannya kali ini. Mungkin beberapa sudah umum atau mungkin terlupakan dari pemikiran kita. Saya hanya mengambil beberapa saja dari karya memoarnya ini.

Gaya penulisannya hampir sama ketika menulis fiksi. Khas Haruki Murakami. Bercerita ngalor ngidul tapi ditekankan pada satu poin tertentu. Hanya saja lebih personal. Bila penasaran, silakan saja baca karya Haruki Murakami ini. Rasakan semesta alam pikirannya sebagai seorang novelis dan sebagai manusia biasa pada umumnya. (Tulisan ini dikirim oleh Sulastri Wigiyanti, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya