Ibu, Kaulah Malaikat Tanpa Sayap

Ibuku, malaikat tanpa sayap.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Ibu adalah malaikat tanpa sayap yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita. Ibu adalah orang yang melahirkan aku ke dunia ini. Ibu mengasuh dan mendidik aku sejak kecil hingga bahkan dewasa dengan penuh kasih sayang dan kerja keras. Seorang pahlawan tanpa balas jasa dan hanya inginkan yang terbaik untuk aku.

'Kisah Cinta Ibu' Momen Spesial Ungkapan Kasih Sayang Sambut Hari Ibu

Ya, dialah ibuku. Sosok penuh dengan kehangatan yang selalu tersenyum dan memelukku di saat dunia tak menginginkanku. Ibuku bernama Sesilia Sihotang. Lahir di Tapanuli Utara, 10 Mei 1963. Ibuku selalu dipanggil dengan sebutan ibu Sesil. Ibuku merupakan anak pertama dari 8 bersaudara. Ibuku mempunyai ayah yang bekerja sebagai PNS, sedangkan ibunya bekerja mengelola warung makanan di Jakarta.

Walaupun ibuku lahir dari kalangan keluarga yang bisa dikatakan mampu, namun ibuku dididik oleh ayahnya untuk tidak manja dan tidak berharap dengan kemampuan ekonomi orangtuanya. Ibu hanya menjajaki jenjang pendidikan sampai SMA, dikarenakan ibu lebih memilih untuk membantu usaha warung ibunya yang sempat jatuh bangkrut. Ketika ibu membantu usaha warung makanan ibunya, di situlah ibu dan ayahku bertemu untuk pertama kalinya.

Phoebe Rayakan Hari Valentine dengan Merilis Lagu

Warung makanan tersebut berada di dekat Universitas Atmajaya. Dan ayahku adalah mahasiswa di Universitas Atmajaya tersebut. Ayahku sering makan di warung makanan ibu, dan akhirnya ibu dan ayah pun mulai saling mengenal satu sama lain. Bisa dikatakan ibuku mempunyai paras yang cukup menarik untuk memikat hati para lelaki. Walaupun ibu memiliki badan yang cukup besar, namun kecantikan wajahnya tidak tertutupi oleh postur tubuhnya.

Ibu mempunyai rambut yang hitam dengan panjang sebahu dan wajah yang merah. Serta mempunyai lesung pipi yang menambah manis wajahnya tersebut. Ayah merupakan salah satu lelaki yang terpikat oleh kecantikan ibuku. Akhirnya, ayah dan ibuku memutuskan untuk menikah. Namun sayang, tidak seindah yang ibu dan ayah harapkan. Keinginan mereka untuk menikah sempat ditolak oleh kakek dari pihak ibuku.

Kisah Ibu Disabilitas Riding 1.400 Km Demi Anak Saat Lockdown Corona

Karena ayah adalah seorang anak yatim piatu, dan ayah ketika itu belum lulus kuliahnya. Walaupun ayah sudah bekerja sebagai pegawai di Penerbit Erlangga, namun hal itu tidak meyakinkan kakek untuk mengizinkan ayah menikah dengan ibuku. Hingga akhirnya ayah memutuskan untuk lebih meyakinkan kakek bahwa beliau akan menjaga dan selalu akan membuat ibu bahagia.

Setelah berbagai cara dilakukan ayah dan ibu untuk meyakinkan kakek, akhirnya hati kakek luluh dan merestui pernikahan ayah dan ibuku. Ibu Sesil kini mempunyai empat orang anak. Ibu tidak melanjutkan lagi untuk membantu usaha warung makanan milik nenek karena warung tersebut telah tutup. Dan ibu tidak diizinkan oleh ayah untuk mencari pekerjaan, karena ayah ingin ibu selalu ada buat keluarga setiap saat.

Ibu saya seorang yang sederhana. Kegiatan sehari-harinya hanya sebagai ibu rumah tangga. Sebagai seorang ibu rumah tangga, keseharian ibu amat sibuk. Setiap pagi, ibu akan bangun awal untuk menyiapkan sarapan. Sesudah masak, ibu mengantarkan aku dan adikku untuk berangkat ke sekolah. Ibu selalu sabar dalam menghadapi kami anak anaknya walaupun kami sering nakal bahkan sering mengecewakan ibu.

Setelah lebih 30 tahun menikah dengan ayah, tepat tanggal 12 Oktober 2014 ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Raut sedih dan kekecewaan terlihat jelas di mata ibuku. Sudah 2 tahun ibuku menjadi seorang single parent. Aku sangat bangga dengan ibuku yang bisa menjadi ibu sekaligus ayah untuk anak-anaknya.

Ibuku menjalankan bisnis dan meneruskan usaha angkot milik ayahku, hingga anak-anaknya tetap dapat melanjutkan pendidikan. Walupun kadang ibuku suka berkata, “Mama kadang capek Ka, seperti ini. Mama kadang tidak sanggup untuk melewati semua ini. Kenapa rencana Tuhan begini? Apakah mama punya salah, Ka?” dengan air mata yang berlinang di pipinya. Aku dengan sigap memeluk ibuku ketika dia merasa tidak kuat untuk menjalankan kehidupan ini. Aku merasa kalau aku saja belum tentu sanggup untuk menjalankan apa yang dialami oleh ibuku.

“Hidup ini butuh perjuangan, Nak. Peluh dan ketabahan kita setiap detik akan selalu dihargai oleh Tuhan. Dan ibu yakin suatu saat perjuangan keras kita ini akan mendapatkan balasan yang setimpal atau malah lebih. Namun, apapun keadaannya kita harus selalu bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Dan ingat, Ibu selalu tulus melakukan ini semua untuk anak-anak Ibu.” Itulah kata-kata yang selalu ibu ucapkan kepada kami anak-anaknya dengan suaranya yang penuh dengan keyakinan dan ketulusan hati.

Ibu juga berpesan kepada kami bahwa dia tidak butuh penghargaan atas suksesnya membesarkan kami. Ibu tidak butuh rumah mewah dengan harta berlimpah sebagai hadiah dari kami anak-anaknya. Tapi saat kami dewasa, ibu hanya ingin kami anak-anaknya selalu memberikan kasih sayang dan perhatian kepadanya. Menelepon ibu saat jauh, mendengar cerita bahagia kami, dan selalu mendoakan ibu. Dialah malaikatku. (Tulisan ini dikirim oleh Shinta Clara Fau, mahasiswa Fikom, Universitas Pancasila)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya