Dalam Doa Mama

Mamaku tak mengenal lelah membantu keluarga.
Sumber :

VIVA.co.id – Kademi, begitulah nama lengkap perempuan yang sangat berharga di hidupku. Ia lahir di Jember, Jawa Timur, 11 Agustus 1976. Mamaku anak ketiga dari 4 bersaudara dengan 1 saudara laki-laki dan 2 saudara perempuan.

Pergilah Dinda Cintaku

Tidak terasa 20 tahun berjalan begitu cepat. Menginjak kepala dua di usiaku sekarang ini, aku dibesarkan oleh mama yang luar biasa hebatnya. Mama adalah sosok wanita yang tegar dalam menghadapi segala masalah. Tidak pernah lelah untuk mendidik dan merawat anak-anaknya. Dia bahkan tidak peduli seberapa lelah dan seberapa banyak keringat yang ia cucurkan hanya untuk membahagiakan anak-anaknya.

Mama bukan tipe wanita yang suka bermanja-manja pada suami. Bukan tipe yang selalu bergantung pada papaku. Bukan pula tipe wanita yang hanya bersantai-santai di rumah. Tapi mama adalah wanita pekerja keras yang selalu menyempatkan waktu dengan kesibukkan apapun. Tentunya kesibukkan untuk membantu papa mencari nafkah dan rezeki untuk menghidupi anak-anaknya.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Mamaku adalah wanita karier. Ia bekerja sebagai karyawan swasta bagian quality control di Diamond. Setiap Senin sampai Jumat, mama selalu pergi ke kantor. Berangkat pagi, pulang malam. Tapi, mama masih menyempatkan waktunya untuk membangunkan aku, adik-adikku, dan papaku. Lalu menyiapkan sarapan untuk kami semua. Mama tidak pernah mengeluh sedikit pun. Meski tak dapat dipungkiri setiap aku melihat raut wajahnya yang terlihat lelah ketika sampai di rumah.

Mama menikah dengan papa sudah berjalan 20 tahun seperti usiaku. Ketika pertama kali mereka bertemu, saat itu mama sedang bermain dengan temannya di sekitar tempat tinggal papa di daerah Pancoran. Waktu itu mama mengontrak dengan budeku tak jauh dari tempat tinggal papa.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Bisa dibilang cinta pada pandangan pertama. Saat itu papa langsung mengajak mama berkenalan. Dan tak lama menjalin hubungan, papa langsung melamar mama. Mereka menikah pada tanggal 12 Desember 1995.

Setiap malam selalu kudapatkan mama tengah berdoa dalam salat tahajudnya. Bahkan aku sempat melihat airmata menetes di pipinya. Entahlah, aku tak tahu pasti apa yang tengah didoakan mama. Yang pasti dia tengah mendoakan anak-anaknya agar kelak menjadi anak yang berguna dan bisa membahagiakan orangtuanya. Mama juga tidak pernah berhenti untuk selalu mengingatkanku tentang kewajibanku sebagai seorang muslim, salat lima waktu.

Aku sendiri tahu bahwa yang diinginkan mama hanyalah satu. Yaitu bisa melihat anak-anaknya kelak berbahagia dengan sebongkah harapan yang dapat dicapainya. Dan ketika aku melihat mama, hanya doa dalam hati yang dapat kupersembahkan. Doa ini tulus untuk mama. Seperti mama yang tidak pernah lupa untuk mendoakan aku. Di mana ada mama, aku yakin, di situ pula tersimpan doa-doa sederhana yang akan indah pada waktunya. (Tulisan ini dikirim oleh Putri Adilah, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Pancasila, Jakarta)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya