Bertahan Hidup Tanpa Bantuan Orangtua

Ilustrasi anak berbakti pada orangtua.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Hari itu aku sedang dalam keadaan kesusahan. Isi dompetku tidak ada isinya. Kalaupun ada, itupun isinya hanya surat-surat penting seperti KTP, fotokopi kartu keluarga, kartu tanda mahasiswa yang masih aku simpan walaupun sudah tidak menjadi mahasiswa lagi, dan kertas-kertas lainnya. Tidak lupa pula kartu ATM milik orangtuaku yang masih aku pegang sampai sekarang.

Enggan Mudik Lantaran Belum Merasa Jadi 'Orang'? Begini Jawaban Habib Jafar

Awalnya kartu ATM itu milik orangtuaku yang aku pakai karena kebutuhanku untuk kuliah. Aku tinggal di rumah kakek, tapi semenjak nenekku jatuh sakit aku harus bertahan hidup tanpa harus mengharapkan uang dari nenekku. Nenek yang selalu memberiku uang saku, tapi karena nenek sakit ia tidak dapat memberiku uang saku lagi. Karena itulah ayahku memberiku uang kiriman setiap minggunya yang bisa aku ambil lewat ATM itu.

Karena sekarang aku sudah tidak kuliah lagi, maka aku tidak terlalu mengharapkan uang dari orangtuaku lagi. Tidak ada lagi uang kiriman, tidak ada lagi uang saku untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Sekarang semuanya harus aku penuhi dengan bekerja sendiri. Pekerjaan apapun akan aku lakukan. Demi kehidupanku untuk di masa yang akan datang.

5 Keutamaan Sholat Subuh, Memperoleh Berkah di Awal Hari

Walaupun terkadang aku masih sering meminta kepada orangtuaku kalau sedang butuh-butuhnya. Tidak sering memang, karena sesekali saja aku masih segan dan malu untuk meminta. Walaupun tidak sering, terkadang kedua orangtuaku datang untuk melihatku di rumah kakek, sekaligus untuk melihat bagaimana keadaan kakekku. Begitu juga aku. Aku sesekali datang ke rumah orangtuaku yang cukup jauh dari rumah kakek. Aku datang hanya sekadar menanyakan bagaimana kabar dan kesehatan kedua orangtuaku. Terkadang bercerita dengan mereka tentang pekerjaanku.

Kedua orangtuaku tidak berharap aku bisa bekerja di perkantoran lagi. Mereka yang dulunya menginginkan aku menjadi seorang PNS, sekarang telah memberikan aku kebebasan memilih. Mereka memberikanku kebebasan memilih pekerjaan. Apa pun itu yang penting aku senang, rajin, giat dan serius menjalaninya. Berapa jumlah gajiku, mereka pun tidak terlalu mementingkan berapa jumlahnya. Yang penting aku sudah memiliki penghasilan tetap.

Lewat Buku ARAH: Asa Rasa dan Karya Hati, Cicilia Nina Ajak Pembaca Punya Tujuan Hidup yang Jelas

Sejauh ini pun aku sudah bekerja, walaupun bisa dibilang sama halnya seperti kerja serabutan. Penghasilan per hari yang tidak banyak. Paling-paling hanya cukup untuk menghidupi kehidupanku saja, tidak kehidupan mereka. Yang mereka pikirkan saat ini hanyalah aku dan semua usahaku untuk meraih kesuksesan.

Aku dulu sering dikekang oleh mereka. Diatur-atur dan selalu dituntut untuk memenuhi keinginan mereka. Baik itu dalam hal pelajaran, pergaulan, dan bahkan pekerjaan. Tapi kini kekangan mereka berubah menjadi sebuah kebebasan yang mengharapkan aku untuk hidup mandiri. Hidup tanpa harus meminta-minta lagi kepada mereka.

Aku memang sudah dewasa. Sudah seharusnya aku bisa hidup mandiri tanpa bantuan orangtuaku. Walaupun banyak yang beranggapan kalau aku ini bodoh, karena terlalu naif dengan berpikiran bisa meraih sukses tanpa bantuan orangtua. Namun, dengan doa kedua orangtuaku dan disertai usaha dan perjuanganku, aku yakin aku pasti bisa! (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya