Pesona Industri Kecantikan Korea

Nana salah satu wanita cantik Korea.
Sumber :
  • Dok.After School

VIVA.co.id – Belum lama ini pimpinan sebuah universitas negeri di Seoul didemo oleh para mahasiswa karena penampilannya yang buruk. Secara terang-terangan para mahasiswa mengaku malu dan minta ia mundur. Penampilan fisik menjadi tolak ukur dalam melihat sosok seorang tokoh publik, bahkan dalam dunia pendidikan.

Pergilah Dinda Cintaku

Hal seperti ini lumrah terjadi di Korea Selatan, terutama Seoul yang merupakan ibukota Negara, pusat bisnis dan keuangan, markas perusahaan multinasional dari Samsung, LG dan Lotte Group. Para pimpinan dan CEO perusahaan dituntut memiliki penampilan layaknya model. Masyarakat Korea percaya hal itu akan mendatangkan masa depan yang baik bagi organisasi atau perusahaan yang mereka pimpin.

Itulah salah satu nilai kultural baru masyarakat Korea modern. Negara dengan 51 persen penduduk (yang mengaku) atheis ini percaya bahwa nasib baik ditentukan oleh penampilan fisik. Perubahan kultural ini dibawa oleh arus baru anak muda Korea. Paradigma hidup mereka mulai beralih, meninggalkan sikap dan cara hidup orang tua mereka yang terlalu spartan, pekerja keras dan hemat.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Arus baru kaum muda Korea mungkin tidak atau belum sepenuhnya meninggalkan semua itu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa “dewa” dan “dewi” baru di kalangan mereka sejak beberapa tahun terakhir adalah sosok dengan wajah yang menawan, kulit yang flawless, dengan badan ramping.

Berangkat dari paradigma itu, industri operasi plastik kian bersinar di Negeri Ginseng ini. Sejak 2009, remaja perempuan beramai-ramai melakukan operasi eyelid, jenis operasi yang paling laris di Korea. Ini dikarenakan kebanyakan orang Korea memiliki mata monolid sehingga terkesan mengantuk, lesu dan sedih. Dengan memiliki kelopak mata atau double eyelid diyakini nasibnya akan berubah dan urusan mencari pekerjaan pun menjadi lebih mudah.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Fenomena ini tentu saja angin segar bagi industri bedah kosmetik di sana. Dengan segala modernisasi dan inovasi mutakhir di dunia cosmetics surgery, industri ini pun meningkat tajam. Tercatat tahun 2014 saja terdapat 980.000 prosedur rekonstruksi wajah. Tidak hanya mengubah bagian-bagian wajah tetapi hingga ke bentuk rahang. Bahkan, budaya terkini para orang tua di Korea dalam memberikan kado ulang tahun ke-17 kepada anak-anak mereka bukan lagi  dalam bentuk benda, uang atau saham. Melainkan dalam menanggung biaya perawatan wajah, termasuk operasi kosmetik.

Generasi senior Korea pun tidak sepenuhnya terbebas dari arus kultural baru ini. Mereka turut menikmati kehadiran zaman ini melalui operasi anti aging. Tak tanggung-tanggung, operasi ini mampu mengubah wanita atau pria berumur 60 tahun menjadi 20 tahun lebih muda!

Berkembangnya fenomena rekonstruksi wajah di Korea, disertai pula dengan kemajuan industri perawatan kulit. Berdasarkan data dari Korea Customs Service pada 2015, Korea Selatan mengekspor lebih dari USD 2,64 miliar (sekitar Rp 30 triliun) barang jenis kosmetik. Nilai tersebut meningkat dari 2012 yang hanya sebesar USD 1 miliar dan 2014 sebesar USD 1,91 miliar.

Pasar ekspor terbesar bagi produk kecantikan Korea, atau sering disebut K-beauty adalah Amerika Serikat. Popularitas itu berawal dari diluncurkannya BB Cream pada 2011. Meskipun produk gabungan antara moisturizer dan foundation ini sudah digunakan oleh para wanita Korea selama bertahun-tahun, BB Cream masih tergolong baru bagi masyarakat AS.

Begitu booming-nya, bahkan pasar BB Cream secara individual di AS pada 2014 nilainya mencapai USD 164 juta. Sejak diluncurkan di Korea, produsen kosmetik di seluruh dunia termasuk Indonesia tak mau ketinggalan untuk membuat produk BB Cream versi masing-masing.

Meningkatnya popularitas serial televisi Korea dan musik K-Pop (Korean Pop) menjadi nilai tambah bagi industri kecantikan Korea. Kebiasaan para bintang merawat diri menggunakan produk yang berasal dari negaranya menjadi ajang promosi di kancah internasional. Karena itu, kosmetik Korea menjadi sangat populer di negara-negara yang menggandrungi industri hiburan Korea, salah satunya Tiongkok. Berdasarkan artikel yang ditulis KBS (Korean Broadcasting System), tujuh dari sepuluh turis Tiongkok membeli kosmetik Korea.

Babak baru industri kosmetik Korea juga dibuktikan melalui cerminan pergerakan harga saham Amorepacific, produsen kosmetik ternama Etude dan Laneige yang mampu menunjukkan kenaikan signifikan sejak 2012, masa-masa awal saat demam K-Pop mendunia. Kinerja saham Amorepacific meningkat hingga lima kali lipat pada periode tersebut. Performa harga saham Amorepacific bahkan mampu melebihi kinerja kosmetik dunia sekelas Loreal, Paris, yang telah berdiri sejak 1909 dan Revlon, Amerika Serikat, yang berdiri sejak 1932. 

Grafis pergerakan saham produk kosmetik Korea.

Dengan menggunakan formula alami dan organik, Korea cerdas mengibarkan branding sebagai produk yang cinta lingkungan dan tidak berbahaya jika digunakan secara terus menerus. Lendir bekicot, rumput laut, dan ginseng adalah bahan-bahan dasar yang acapkali ada dalam ramuan bahan dasarnya.

Tak mengherankan industri kecantikan Korea kian digandrungi yang membuat pertumbuhannya pada 2016 (year-on-year) mencapai 5,8 persen. Melampaui Amerika Serikat (3,9 persen) dan Inggris (2,1 persen). Pencapaian ini ditopang oleh pengguna dari kalangan remaja perempuan usia 18-29 tahun di Tiongkok, Hongkong, Taiwan dan Singapura.

Saingan terdekatnya, Jepang yang selama ini memimpin industri perawatan kulit dan kosmetik di pasar Asia, jauh tertinggal. Di Korea Selatan, gerai SK II merek perawatan kulit asal Jepang yang telah mendunia bahkan banyak yang tutup. Di Seoul tinggal satu gerai tersisa, itupun di Dongwha Duty Free, tempat para turis berbelanja. Di berbagai negara Asia lainnya, termasuk Jakarta, SK II “menurunkan” gengsinya dengan membagi-bagikan contoh produk, langkah yang selama ini tak pernah dilakukan.

Di luar itu semua, penting untuk dicatat, kecintaan pada tanah air dan kebanggaan rakyat Korea Selatan untuk menggunakan produk-produk dalam negeri, menjadi katalisator ampuh bagi melejitnya industri kecantikan dan fashion di sana. Etos ini pula yang membuat negeri ini bisa bangkit dengan cepat dari keterpurukan krisis ekonomi pada 1998 silam. Bagaimana dengan Indonesia? Anda cinta produk buatan dalam negeri? (Tulisan ini dikirim oleh Nastiti S. Lestari, News Presenter dan Tenaga Ahli DPR RI, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya