Perlukah Itinerary Saat Traveling?

Trip menuju Kawah Ijen.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Beberapa pekan belakangan ini saya disibukkan dengan menyusun itinerary rombongan tur yang akan berangkat ke beberapa objek wisata seperti, Bali, Bangkok, Singapura dll. Masing-masing grup punya keinginan yang berbeda-beda akan itinerary. Sebagai seorang traveler dan juga pemilik travel agent, saya sangat familier dengan sebutan itinerary atau bisa disebut dengan agenda atau aktivitas selama tur atau trip berlangsung.

Transformasi Pengalaman Traveling: Kolaborasi Garuda Indonesia dan UOB dalam Lifestyle & Pariwisata

Kebanyakan rombongan tur ingin memiliki itinerary yang full time, alias selama perjalanan jadwalnya harus padat tanpa memikirkan kondisi, suasana, dan keadaan di lokasi tujuan. Realitanya, banyak agenda yang sudah ditulis di itinerary terpaksa dilewatkan karena keterbatasan waktu yang tidak memungkinkan menuju lokasi yang hendak dituju. Salah satu penyebabnya adalah faktor alam dan keadaan lalu lintas alias macet.

Ada yang mengomel, ada juga yang santai saja ketika harus membatalkan salah satu itinerary. Jika ditanya, apakah saya orang yang bergantung dengan itinerary saat traveling? Jawabnya, tidak! Justru setiap kali traveling, saya lebih suka ‘acak’ alias pergi ke mana yang saya suka. Misalnya, saya traveling ke sebuah negara atau kota yang belum pernah saya kunjungi. Sebelum ke negara atau kota tersebut, saya pasti searching, googling atau apalah sebutannya untuk mencari info tempat-tempat yang recommended untuk dikunjungi dan saya catat di note smartphone.

Gak Perlu Ribet Lagi! Traveling ke Bali Kini Makin Dipermudah

Setelah tiba di negara atau kota tujuan, saya akan mendatangi lokasi yang paling recommended tadi. Jika lokasi tersebut membuat saya jatuh hati, saya akan betah berlama-lama di situ. Mungkin bisa menghabiskan seharian penuh di lokasi tersebut. Mulai dari duduk-duduk di kedai kopi, baca buku, atau ngobrol dengan penduduk sekitar. Ya, setidaknya saya mencari tahu, kenapa tempat ini begitu banyak disukai. Sejarah apa di balik semua itu.

Pokoknya tidak hanya jepret-jepret kemudian kabur. It’s not me! Kecuali, lokasi tersebut sangat membosankan dan tidak menarik. Saya akan lebih memilih mendatangi destinasi berikutnya dan mencari tahu hal-hal menarik dari lokasi tersebut. Jika ternyata menarik, saya akan betah berlama-lama dan sebaliknya.

300 Ribu Wisatawan Indonesia Diprediksi Bakal Kunjungi Korea di 2024, Ini Kata KTO

Saya paling tidak suka mendatangi sebuah lokasi hanya untuk sekadar numpang foto-foto narsis sebanyak-banyaknya dan kemudian dengan gerak cepat mempostingnya di sosmed dan tidak lupa mencantumkan lokasi. Tapi ketika ditanya tentang lokasi tersebut otak blank.

Banyak teman saya punya tipikal yang seperti itu. Sangat bergantung dengan itinerary yang tujuannya ingin bisa mendatangi semua lokasi hanya untuk sekadar foto-foto berlatar belakang objek wisata tersebut. Terkesan sangat terburu-buru, bukan?

Bagi saya, mereka memang mendapat apa yang mereka inginkan. Tapi, sesungguhnya mereka tidak menikmati momen. Sorry to say, kalau saya menyebutnya bukan traveler, tapi selfie seeker. Jika memang kita butuh itinerary saat liburan, itu sah-sah saja. Tapi, jangan sampai itinerary memperbudak kamu atau membatasi gerak gerikmu. Anggaplah Itinerary sebagai reminder saja.

JIka saat itu kamu belum bisa mencapai apa yang ada di dalam itinerary, jangan sedih. Masih ada hari esok atau mungkin liburan berikutnya dimana kamu bisa menjelajahi lokasi yang belum kamu kunjungi itu. Jangan sampai liburan kamu menjadi berantakan hanya gara-gara mood kamu kacau hanya gara-gara itinerary.

Lagi-lagi, pengalaman yang pernah saya alami saat membawa rombongan tur. Saking terfokus pada itinerary, ketika mereka baru tiba di lokasi tujuan, baru saja turun dari bis atau mobil, salah seorang panitia sudah teriak-teriak, “Ingat ya, jatah waktu 30 menit!”. Busyet, ini mau liburan atau jam istirahat anak sekolahan? Bagaimana mungkin bisa menikmati suasana jika waktu yang dijatah cuma 30 menit.

Turun dari mobil saja sudah memakan waktu 15 menit. Belum lagi jalan ke lokasi dan menjelajahi lokasi. Apa kabar tuh itinerary? Akhirnya, jadwal 30 menit yang dikumandangkan molor menjadi 1,5 jam. Karena rombongan yang lain merasa sudah bayar paket tur ini bukan untuk menjalani peraturan yang terlalu ketat. Saya butuh liburan. Buat apa bayar mahal-mahal paket tur kalau tidak bisa menikmati liburan. Nah, loh!

Beberapa poin yang perlu diperhatikan tentang Itinerary, diantaranya itinerary hanyalah sebuah catatan jadwal perjalanan, bukan buku yang wajib dipatuhi dan dijalani. Itinerary tidak bersifat mengikat dan mutlak. Itinerary suatu waktu bisa berubah-ubah sesuai kesepakatan, dan semua yang tertulis di itinerary tidak wajib untuk dikunjungi jika waktu terbatas. (Tulisan ini dikirim oleh baroezy)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya