Utang BUMN Capai Rp5.271 Triliun, Kementerian Klaim Masih Aman

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K
Sumber :
  • Dok. BUMN

VIVA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan utang seluruh perusahaan BUMN per September 2018 telah mencapai Rp5.271 triliun. Sementara aset seluruh BUMN telah mencapai Rp7.718 triliun.

Dengan kondisi tersebut, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K. Ro memastikan kondisi utang BUMN masih dalam kondisi yang aman. 

"Kondisi utang BUMN tersebut masih dalam kondisi yang aman," kata Aloy di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa 4 Desember 2018.

Ia menjelaskan, total utang sebesar Rp5.271 Triliun tersebut sebetulnya didominasi oleh sektor jasa keuangan sebesar Rp3.300 triliun, di mana hampir 75 persennya merupakan dana pihak ketiga (DPK) dari perbankan.

Mengacu kepada data Bursa Efek Indonesia, lanjut Aloy, jika dibandingkan dengan rata-rata industri maka rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) perusahaan BUMN masing-masing sektor masih di bawah rata-rata. 

"Rasio debt to equity BUMN masing-masing sektor masih berada di bawah rata-rata debt to equity industri," ujar Aloy.

Dirincikannya, sektor transportasi, misalnya, rasio DER BUMN adalah sebesar 1,59 kali sementara rata-rata industri berada di posisi 1,96 kali. Sektor energi, BUMN 0,71 kali, sementara rata-rata industri 1,12 kali. Sektor telekomunikasi, DER BUMN di posisi 0,77 kali, sementara industri pada posisi 1,29 kali.

Sedangkan, BUMN perbankan yang sedikit di atas industri yaitu sekitar 6 kali, di mana rata-rata industri sebesar 5,66 kali. Begitu pun dengan sektor properti dan konstruksi, DER BUMN mencapai 2,9 kali sedangkan rata-rata industri sekitar 1,03 kali. 

"Hal tersebut menggambarkan peningkatan ekspansi dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri," ucap Aloy. 

Inovasi pendanaan

Ia melanjutkan, pihaknya terus mendorong BUMN untuk selalu berinovasi dalam mencari pendanaan, dengan tidak terpaku pada pendanaan konvensional yang bersifat utang, seperti utang perbankan. 

"Namun juga yang sifatnya quasi ekuitas, sehingga selain mendapatkan dana segar sekaligus dapat memperkuat struktur permodalan dan neraca BUMN".

Dikatakannya, pihaknya senantiasa mengawasi neraca keuangan BUMN, termasuk ketika mencari pendanaan melalui perbankan dan pasar modal, baik dari pasar domestik maupun global. Pengawasan tersebut dilakukan secara teliti demi menjaga kinerja keuangan yang sehat.

"Berbagai alternatif pendanaan telah dilakukan BUMN seperti Komodo Bonds, Sekuritisasi Aset, Project Bonds, Perpetual Bonds, hingga Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT). Ke depannya masih akan dikembangkan berbagai inovasi-inovasi pendanaan lainnya seperti KIK DINFRA dan masih banyak lainnya," kata Aloy. (lis)