Ombudsman RI Minta Peleburan Kepemimpinan BP Batam Dibatalkan

Diskusi Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan BP Batam
Sumber :
  • VIVA/Arrijal Rachman

VIVA – Ombudsman Republik Indonesia meminta, supaya pemerintahan Presiden Joko Widodo membatalkan peleburan kepemimpinan Badan Pengelolaan Batam atau BP Batam dengan Wali Kota Batam. Disebabkan alasan dualisme di wilayah tersebut tidak ditemukan dalam kajian Ombudsman RI di 2016 hingga 2017.

Komisioner Ombudsman RI, Laode Ide mengungkapkan, pemerintah terlalu terburu-buru dalam memutuskan nasib pengembangan kota Batam yang dikesankan ada dualisme. Padahal menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 sudah sangat jelas pembagian wewenang dua otoritas tersebut.

"Kita berharap Pak Jokowi enggak tergesa-gesa melakukan perubahan ini, karena menyebabkan guncangan investasi. Yang harus dilakukan batalkan rencana peleburan. Kaji dulu, tidak boleh tergesa-gesa," katanya dalam diskusi INDEF di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, Rabu 19 Desember 2018.

Dia beranggapan, pada dasarnya pemerintah dapat melakukan hal yang lebih krusial, yakni menyelesaikan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan UU 53/1999. Dikarenakan PP turunan tersebut sudah 19 tahun tak kunjung selesai dibuat.  

Ciptakan ketidakpastian usaha

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengaku bingung atas keputusan pemerintah yang berusaha menghilangkan dualisme pengembangan Batam dengan cara meleburkan antara Kepemimpinan BP Batam dengan Wali Kota Batam.

Ketua Dewan Pakar bidang Hukum Kadin Batam, Ampuan Situmeang, bahkan tak segan mengatakan keputusan Presiden Jokowi itu, yang keluar setelah rapat terbatas pada Rabu, 12 Desember 2018 lalu, sebagai kebijakan salah tafsir dalam menyelesaikan permasalahan pengembangan Batam sebagai wilayah Free Trade Zone atau FTZ.

"Bukan solusi kewenangan kepemimpinannya yang dualisme itu, ini salah tafsir. Karena Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 membagi jelas urusan yang menetapkan otonomi Batam ini urusan BP selebihnya urusan Pemda," katanya.

Diutarakannya, harapan pengusaha di Batam, pemerintah menyelesaikan PP turunan UU No. 53/1999 itu untuk merinci kewenangan antar dua otoritas itu. Namun PP tersebut tak kunjung selesai. 

"Batam ini sudah 89 kali dibuat rapat. Dari tahun 2000 sudah 59 penelitian, ada 5 konsep RPP, rancangan peraturan pemerintah, jadi jelas enggak beres RPP 19 tahun tak satu pun PP itu keluar. Pertanyaannya mengapa sebegitu lalai pemerintah pusat, apa maunya," ujar dia.

Dia menilai keputusan pemerintah menyelesaikan persoalan dualisme di Batam dengan menyerahkan pengelolaan Batam sepenuhnya ke Wali Kota Batam hanya menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. (zra)