OJK Sebut Layanan Bank Tak Maksimal Alasan Fintech Tumbuh Pesat

Deputi Direktur Pengaturan Fintech OJK, Munawar Kasan.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVA.co.id.

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan memandang, kehadiran jasa keuangan berbasis teknologi digital atau financial technology (fintech), khususnya fintech pembiayaan maupun pembayaran atau fintech landing dan payment di Indonesia, lahir akibat tidak optimalnya jasa keuangan non digital, khususnya perbankan dalam memberikan akses keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Munawar Kasan menjelaskan, karena itu OJK memiliki sikap untuk terus mendorong pengembangan industri fintech di Indonesia. Sebab, fintech lahir dengan semangat menyelesaikan masalah layanan jasa keuangan tersebut.

"Kemajuan dalam bidang teknologi pada layanan industri jasa keuangan menjadi cikal bakal lahirnya fintech yang tidak dapat dihindari. Fintech lahir dengan semangat memberikan kemudahan akses layanan jasa keuangan yang lebih cepat dan lebih mudah," katanya di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu 27 Februari 2019.

Dia mengatakan, ketidakmampuan industri jasa keuangan konvensional untuk memenuhi pemerataan pemberian akses layanan keuangan tersebut, terbukti dari tingginya gap pendanaan di Indonesia. Itu ditegaskannya, memang persoalan yang merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Berdasarkan penelitian terakhir yang di lakukan OJK pada 2016, dikatakannya, gap pendanaan tersebut mencapai Rp988 triliun per tahun. Di mana. kebutuhan pendanaan pada periode itu sebesar Rp1.649 triliun hanya mampu dipenuhi oleh lembaga keuangan sekitar Rp660 triliun.

"Indonesia memiliki masalah keterbatasan akses pada lembaga keuangan, khususnya perbankan. Usaha mikro, kecil, dan menengah tidak semuanya memiliki akses pendanaan kepada perbankan maupun lembaga keuangan lainnya," tegasnya.

Di samping itu, dia menambahkan bahwa aktivitas pendanaan antarprovinsi di Indonesia belum seimbang, di mana 60 persen pendanaan terkonsentrasi di Jawa. Di tambah, rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia yang ditunjukkan sari indeks inklusi keuangan hanya 67,82 persen.

"Akhir tahun ini targetnya 75 persen, artinya 75 persen rakyat Indonesia yang bisa akses 25 persennya ditargetkan belum bisa akses layanan keuangan. Latar belakang inilah kenapa fintech landing dan payment menonjol," tuturnya. (asp)