Tingginya Ongkos Bisnis Maskapai Dinilai Jadi Penyebab Mahalnya Tiket

Ilustrasi penumpang pesawat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aji Styawan

VIVA – Pengamat dari Jaringan Penerbangan Indonesia atau Japri, Gerry Soejatman menjelaskan, masalah mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia saat ini salah satunya disebabkan karena turut mahalnya ongkos bisnis yang harus dikeluarkan oleh pihak maskapai.

"Memang kalau kita lihat beberapa maskapai cost bisnisnya itu terlalu tinggi, di mana kalau misalnya LCC aja ada yang Rp5 sen per kursi kilometer. Harusnya mereka di Rp4-Rp4,5," kata Gerry dalam sebuah diskusi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu 24 April 2019.

"Cuma mereka sekarang sedang menikmati harganya yang seperti ini. Tapi kita harus pikir kenapa harga ini naik," ujarnya.

Gerry coba membandingkan antara maskapai Indonesia dan luar negeri. Dia mengatakan, saat ini ada sebagian harga full service di sejumlah maskapai luar negeri, yang harganya hampir sama dengan harga salah satu layanan LCC di Indonesia.

"Dikomparasi dengan negara lain, biaya salah satu LCC di Indonesia ini hampir sama dengan harga full service maskapai luar. Perbedaannya itu ada di penggunaan teknologi dan efisiensi. Tapi ini akibat dari kebijakan pemerintah seperti misalnya kebijakan soal keselamatan dan operasional," kata Gerry.

Gerry mencontohkan, di Indonesia, apabila pesawat dari sebuah maskapai ingin terbang, maka harus dilakukan major reaction secara face to face di mana si pilot harus baca inbriefing nya.

Selain itu, lanjut Gerry, dalam peraturan yang sama, ada juga ketentuan di mana setiap maskapai harus punya area briefing, yang menurutnya secara perhitungan sangat tidak masuk akal.

"Jadi banyak juga peraturan yang justru ikut menambahkan cost bagi pihak maskapai. Di sisi lain, kita sebagai konsumen selama ini juga terlalu keenakan dengan harga tiket yang murah," kata Gerry.

"Padahal saat kejadian (kecelakaan Lion Air) di Karawang kemarin, sebagian masyarakat bilangnya ya karena (harga tiket) kita kemurahan. Jadi sebenarnya ini salah kolektif dari kita semua," ujarnya.