OJK Beberkan Potensi Bank Wakaf Mikro Tingkatkan Kesejahteraan Umat

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah, Wimboh Santoso, menjabarkan besarnya potensi bank wakaf mikro dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dia menjelaskan, apabila mau mengembangkan seribu bank wakaf mikro, di mana untuk satu bank wakaf mikro diperlukan dana sekitar Rp8 miliar, maka total dana yang diperlukan hanya Rp8 triliun untuk seribu bank wakaf mikro.

Nantinya, setiap satu bank wakaf mikro itu bisa memberikan pinjaman kepada maksimum tiga ribu nasabah, sehingga kalau ada seribu bank wakaf mikro, maka hal itu akan bisa memberikan pembiayaan usaha kepada tiga juta nasabah.

"Sehingga kalau konsepnya kita memberikan pembiayaan, dan misalnya ada para pengupas bawang yang bisa menjadi pedagang bawang, itu kan berarti meningkatkan kesejahteraan dia," kata Wimboh di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin 13 Mei 2019.

"Bayangkan, berarti ada tiga juta penduduk yang bisa ditingkatkan kesejahteraannya dengan dana Rp8 triliun itu," ujarnya.

Meski demikian, Wimboh mengakui bahwa proses pembinaan bagi para bank wakaf mikro dan masyarakat itu memang memerlukan waktu. 

"Karena setiap satu nasabah itu harus kita bina, kita ketemu sekitar lima hari untuk kita tahu konsepsi dan lain sebagainya. Jadi ini memang perlu waktu dan tidak bisa instan," kata Wimboh.

Mengenai sudah berapa besar dana kelolaan bank wakaf mikro yang ada hingga saat ini, Wimboh menjelaskan bahwa kondisinya dari satu bank wakaf mikro yang ada saat ini, total jumlah nasabahnya belum sampai tiga ribu nasabah.

"Paling banyak seribu sekian lah. Ada juga yang masih 200-300an nasabah. Berdirinya kan tidak barengan mereka," ujarnya.

Mengenai tipe masyarakat seperti apa yang bisa disasar sebagai target nasabah bank wakaf mikro tersebut, Wimboh menjelaskan bahwa mereka adalah tipe masyarakat yang selama ini tidak bisa mengakses lembaga keuangan secara formal. Karena, mereka tidak mempunyai izin usaha, agunan, atau bahkan NPWP dan pembukuan keuangan.

Wimboh menegaskan, tipe masyarakat atau pengusaha UMKM seperti ini lah yang selama ini tidak pernah mendapat dukungan dari sektor jasa keuangan, meskipun usaha kecil yang dijalaninya sudah mampu bertahan selama puluhan tahun.

"Padahal masyarakat itu misalnya sudah ada yang berpuluh-puluh tahun berusaha di bidang informal, yang tanpa sentuhan atau support dari sektor jasa keuangan, sehingga dia dapat bantuan sosial. Tapi kan itu tidak cukup," kata Wimboh.

"Justru masyarakat seperti ini lah yang harus kita bina, supaya mereka dengan skill-nya bisa menjadi besar dan bisa mendapat kesejahteraan yang lebih baik. Jadi kalau misalnya dia tukang bakso, setidaknya bakso yang dijual akan semakin banyak karena modalnya bertambah," ujarnya.