BI Perkenalkan Lima Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Bank Indonesia telah menyiapkan visi yang diharapkan dapat mendukung perkembangan ekonomi dan keuangan digital ke arah yang lebih kondusif. Hal itu tertuang dalam lima visi Sistem Pembayaran Indonesia atau SPI 2025.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan visi tersebut merupakan respons bank sentral atas perkembangan digitalisasi yang turut mengubah landscape risiko secara signifikan, di samping mendukung berkembangnya sistem ekonomi dan keuangan secara cepat, mudah, efisien dan luas. 

Adapun risiko tersebut yaitu meningkatnya ancaman siber, persaingan monopolistik dan shadow banking yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian moneter, stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran.

"Memiliki opportunity, tapi juga ada destruction. Transformasi digital di mana-mana berefek ke semua industri, tidak ada cara lain selain mengadopsinya karena digital transformation sangat cepat dan memiliki dampak yang dalam," tutur dia di Gedung BI di Jakarta, Senin 27 Mei 2019.

Lima visi yang dia jabarkan yaitu, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.

Kemudian, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan. 

Lalu, menjamin interlink antara fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital seperti Application Programming Interface atau API, kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan. 

Menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer and Anti-Money Laundering or Combating the Financing of Terrorism, kewajiban keterbukaan untuk data, informasi, bisnis publik, dan penerapan reg-tech & sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan. 

Terakhir, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.

"Kita harus imbangi inovasi tersebut dengan stabilitas moneter dan finansial. Ini peran kita mengimbanginya. Kita percaya bahwa bank sentral memiliki peran penting dari digital economy and finance transformation," tegas Perry. (ren)