Jarak Rumah dengan Sekolah Bukan Petimbangan Utama Pembeli Properti

Ilustrasi perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/R Rekotomo

VIVA – Kebijakan pemerintah menerapkan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah-sekolah negeri menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebab dalam sistem zonasi, pertimbangan utama pihak sekolah untuk menerima calon peserta didik adalah kedekatan jarak antara sekolah dengan rumah. 

Kebijakan baru ini cukup membuat kontroversi ini karena selama ini masyarakat selalu memilih sekolah favorit bagi anak mereka, tanpa mempertimbangkan kedekatan jarak tempat tinggal dengan sekolah. 

Fakta tersebut terungkap dari hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1 2019. Di mana dari 5 besar faktor pertimbangan dalam membeli properti, kedekatan jarak rumah ke sekolah tidak menjadi pertimbangan utama. 

Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan menjelaskan, mengacu pada hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1 2019, jarak rumah dengan moda transportasi lebih penting bagi responden ketimbang jarak ke sekolah. Sebanyak 76 persen responden mengungkapkan hal itu.  

Kemudian disusul dengan jarak ke tempat kerja, kedekatan ke sarana kesehatan, masing-masing sebesar 47 persen dan 43 persen. 

Kedekatan jarak antara rumah dengan sekolah belum menjadi pertimbangan utama karena sistem zonasi sekolah baru diterapkan setahun terakhir ini. Sehingga orang tua bisa bebas menyekolahkan anaknya di sekolah yang selama ini favorit tanpa harus memiliki kedekatan jarak dengan sekolah tersebut. 

“Pertimbangan jarak dan lingkungan yang menjadi pertimbangan utama tersebut berkaitan dengan kelompok usia responden yang berencana membeli rumah dalam enam bulan ke depan, yakni usia 21-39 tahun. Mereka belum terlalu memikirkan pendidikan lanjutan bagi anak-anak mereka untuk jenjang SMP dan SMA sehingga kedekatan rumah dengan sarana pendidikan belum termasuk jadi pertimbangan utama,” kata Ike dikutip dari keterangan resminya, Kamis 28 Juni 2019. 

Kebijakan sistem zonasi saat ini terutama diterapkan untuk sekolah negeri jenjang SMP dan SMA. Sehingga jika melihat perjalanan hidup seseorang secara umum, kebijakan ini memang baru akan berdampak ketika mereka berusia 35-40 tahun ke atas dan memiliki anak usia sekolah tingkat lanjut. 

Dengan pertimbangan tersebut lanjutnya, ada dua hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah ini. Pertama yang wajib dilakukan adalah mempelajari area rumah baru tersebut. Sangat dianjurkan untuk melakukan pengecekan mengenai rencana tata kota daerah yang bersangkutan. 

Hal kedua yang perlu dipertimbangkan adalah seseorang tidak harus tinggal di rumah yang sama seumur hidupnya. Mereka bisa mempertimbangkan untuk melakukan upgrade atau pindah rumah pada saat membutuhkannya. 

Dalam kasus ini, ketika anak-anak sudah berusia sekitar 9-10 tahun, mereka bisa upgrade atau pindah ke daerah di mana sekolah incaran tersebut berada. Dengan demikian, orang tua anak bisa mengurus sesuai prosedur yang berlaku bila sistem zonasi sekolah tetap diberlakukan. 

Anak-anak pun bisa beradaptasi dulu dengan lingkungan barunya sebelum memutuskan sekolah mana yang nantinya akan diambil.  

“Harus diakui, kebijakan zonasi sekolah akan memengaruhi industri properti karena bisa memicu kebutuhan akan hunian di sekolah-sekolah yang selama ini menjadi favorit masyarakat. Dengan memiliki hunian di dekat sekolah pilihan akan memudahkan para penghuninya mendapatkan akses pendidikan terbaik,” tambahnya.