Pemerintah Waspadai Dampak Kemarau ke Tekanan Inflasi 2019

Persawahan yang mengalami kekeringan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

VIVA – Pemerintah mulai menaruh perhatian kuat terhadap kondisi kemarau yang terjadi di Indonesia saat ini. Musim kemarau yang lebih kering tahun ini, diperkirakan bakal memengaruhi tingkat inflasi pada 2019.

Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, usai menghadiri rapat tingkat tinggi (High Level Meeting/HLM) Tim Pengendali Inflasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu 10 Juli 2019.

"(Rapat) antisipasi kemarau panjang. Kalau kemarau panjang, kan larinya ke produksi pangan," jelas dia.

Menurut Bambang, kekeringan tidak biasa yang terjadi pada tahun ini, memang bakal memengaruhi angka inflasi secara signifikan. Itu, karena tanaman pangan bakal tidak berproduksi dengan baik, sehingga memengaruhi besaran pasokan yang kemungkinan belum bisa memenuhi permintaan. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas pangan yang tercakup dalam harga-harga bergejolak memang menjadi komponen penyumbang inflasi terbesar. 

Pada Juni 2019, andil komponen harga bergejolak terhadap inflasi mencapai 0,35 persen, jauh di atas komponen inflasi inti sebesar 0,22 persen dan komponen harga diatur pemerintah yang sumbang deflasi sebesar 0,02 persen.

"Komponen inflasi kita kan yang paling besar pangan bergejolak. Jadi, kita harus benar-benar antisipasi musim kekeringan yang mungkin agak di luar kebiasaan," tegas dia.

Sebagai informasi, Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, sejumlah wilayah di Indonesia diprediksi akan mengalami kekeringan. Wilayah yang terprediksi mengalami kekeringan di antaranya Sumedang, Gunung Kidul, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, Tuban, Pasuruan, dan Pamekasan. 

"Berdasarkan hasil monitoring HTH (Hari Tanpa Hujan) hingga tanggal 30 Juni 2019, terdapat potensi kekeringan meteorologis (iklim) di sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara dengan kriteria panjang hingga ekstrim," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, Kamis lalu, 4 Juli 2019.

Dari hasil analisis BMKG, teridentifikasi adanya potensi kekeringan meteorologis yang tersebar di sejumlah wilayah, yakni untuk status awas yang telah mengalami HTH lebih dari 61 hari dan prakiraan curah hujan rendah kurang  20 mm dalam 10 hari mendatang dengan peluang lebih dari 70 persen. 

Wilayah itu di antaranya, Jawa Barat, yaitu Bekasi, Karawang dan Indramayu. Jawa Tengah terdiri dari Karanganyar, Klaten, Magelang, Purworejo, Rembang, Semarang, Semarang, dan Wonogiri, dan sebagian besar Jawa Timur. (asp)