Jokowi Harus Terbitkan Perppu Selamatkan Perusahaan Tambang Batu Bara

Pengamat Hukum Pertambangan, Ahmad Redi. (tengah).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Presiden Joko Widodo dinilai harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menyelamatkan operasional sejumlah perusahaan tambang batu bara. Sebab, kepastian hukum perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) sejumlah perusahaan sangat tergantung pada keputusan Presiden tersebut. 

Saat ini, terdapat tujuh perusahaan yang akan berakhir PKP2B-nya di rentang 2019-2025. Di antaranya PT Tanito Harum pada tahun ini, PT Arutmin Indonesia pada tahun 2020, PT Kaltim Prima Coal pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2023 dan PT Berau Coal pada 2025.

Pengamat Hukum Pertambangan sekaligus Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute, Ahmad Redi, mengatakan, pemerintah khususnya Kementerian ESDM harus mengambil pelajaran dengan kejadian perpanjangan PKP2B PT Tanito Harum melalui perubahan ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berujung masalah. 

Masalah perubahan PKP2B ke IUPK itu terjadi lantaran tidak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). 

"Ini juga tidak konsisten, Menteri ESDM mengeluarkan IUPK-nya Tanito Harum kemudian langsung dibatalkan," kata Redi di Jakarta, Rabu 10 Juli 2019.

Saat ini perusahaan tersebut berhenti beroperasi karena pemberian IUPK tidak sesuai dengan Undang-undang Minerba. Meskipun dinilai tidak memengaruhi produksi batu bara nasional, dia mengaku sangat menyayangkan, karyawan dari Tanito Harum akhirnya dirugikan karena tidak lagi bekerja. Selain pendapatan asli daerah juga berkurang. 

"Andaikan itu dikaji, kan Tanito Harum mengajukan (perpanjangan) dua tahun yang lalu sebenarnya. Dua tahun lalu sebenarnya bisa, misalnya mendesak Perppu, meminta DPR untuk membahas secara cepat RUU-nya kan bisa dilakukan oleh Pemerintah oleh Kementerian ESDM. Nah, ini yang kemudian kesalahan," kata dia. 

Menurutnya tata kelola izin pertambangan di RI ini harus dibenahi yang poin utamanya adalah mengubah UU Minerba tersebut. "Sehingga tidak hanya Tanito Harum. Yang mau habis lagi, ada Adaro, KPC yang mau habis lagi, kalau tidak ada penyelesaian hukumnya ya perusahaan tidak ada kepastian hukum," katanya. 

Tak hanya tujuh perusahaan tambang itu yang risau, lanjut Redi, melainkan PT PLN juga akan kena imbasnya karena pasokan batubara untuk pembangkit listrik PLN terancam akan terganggu. Langkah cepat ditekankannya harus dilakukan melalui Perppu atau juga bisa melalui uji materi ke MK.

"Tapi satu-satunya cara yang dilakukan Presiden untuk mengoreksi Undang-undang adalah membentuk Perppu. Saya kira itu yang harus dipertimbangkan oleh Istana. Itu menurut saya harus diterbitkan," kata dia.