Hadapi Kekeringan, PUPR Tak Berani Jamin Suplai Air Sawah Tadah Hujan

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Hari Suprayogi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyampaikan sejumlah kesiapan atau evaluasi antisipasi dampak Kekeringan di Indonesia. Kekeringan di Indonesia diperkirakan masih akan terjadi dengan titik terendah curah hujan pada Agustus 2019.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Hari Suprayogi mengatakan, wilayah yang relatif kering pada 2019 dibanding 2018 itu adalah Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan dan sebagian Sumatera. Untuk mengantisipasi itu, PUPR memiliki sebanyak 16 waduk utama, dan 75 waduk lainnya. 

Untuk 16 waduk tersebut, dia mengatakan, masyarakat setempat tak perlu khawatir khususnya di daerah irigasi premium. Jika kemarau, lanjut dia, petani harus mau diatur oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) agar menanam padi sesuai dengan suplai air.

"Tapi yang di luar itu, yang irigasinya dari bendung atau free intake, apalagi yang dari tadah hujan, ya itu tidak dijamin. Karena itu tergantung dari curah hujan," kata Hari di kantornya, Jakarta, Jumat 12 Juli 2019.

Sejauh ini, kata dia, laporan kekeringan yang disampaikan petani, rata-rata adalah dari sawah tadah hujan. Beberapa daerah di Jawa saat ini diakui sudah ada yang mulai kekeringan. 

"Saya rasa paling banyak (terdampak kekeringan) adalah tadah hujan sama yang run of river (aliran sungai). Jadi dia hanya andalkan air dari sungai, Kalau sungainya surut ya airnya surut ya," kata dia. 

Menurutnya, pihaknya tidak menjamin untuk wilayah yang berada di luar waduk tersebut. "Tapi kalau dari waduk itu kita menjamin, berani ngomong menjamin," tuturnya.