Pemerintah Ingin Kuasai Pasar Jeruk Dunia Melalui Bujangseta

Kementerian Pertanian RI memperkenalkan Bujangseta untuk tanaman jeruk di Kota Batu.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Kementerian Pertanian menargetkan panen jeruk di Indonesia, bisa dilakukan sepanjang tahun, minimal tujuh kali dalam setahun. Kini, Kementan sedang mengenalkan teknologi baru kepada petani, yakni Bujangseta atau Pembuahan Jeruk Berjenjang Sepanjang Tahun.

Kepala Badan Litbang Kementan, Fadjry Djufry mengatakan, teknologi Bujangseta telah berkembang di pertanian jeruk Banyuwangi. Ada 10 sentra jeruk yang bakal menerapkan Bujangseta, seperti, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Medan, dan Kota Batu di Jawa Timur.

"Paling tidak, 10 sentra yang bakal kita kembangkan dengan Bujangseta. Ini teknologi untuk mengatur, agar buah bisa dipanen lima sampai tujuh kali dalam setahun atau minimal ketersediaan jeruk di Indonesia selama enam bulan," kata Fadjry, Jumat 19 Juli 2019.

Saat ini, produksi jeruk nasional mencapai lebih dari 2,2 juta ton per tahun. Jumlah itu sebenarnya cukup untuk konsumsi masyarakat, karena konsumsi nasional masih di bawah 2,2 juta ton. Namun, permasalahannya adalah buah jeruk di Indonesia hanya dapat dijumpai selama dua bulan saja dalam setahun.

"Itu yang membuat kita membuka keran impor. Karena, panen jeruk di Indonesia itu hanya dua bulan selebihnya masa tanam. Dengan Bujangseta ini, kita bisa memperbanyak hasil panen. Dengan kata lain, kita bisa panen sepanjang tahun," ujar Fadjry.

Fadjry membandingkan, sebelum menggunakan teknologi Bujangseta satu pohon jeruk hanya menghasilkan 30 kilogram jeruk dalam sekali panen. Namun, dengan Bujangseta satu pohon jeruk bisa menghasilkan 80 hingga 100 kilogram jeruk. Dengan begitu, katanya, Indonesia bisa melakukan ekspor dan memenuhi kebutuhan jeruk dunia.

"Kita akan mengatur pada musim kapan jeruk dunia itu tidak ada, selama ini jeruk kita dua bulan saja bertepatan dengan panen raya bersamaan. Jadi, dengan pengaturan ini saat puncak panen jangan dipanenkan di situ. Kita ambil saat musim-musim negara lain tidak ada jeruk, kita buahkan di situ. Kemudian, kita ekspor," tutur Fadjry.

Fadjry mengungkapkan, Indonesia banyak menerima permintaan ekspor dari pasar internasional. Beberapa negara yang meminta ekspor jeruk dari Indonesia, antara lain negara-negara di Timur Tengah, kemudian Thailand dan Malaysia. Namun, Indonesia gagal memenuhi permintaan pasar internasional, karena panen yang belum bisa sepanjang tahun.

"Kita sebenarnya bisa mencukupi kebutuhan jeruk dengan panen 2,2 juta ton. Apalagi, banyak permintaan ekspor, masalahnya panennya tidak merata sepanjang tahun. Dengan Bujangseta inilah kita ingin menutup keran impor dan melakukan ekspor ke luar negeri," kata Fadjry.

Selain itu, teknologi Bujangseta lebih ekonomis dengan teknologi konvensional. Sebab, dengan hasil panen yang sepanjang tahun biaya perawatan petani menjadi bisa diminimalisir. Dalam waktu dekat, pemerintah bakal membagikan jutaan bibit jeruk ke petani.

"Di Indonesia ini ada 250 varietas jeruk dari dua jenis, keprok dan siem. Biaya produksi per satu kilogram, sekitar Rp3 ribu itu yang sudah Bujangseta, kalau konvensional bisa Rp5 ribu, lebih mahal konvensional. Karena total produksinya lebih banyak, hasilnya (keuntungan) meningkat dua kali lipat," ujar Fadjry. (asp)