Jokowi Bakal Beri Subsidi Bagi Pembeli Mobil Listrik

Presiden Joko Widodo meresmikan gedung baru Asean, di Jalan Trunojoyo, Jaksel.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Peraturan Presiden atau Perpres tentang Mobil Listrik, menurut Presiden Joko Widodo sudah ditandatangani pada Senin 5 Agustus 2019. Dengan begitu, industri ini akan segera berjalan.

Namun, diakui Jokowi, masih ada sejumlah persoalan lain, terutama terkait dengan pasar mobil listrik.

Menurut Jokowi, industri mobil listrik tentu bisa berkembang, tetapi ini bila pasar bisa menerima. Apalagi, keinginan pemerintah adalah agar masyarakat bisa beralih dari mobil atau kendaraan berbahan fosil atau bensin ke kendaraan listrik.

Jokowi mengatakan, industri ini adalah jangka panjang. Tidak bisa hanya dalam hitungan satu hingga tiga tahun yang akan datang. Apalagi, soal kemampuan pasar dalam membeli, menjadi perhatian khusus.

Soal harga, jelas juga jadi kendala utama, karena harga kendaraan listrik lebih mahal 40 persen dari kendaraan biasa.

"Pasti juga akan melihat pasar. Melihat pembeli. Apakah membuatnya bisa, yang beli ada? Karena, 40 persen harganya lebih mahal dari mobil biasa. Mau beli?" kata Jokowi, usai meresmikan gedung baru ASEAN di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis 8 Agustus 2019.

Penggunaan kendaraan yang berbahan fosil, diharapkan bisa beralih ke kendaraan berbasis listrik. Namun, diakui Jokowi, persoalannya adalah apakah masyarakat mampu mengganti kendaraan lama mereka dengan kendaraan listrik.

"Mengganti boleh. Tetapi, pembeli kalau harganya terlalu mahal, siapa yang mau juga," katanya.

Karena itu, bakal ada intensif kepada pengguna kendaraan berbasis listrik. Menurut Presiden, sangat penting diberikan. Dia mendorong, daerah-daerah yang anggarannya besar seperti DKI, agar bisa memulainya.

Dicontohkan Jokowi, intensif gratis parkir untuk pengguna kendaraan berbasis listrik. Atau bahkan, pemerintah bisa memberi subsidi harga kendaraan listrik. Hal ini jelas, agar daya beli masyarakat juga bisa tinggi dan industri berkembang.

"Bukan murah dan mahal. Yang penting, bisa dibeli konsumen. Enggak mungkin bikinnya bisa, yang beli enggak ada, untuk apa. Atau belinya murah, tetapi rusak terus, untuk apa," jelasnya. (asp)