3 Sektor Penyumbang Kasus Pencucian Uang di Indonesia

Ilustrasi transaksi keuangan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat tiga sektor yang paling besar menyumbang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ketiganya adalah narkotika, perbankan, dan korupsi.

Rinciannya, sektor terbanyak TPPU disumbang oleh tindak pidana narkotika sebesar 73,6 persen atau senilai Rp7,65 triliun, tindak pidana perbankan sebesar 4,82 persen atau senilai Rp501 miliar, serta tindak pidana korupsi sebesar 2,97 persen atau Rp308 miliar.

Menurut Peneliti Transaksi Keuangan Senior PPATK, Fayota Prachmasetiawan, ada sekitar Rp10,39 triliun dana terindikasi digunakan untuk pencucian uang sepanjang 2016-2018.

Ia menjelaskan, tindak pidana narkotika pada 2017 juga berhasil diidentifikasi, dari jenis narkotika yang berisiko tinggi, memicu terjadinya TPPU. "Yaitu narkotika jenis sabu, heroin, dan kokain," ujarnya, seperti dikutip dari VIVAnews.

Sementara itu, lanjut Fayota, data statistik mengenai modus tindak pidana perbankan, dari 2016 hingga 2018 berdasarkan putusan TPPU, paling banyak didominasi tindak pidana bank gelap dan diikuti dengan kredit fiktif.

"Lalu ada juga pemalsuan pembukuan dokumen bank, pembobolan dana nasabah, dan penggelapan dana nasabah," ujarnya.

Sementara itu, Penyidik utama Tindak Pidana Pencucian Uang, Badan Narkotika Nasional, Ahmad Yanuari Insan, menyebut dolar Singapura menjadi pecahan mata uang asing yang sering digunakan untuk pencucian uang.

Ia mencontohkan dalam kasus korupsi sampai operasi tangkap tangan biasanya barang bukti paling sering adalah dolar Singapura dalam jumlah yang beragam.

"Banyak yang beli itu dolar Singapura. Pecahannya 1.000 ke atas. Itu kalau rupiah jadi dolar Singapura jadi sedikit lembarannya dibanding rupiah," ungkap Ahmad.