Subsidi Energi Dipangkas, UMKM Bisa Karut

Target Peningkatan Kelas UMKM Jawa Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Pemangkasan subsidi energi dalam Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara 2020, dianggap akan berdampak langsung pada para pemilik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Sebab, hingga saat ini keuntungan yang didapat masih tergantung dari pengeluaran energi.

Hal itu dikatakan oleh Ekonom Indef, Bhima Yudistira. Ia menjelaskan, banyak UMKM bergantung pada subsidi BBM dan LPG, terutama LPG 3 kg

“Belum ada kebijakan pemerintah yang bisa memproteksi masyarakat miskin. Subsidi sektor energi Rp12 triliun dicabut, akan mengorbankan UMKM kita,” ujarnya di Jakarta, dikutip dari VIVAnews, Sabtu 12 Oktober 2019.

Bhima menuturkan, zaman dulu UMKM menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi. Lalu, mereka beralih ke LPG 3 kg yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Begitu pula dengan listrik. Jika dulu para pelaku UMKM hanya berani memakai listrik 450 VA, saat ini mereka beralih ke 900 VA. Dengan adanya rencana pencabutan subsidi, maka bisnis mereka bisa kembali ke titik awal.

Ia melihat, hingga saat ini sektor UMKM belum kuat untuk menghadapi pengurangan subsidi, sebagai dampak dari ancaman resesi ekonomi global.

“"Kuat bagaimana? Semua naik, iuran BPJS, tarif tol. Listrik 900 VA mau dipangkas juga. Pemerintah kelihatannya tak punya empati pada UMKM,” tuturnya.

Selain pemangkasan subsidi energi, pelaku UMKM juga menghadapi masalah suplai bahan baku yang tidak lancar dan pembayaran yang tersendat.

Contohnya, yang dialami pembuat kayu lapis atau tripleks, PT Jaya Bagus. Perusahaan asal Kabupaten Pesawaran, Lampung ini tidak bisa membeli bahan baku, akibat mundurnya tempo pembayaran dari mitra.

Banyak perusahaan di luar negeri yang berminat membeli produk buatan mereka, namun besarnya kuota membuat mereka tidak bisa memenuhi pembelian bahan bakunya.

Masalah tersebut akhirnya teratasi, usai turunnya bantuan dari PT Karya Pandawa Sampurna. Perusahaan tersebut menyediakan bahan baku, dengan tempo pembayaran yang cukup longgar, yakni lima pekan.

"Semoga, tidak ada lagi kendala produksi hanya karena belum mampu beli bahan baku. Tidak hanya usaha kecil di bidang jual beli kayu saja, namun diharapkan  juga bisa bermanfaat buat usaha kecil menengah lainnya," tutur Direktur Karya Pandawa Sampurna, Muhammad Nabiel.