Jatuh Bangun PFN, dari Mati Suri hingga Mampu Cetak Laba

Perusahaan Umum Produksi Film Negara (PFN).
Sumber :
  • pfn.co.id

VIVA – Perusahaan Umum Produksi Film Negara (Perum PFN), bangkit kembali setelah mati suri selama 26 tahun. Perusahaan perfilman BUMN yang terkenal dengan Si Unyil itu mulai aktif kembali memproduksi film di Tanah Air. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Utama PFN, Judith Dipodiputro.

"Kami bisa hidup kembali karena sinergi dari BUMN. Lewat produksi 'Si Unyil The Movie' dan banyak film lainnya diharapkan bakal terus mencetak laba," kata dia, seperti dikutip dari VIVAnews.

Ia juga mengingatkan bahwa laporan keuangan PFN sudah berangsur-angsur pulih berkat perubahan strategis bisnis perusahaan. "Sekarang kita sudah biru keuangannya. Kita tidak lagi merugi, sudah positif," ungkapnya.

Meski begitu, Judith masih enggan mengungkap berapa laba yang diperoleh PFN akhir-akhir ini. Namun, dirinya mengaku optimistis ke depannya bisa terus mencetak laba. Ia juga mengaku jika PFN memiliki pipeline 2020-2023 untuk memproduksi sekitar 20-an film.

Dari 20 film tersebut, 15 di antaranya film layar lebar, 1 film televisi, dan 1 serial televisi. Selain itu, PFN juga kini tengah menjajaki peluang kerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia memproduksi film sejarah.

"Ada film 500 tahun perjalanan Ferdinand De Magelhaens menempuh jalur rempah, 70 tahun hubungan Indonesia-Rusia, 70 tahun hubungan Indonesia-Korea," jelas Judith.

Si Unyil.

Ia juga menguraikan, beberapa genre yang telah diproduksi antara lain adalah film sejarah seperti 1945, Hoegeng, Kairo-Tiga Sahabat Menggali Dunia dan Saimar.

Lalu, film petualangan anak seperti Si Unyil The Movie, Lima Menerjang Badai dan beberapa film drama seperti Sabai Nan Aluih, Akad, dan Layar Terkembang. Pada 2018, Perum PFN telah kembali memproduksi film Kuambil Lagi Hatiku.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran dan Komersial Perum PFN, Elprisdat, mengaku meraup untung cukup banyak dari pihak sponsor, sekaligus memulai kembali aktivitas perusahaan perfilman pelat merah tersebut.

"Kalau secara penonton enggak terlalu bagus (Kuambil Lagi Hatiku), cuma 25 ribu Tapi dari earning sponsorship kita dapat Rp12 miliar," ungkap Elprisdat. Ia pun yakin, ke depannya PFN bisa memproduksi film yang lebih berkualitas sekaligus menggumpulkan dana dari pihak sponsor.

Elprisdat menargetkan biaya batas bawah produksi satu film di angka Rp5 miliar dan bisa mengumpulkan dana hingga Rp100 miliar.

"Jadi target kita bisa Rp100 miliar untuk fundraising. Itu batas bawah ya. Kan, bikin film bisa berfluktuasi. Film Rp5 miliar kalau dapat penonton 400 ribu sudah BEP (break-even point). Itu hanya dari tiket, belum pendapatan lainnya," jelasnya.