Ahok jadi Bos BUMN Seperti Dua Sisi Mata Uang

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Sumber :
  • VIVA/Shalli

VIVA – Penunjukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai petinggi perusahaan pelat merah oleh Menteri BUMN Erick Thohir seperti dua sisi mata uang. Satu sisi untuk mengikis perilaku korupsi, tapi sisi lain bisa merugikan keuangan BUMN.

“Memang harus diakui masih banyak masalah di BUMN. Masih banyak yang belum beres manajemen keuangannya. Bisa kita lihat direksi BUMN sudah berurusan dengan KPK,” kata pengamat politik Emrus Sihombing kepada VIVA, Kamis, 14 November 2019.

Oleh karena itu, ia menilai masuknya Ahok tentu sangat bagus supaya bisa membersihkan BUMN dari perilaku-perilaku koruptif serta memanfaatkan celah-celah tertentu. “Bisa jadi tidak korupsi tapi juga bisa merugikan keuangan BUMN itu sendiri,” jelasnya.

Meski begitu, Emrus mendorong seluruh posisi komisaris dan direksi perusahaan pelat merah diisi oleh orang-orang seperti Ahok yang memiliki integritas dan keberanian untuk merevolusi manajemen BUMN.

"Saya mendukung dan mengharapkan ada Ahok-Ahok lain di BUMN, khususnya PLN dan Pertamina, yang banyak harus diperbaiki, perlu dibersihkan manajemennya. Kalau boleh justru manajemennya terbuka atau transparan biar publik tahu," tutur Emrus.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, memandang bahwa penunjukan Ahok untuk mengisi jabatan di perusahaan BUMN dinilai sebagai kisah yang menarik. Ia mengaku bahwa penunjukan ini merupakan penghargaan untuk orang yang memiliki kompetensi.

Oleh karena itu, sesuai aturan partai, apabila Ahok menjadi bos di BUMN maka dirinya harus mundur dari keanggotaan PDIP. Lantaran sudah menjadi ketentuan, Hendrawan menegaskan Ahok harus ikut aturan tersebut.

"Itu ketentuannya jadi harus patuh. Pak Ahok ditunjuk karena selain kompetensi, juga berani dan berintegritas. Kita tunggu sepak terjangnya di BUMN," kata Hendrawan kepada VIVA.