Milenial Anggap Profesi Petani 'Enggak Banget'

Ilustrasi petani.
Sumber :

VIVA – Populasi masyarakat Indonesia yang diperkirakan mencapai 300 juta jiwa pada 2030 membuat pemerintah harus mengantisipasi langkah-langkah tepat untuk menyediakan pangan yang memadai, aman, dan berkualitas.

Pemerintah juga telah memiliki peta jalan atau roadmap Sustainable Development Goals (SDGs) menuju 2030 yang sejalan dengan SDGs yang telah ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejumlah komitmen yang bisa dilakukan antara lain membuat tanaman menjadi lebih efisien, menyelamatkan lebih banyak lahan pertanian, membantu keanekaragaman hayati untuk berkembang, memberdayakan petani kecil, mendukung keamanan pangan bagi manusia dan melindungi setiap pekerja.

Menurut Chairman Institute for Food and Agriculture Development Studies (IFADS), Iskandar Andi Nuhung, saat ini tantangan sektor pertanian di Indonesia semakin banyak.

Tantangan yang dimaksud adalah perubahan lingkungan dan sumber daya alam pertanian, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketahanan, keamanan dan diversifikasi pangan, serta sumber daya manusia (SDM).

Selanjutnya regulasi, mekanisasi dan modernisasi sistem pertanian, luasan lahan pertanian, digitalisasi industri yang merambah semua sektor, hingga tren pertanian 4.0.

“Untuk mewujudkannya perlu didukung SDM, khususnya petani dan penyuluh pertanian. Tantangannya adalah sebagian besar petani Indonesia berusia 45 tahun ke atas atau lebih," ujarnya di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2019.

Iskandar mengingatkan, tanpa adanya regenerasi, Indonesia terancam akan kekurangan SDM yang bekerja di sektor pertanian. Untuk itu pemerintah dan industri perlu mendorong generasi milenial untuk terjun di sektor pertanian.

"Umur bukanlah satu-satunya faktor berkurangnya SDM di sektor pertanian. Produktivitas rendah yang disebabkan oleh kurangnya akses ke teknologi dan informasi pertanian modern juga telah memaksa banyak petani untuk beralih ke pekerjaan yang lebih cepat menghasilkan," jelas dia.

Sebab, kata Iskandar, bagi milenial profesi petani identik dengan pekerjaan kasar, berkotor-kotoran dan berpenghasilan rendah. Sementara milenial sangat akrab dengan gadget atau gawai, media sosial dan teknologi digital.

Dari kalangan industri perlindungan tanaman dan perbenihan, Midzon Johannis, memaparkan pentingnya riset dan pengembangan untuk menjawab tantangan sektor pertanian modern di Indonesia ke depan.

Syngenta Indonesia menjadikan riset dan perspektif petani sebagai aspek fundamental dalam pengembangan teknologi perlindungan tanaman dan benih.

Data riset yang dihasilkan menjawab kontribusi teknologi Syngenta terhadap kualitas dan keamanan pangan, peningkatan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani serta penanganan tantangan lingkungan pertanian.

“Kami juga mempunyai banyak program yang mendukung Kementerian Pertanian untuk meningkatkan kapasitas petani kecil, seperti meningkatkan produktivitas melalui Klub 10 Ton, menyusun rantai pasokan terpadu dan model pembiayaan mikro, hingga menggelar pusat pembelajaran pertanian Syngenta," tuturnya.

Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida, Dadang, mengungkapkan bahwa potensi sektor pertanian di Indonesia masih sangat besar, karena Indonesia merupakan salah satu pusat mega diversity tanaman pangan di dunia.

Selain itu, lanjut dia, Indonesia memiliki iklim tropis sehingga bisa bercocok tanam sepanjang tahun.

"Saat ini masalah hama penyakit yang menjadi tantangan utama dalam budidaya pertanian dibanding, misalnya, seperti masalah pupuk dan kesuburan lahan," papar dia.

Hal itu terjadi karena perubahan iklim sangat mendukung perkembangan hama, pathogen, dan gulma berkembang cepat. Dengan begitu, penggunaan pestisida yang menjadi bagian integrated farming system menjadi penting.