Gencar Tolak RUU Omnibus Law, Pemerintah Terus Anak Emaskan Investasi

Buruh tolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Sumber :
  • Anwar Sadat

VIVA – Kalangan buruh menjadi salah satu kelompok yang mulai gencar menyuarakan protes, terkait isi dari draft Rancangan Undang Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Mereka menilai sangat banyak klausul RUU tersebut yang justru berpotensi merugikan kaum pekerja, akibat aturan-aturan yang sangat berpihak kepada kalangan pengusaha.

Saat gelombang penolakan kaum buruh itu dikonfirmasi ke Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal atau BKPM, Bahlil Lahadalia, dia hanya menilai bahwa pro-kontra semacam itu merupakan dinamika yang wajar dalam setiap rumusan kebijakan.

"Saya pikir penolakan bagian dari dinamika, pasti ada solusi," kata Bahlil di kantornya di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin 17 Februari 2020.

Bahlil mengatakan, dinamika pro-kontra seiring dengan pembahasan dan penggodokan draft RUU Cipta Kerja, yang saat ini prosesnya tengah dibahas di parlemen merupakan kesempatan bagi setiap pihak untuk memberikan masukan.

"Ini diberi kesempatan bagi publik termasuk buruh, untuk memberi masukan terhadap draft Omnibus Law, khususnya terkait soal lapangan kerja," ujarnya.

Bahlil menilai jika investasi dan sektor tenaga kerja merupakan dua hal yang saling berkaitan, dan tidak dapat dipisahkan karena sama-sama saling membutuhkan. Maka, pemerintah menurutnya memang harus mencari jalan tengah, agar kedua hal itu bisa dicarikan solusinya.

"Investasi butuh lapangan kerja dan tenaga kerja butuh investasi. Keduanya tidak bisa dipisahkan, tinggal cari titik temu mencari kebaikan," kata Bahlil 

Di sisi lain, Bahlil sendiri mengaku optimis bahwa draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan mampu menarik minat investor, untuk melirik Indonesia sebagai bakal lahan investasinya.

Sehingga, ke depannya diharapkan bahwa realisasi investasi juga bisa bertumbuh menjadi lebih baik, dari berbagai upaya menarik minat investasi asing yang telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.

"Omnibus Law itu instrumen investasi karena mereka pasti merasa bahwa hal itu akan memudahkan semua perizinan dan tidak berbelit. Di samping itu kan ada insentif juga yang ditawarkan ke mereka (investor)," kata Bahlil.

"Kalau ini bisa cepat dilakukan, pertumbuhan realisasi investasi bisa 0,2 persen atau 0,3 persen dari hasil Omnibus Law tahap pertama," ujarnya.