Baru 37 Tahun, Bos Spotify Masuk Jajaran Miliarder Muda Dunia

Jenius! Baru 37 Tahun, Bos Spotify Sukses Masuk Jajaran Miliarder Muda Dunia. (FOTO: Money)
Sumber :
  • wartaekonomi

Pendiri sekaligus CEO Spotify Daniel Ek yang baru berusia 37 tahun pada 21 Februari mendatang sudah masuk jajaran miliarder baru di industri teknologi. Gelar tersebut ia peroleh setelah sukses mengantarkan aplikasi streaming musik itu melantai di bursa saham New York Sock Exchange (NYSE) pada 3 April 2018 lalu.

Sejak hari pertama perdagangannya Spotify, langsung dihargai lebih kurang USD 26 miliar atau setara Rp364 triliun. Sedikitnya 9% dari saham itu menjadi milik Daniel Ek yang dihargai hampir USD 2,5 miliar setara Rp35 triliun.

Namun ternyata, menghasilkan uang di usia muda bukanlah hal baru bagi Daniel Ek. Sebelumnya, pria kelahiran Swedia ini sudah lebih dulu menjadi jutawan muda saat masih berusia 23 tahun atau dua tahun sebelum ia merilis Spotify.

Ek diketahui berpindah dari satu bisnis ke bisnis lain sampai akhirnya mendapatkan apa yang ia inginkan. Ek bahkan sampai melepaskan bangku kuliahnya demi bekerja di sejumlah perusahaan teknologi.

Daniel Ek mulai belajar menulis coding sejak usia belasan tahun dan membangun bisnis pertamanya di usia 14 tahun. Dengan mamanfaatkan kemunculan internet di tahun 1990-an, Daniel Ek memiliki pekerjaan sampingan mendesain dan mengelola website beberapa perusahaan.

Ia juga sering bekerja dari laboratorium komputer sekolahnya dan dari rumah keluarganya yang berlokasi di pinggiran kota Stockholm, Swedia.

Dalam sebuah wawancara di tahun 2013, Daniel Ek mengaku awalnya ia mendesain laman website untuk temannya. Namun kemudian, ia mulai dipekerjakan oleh beberapa perusahaan lokal dan digaji hingga US$ 5.000 dan berhasil mengumpulkan hampir USD 50.000 setiap bulannya atau setara dengan Rp684,38 juta.

CEO Spotify itu mengatakan orang tuanya tidak mengetahui soal bisnis ia jalankan sampai ia membuat orang tuanya tercengang karena beberapa koleksi video game dan gitar mahal yang dimilikinya.

Di usia belasan tahun itu juga Daniel Ek mulai mengenal Sean Parker yang kemudian menjadi founder Napster, dan yang akhirnya menjadi investor di Spotify. Keduanya berkenalan lewat percakapan daring tanpa menunjukkan identitas asli mereka, sampai akhirnya bertemu pada tahun 2009, setelah Parker mengirim e-mail pujian untuk Spotify.

Tak lama kemudian, ia mulai merekrut beberapa programmer. Bahkan pada usia 18 tahun, ia sudah memimpin 25 orang pekerja. Ia kemudian terpaksa mendaftarkan bisnisnya karena otoritas pajak Swedia yang mulai mempertanyakan dari mana ia memperoleh penghasilan yang besar saat itu.

Pada tahun 2002, Daniel Ek pun tamat dari SMA dan melanjut kuliah ke Royal Institute of Technology Swedia untuk mempelajari teknik. Namun, setelah delapan minggu menjalani kehidupan sebagai mahasiswa ia memutuskan untuk berhenti kuliah, lalu bekerja dengan beberapa perusahaan teknologi, termasuk di situs e-commerce Swedia ternama seperti Tradera.

Ia juga pernah menjabat sebagai chief executive di Stardoll, perusahaan game online yang identik dengan game bertema fesyen.

Akhirnya, Ek mendirikan perusahaan marketing online, Advertigo, yang ia jual ke TradeDoubler (perusahaan marketing digital Swedia) pada tahun 2006, senilai USD 1,25 juta. Saat itu usianya baru 23 tahun.

Setelah itu Daniel Ek tidak melanjutkan bisnisnya untuk sementara waktu dan langsung menggunakan uangnya itu untuk membeli apartemen mewah di tengah kota Stockholm dan sebuah mobil Ferrari. Daniel Ek hidup dalam kemewahan dan menemukan pelajaran hidup yang berharga.

Hingga akhirnya, ia menyadari bahwa uang bukanlah segalanya dan merasa hidupnya akan berarti jika ia bisa mengerjakan sesuatu yang benar-benar ia cintai.

"Saya mulai berpikir mengenai apa saja yang benar-benar penting bagi saya dan menyadari ada dua hal yang benar-benar berarti, yaitu musik dan teknologi," ujarnya kepada CNBC.

Kesadaran itu membawa Daniel Ek pada proyek besar berikutnya, tepat pada tahun 2006 ia bersama dengan Martin Lorentzon, co-founder dari TradeDoubler, mencetuskan Spotify.

Mereka menjadikan Nepster sebagai inspirasi, sambil berusaha menghindari masalah hukum seputar pembajakan dengan mengandalkan teknologi streaming dan mendapatkan kesepakatan lisensi dengan perusahaan rekaman.