Qatar Keluar dari OPEC, Bisa Jadi Peluang Indonesia

Saad al-Kaabi mengatakan Qatar harus realistis, potensi negaranya bukan di minyak tapi di gas alam cair. - EPA
Sumber :
  • bbc

Setelah menjadi anggota organisasi pengekspor minyak OPEC sejak 1961, Qatar memutuskan untuk keluar, terhitung mulai Januari 2019, kata Menteri Energi, Saad al-Kaabi.

"Qatar memutuskan untuk mundur dari keanggotaan OPEC, efektif mulai Januari 2019 dan kami sudah memberitahukan keputusan tersebut ke OPEC pagi ini," kata Kaabi, dalam keterangan pers di Doha, hari Senin (03/12).

Kaabi menjelaskan bahwa langkah ini diambil "semata-mata atas pertimbangan teknis dan strategis".

"Potensi kami bukan di minyak bumi, jadi kami harus realistis ... potensi kami ada di gas," ujar Kaabi.

Qatar adalah eksportir gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, sementara produksi minyaknya sekitar 600.000 barel per hari.

Rusia, yang bukan anggota OPEC, menghasilkan minyak mentah sekitar 11,3 juta barel per hari.

Diplomat Indonesia di Doha, Zaenur Rofid, mengatakan Qatar mundur dari OPEC karena "dari perhitungan bisnis, tidak terlalu menguntungkan jika Qatar tetap menjadi anggota organisasi pengekspor minyak tersebut".

Zaenur mengatakan Qatar merasa akan lebih baik jika fokus ke industri LNG.

"Sementara di OPEC, peran Qatar makin kecil, di samping itu, tak mudah untuk membantu mengatur harga minyak di dalam OPEC ... jadi sekarang hitungannya, kalau memang dirasa tak menguntungkan di OPEC, ya lebih baik keluar," kata Zaenur kepada BBC News Indonesia.

Dampak bagi Indonesia

Pengamat minyak yang juga anggota komisi energi DPR, Kurtubi, mengatakan bahwa keluarnya Qatar "bisa menjadi kabar baik" bagi Indonesia.

Kurtubi menjelaskan, dampak psikologis kesepakatan kuota OPEC terhadap harga minyak sangat besar.

"Nah sekarang, dengan keluarya Qatar, `gigi` atau kekuatan OPEC melemah. Bagi Indonesia, ini bagus, karena Indonesia mengimpor lebih dari separuh kebutuhan minyak mentah dan BBM," kata Kurtubi.

Dampak terhadap pembentukan harga minyak dunia, kata Kurtubi, "harga minyak mungkin akan sulit untuk naik drastis dan OPEC relatif akan semakin lemah".

Ia menjelaskan sejarah harga minyak tidak melulu ditentukan oleh faktor . Ada juga faktor-faktor politik yang ikut menentukan harga minyak dunia.

"Yang tentu saja kalau harga minyak dunia turun, Indonesia sebagai importir minyak dan gas akan lebih diuntungkan," katanya.


Qatar menjadi anggota organisasi OPEC sejak 1961. - EPA

Namun dari sisi investasi minyak dan gas di Indonesia, penurunan harga bukan kabar yang baik.

"Kalau harga turun, investasi eksplorasi dan eksploitasi minyak di Indonesia akan melemah," kata Kurtubi.

Kurtubi juga mengatakan Qatar keluar dari OPEC "lebih didorong oleh perseteruan dengan Saudi".

"Meskipun dari sisi produksi, yang dihasilkan Qatar jauh lebih kecil dari produksi minyak Saudi, tapi keluarnya Qatar dari OPEC memiliki dampak psikologis yang cukup besar," kata Kurtubi.

Beberapa negara tetangga Qatar, dengan dipimpin oleh Saudi, menerapkan blokade ke Qatar sejak 18 bulan lalu.

Saudi dan beberapa negara lain menuduh Qatar mendukung terorisme dan terlalu dekat Iran, tuduhan yang sudah dibantah oleh pemerintah di Doha.

Menteri energi Qatar mengatakan bahwa faktor politik di kawasan tidak menjadi penyebab mundurnya Qatar dari OPEC.