Bayi Shamima Begum Meninggal di Suriah, Pemerintah Inggris Dikecam

Shamima Begum dipotret bersama bayinya, Jarrah, beberapa saat sebelum anak berusia tiga minggu itu meninggal, Kamis lalu. - JAMIE WISEMAN/DAILY MAIL
Sumber :
  • bbc

Bayi berumur tiga minggu yang dilahirkan Shamima Begum, remaja asal Inggris yang pernah bergabung dengan ISIS, meninggal di pengungsian akibat gangguan pernapasan.

Kejadian itu memicu kritik tajam terhadap Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid. Ia disorot karena mencabut kewarganegaraan Begum sehingga remaja itu tak dapat kembali ke Inggris.

Di sisi lain, juru bicara pemerintahan Inggris menyatakan rasa duka dan menyebut kematian bayi laki-laki itu sebagai hal tragis.

Informasi kematian bayi bernama Jarrah itu dikonfirmasi Pasukan Demokratis Suriah.

Kepada BBC, seorang tenaga medis dari Bulan Sabit Merah Kurdi, menyebut Jarrah meninggal karena serangan pneumonia.

Bayi itu dilaporkan sempat dilarikan ke dokter, Kamis (07/03), sebelum dibawa ke rumah sakit bersama Begum. Namun pada hari itu juga, Jarrah mengembuskan napas terakhir.

Begum sejak Februari lalu menjadi pemberitaan setelah dikenali sebagai warga Inggris di kamp pengungsian Suriah.

Begum meninggalkan Inggris dan bergabung ke ISIS tahun 2015. Belakangan ia berupaya untuk pulang kampung, meski terhambat karena kewarganegaraannya dicabut.

Jarrah adalah anak ketiga Begum yang meninggal sejak ia menjadi bagian dari ISIS. Suaminya, seorang milisi ISIS asal Belanda bernama Yago Reidijk, kini ditahan pasukan Kurdi.

Terkait kematian bayi Begum ini, mantan pimpinan kepolisian kawasan Metropolitan London, Dal Babu, menyebut, "sebagai sebuah negara, Inggris gagal melindungi anak-anak."

"Ini adalah kematian warga Inggris yang sebenarnya dapat dihindari," ujar Babu yang juga kerabat keluarga Begum di London.

"Tidak ada pertolongan yang diupayakan Kementerian Dalam Negeri. Mengejutkan melihat bagaimana seorang menteri menangani persoalan ini," kata Babu.

Tak berdosa

Menteri bayangan Inggris untuk urusan dalam negeri, Diane Abbot, juga mengkritik kebijakan pemerintah terhadap Begum.

Melalui akun Twitter miliknya, Abbot berkata, "Mencabut kewarganegaraan seseorang adalah sebuah pelanggaran HAM."

"Kini seorang anak tidak berdosa meninggal akibat pencabutan kewarganegaraan seorang perempuan Inggris."

"Ini kebijakan yang tidak berperasaan dan tidak manusiawi," kata Abbot.

Adapun, saat berbincang kepada BBC, Jumat (08/03), Javid berkata, "Menyedihkan, ada banyak anak, yang benar-benar tidak berdosa, lahir di zona perang."

"Saya sangat bersimpati terhadap anak-anak yang terseret dalam situasi itu. Ini adalah sebuah pengingat, sangat berbahaya terlibat peperangan," ujar Javid.


Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid, mencabut kewarganegaraan Shamima Begum. - Getty Images

Koresponden BBC untuk isu dalam negeri Inggris, Daniel Sandford, menyebut pemerintah sebenarnya dapat mengeluarkan bayi itu dari Suriah, meski akan terhambat isu politik.

"Posisi pemerintah Inggris yang tidak mungkin memulangkan orang dari kamp atas dasar keamanan terus dipaparkan, meski ternyata tidak akurat."

"Jurnalis selama ini datang dan pergi ke kamp tersebut dalam kondisi yang relatif aman," kata Sandford.

"Melalui kerja sama dengan Bulan Sabit Merah misalnya, penyelamatan orang dari kamp seharusnya bisa dilakukan, jika ada kemauan politik."

Kristy McNeill, kepala urusan kebijakan, advokasi, dan kampanye di badan kemanusiaan Save the Children, menyebut "Semua anak yang terkait isu ISIS adalah korban konflik dan harus diperlakukan dalam kapasitas itu."

"Sangat mungkin kematian bayi laki-laki dan anak-anak lainnya bisa dihindari. Inggris dan negara lainnya harus bertanggung jawab pada warga negaranya yang berada di timur laut Suriah," ujar McNeill.

Permintaan maaf

Dalam wawancara dengan BBC setelah kelahiran Jarrah, Begum menyatakan tidak menyesal telah pergi ke Suriah. Namun ia menekankan, ia tidak setuju dengan segala hal yang diperbuat ISIS.

Begum berkata, ia seharusnya tidak pernah berharap menjadi perempuan yang merepresentasikan ISIS.

"Sungguh saya hanya ingin pengampunan dari Inggris," ujarnya kepada koresponden BBC di Timur Tengah, Quentin Sommerville, Februari lalu.

"Semua yang telah saya lalui, saya tidak pernah berharap menjalaninya."

"Kehilangan anak-anak saya dengan cara seperti ini. Saya tidak ingin kehilangan mereka. Ini sungguh bukan tempat yang layak untuk membesarkan anak, kamp pengungsian ini," tutur Begum.