Konflik Indonesia-Vietnam Terancam Terus Berulang

Insiden kapal Vietnam dan KRI Tjiptadi. - Angkatan Laut Indonesia
Sumber :
  • bbc

Konflik di perairan Natuna berpotensi terus berulang selama Indonesia dan Vietnam tidak mencapai kesepakatan terkait batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), ujar peneliti politik internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lidya Sinaga.

Lidya menyebut konflik di perairan Natuna terjadi karena belum terciptanya kesepakatan antara Indonesia dan Vietnam terkait ZEE di perairan itu.

Lidya menyebut kepulauan Natuna dianggap penting karena memiliki sumber daya minyak, gas alam, dan pasokan ikan.

"Karena ini kan ZEE, pastinya ada potensi ekonomi yang jadi pertimbangan utama ketika menentukan titik ZEE itu sendiri. Mungkin di situ alotnya (proses diplomatik) itu," ujar Lidya.

"Saya melihatnya bagaimana komitmen politik dari kedua negara untuk melanjutkan negosisasi dan menyelesaikannya. Kalau nggak (diselesaikan), persoalannya akan terus berlarut."

Apa kasus terbaru yang terjadi?

Dua kapal pengawas milik pemerintah Vietnam dilaporkan menabrak lambung kapal TNI AL KRI Tjiptadi-381 di Laut Natuna Utara (29/04), wilayah yang diakui Indonesia sebagai ZEE Indonesia.

Menurut keterangan TNI AL, kapal Indonesia ditabrak saat mencoba menghalau kapal ikan berbedera Vietnam yang diduga tengah mengambil ikan di perairan itu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan pemerintah Indonesia sudah menyampaikan protes kepada pemerintah Vietnam atas penyerempetan kapal itu secara resmi. "Kementerian Luar Negeri menunggu laporan lengkap dari Panglima TNI terkait kejadian tersebut, yang akan menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti masalah ini dengan Pemerintah Vietnam," ujar Arrmanatha.

Tak sampai di situ, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah akan menenggelamkan 51 Kapal Ikan Asing (KIA), yang paling banyak berasal dari Vietnam (04/05).

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kementerian itu telah menangkap 15 kapal Vietnam dan 14 kapal Malaysia di perairan Indonesia sejak awal tahun ini.

Apa itu ZEE?

ZEE adalah laut lepas dimana sebuah negara mempunyai hak berdaulat (sovereign right) atas sumber daya alam yang ada di dalam laut itu.

Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional, di wilayah perairan ini, negara mempunyai hak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam hayati maupun non hayati.

Lidya menyebut, kesepakatan terkait ZEE diselesaikan secara bilateral oleh dua negara yang bersinggungan.

Merujuk data Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan 2016, Indonesia sudah menyepakati ZEE dengan Filipina di Laut Sulawesi, namun belum meratifikasi kesepakatan itu.

Data itu juga menyebut kesepakatan ZEE Indonesia dengan Australia terkait sebagian Samudera Pasifik, Laut Timor, dan Laut Arafura, sudah selesai meski sebagian kesepakatan itu belum diratifikasi.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Damos Dumoli Agusman mengatakan hanya batas maritim dengan Papua Nugini yang sudah tuntas, baik batas laut wilayah, ZEE, maupun landas kontinen.

Sementara, katanya, di wilayah lainnya masih banyak yang `bolong`.

Bagaimana progres proses diplomatik Indonesia dan Vietnam?

Berdasarkan hasil penelitian yang diunggah di website resmi Seminar Nasional Badan Informasi Geospasial (BIG), Indonesia memulai pembahasan batas ZEE dengan Vietnam pada tahun 2010.

Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2016, perundingan penetapan batas maritim Indonesia-Vietnam telah dilaksanakan sebanyak delapan kali.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Damos Dumoli Agusman mengatakan perundingan batas ZEE masih berlangsung pada tingkat teknis.

Kedua juru runding, kata Damos, sudah menyepakati beberapa prinsip, yakni pertama berbasis Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982).

Indonesia dan Vietnam, katanya, juga menekankan prinsip bahwa batas landas kontinen dan ZEE ada dua rezim yang berbeda.

Menurut Konvensi Hukum Laut International, Landas Kontinen meliputi hak sebuah negara atas dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar laut teritorial.

"Selanjutnya kedua juru runding mulai merundingkan garisnya (ZEE) di mana dan ini butuh pertimbangan teknis, yuridis, dan politis," ujar Damos.

Ia menambahkan perundingan batas maritim memang membutuhkan waktu yang lama.

"Dulu perundingan batas landas kontinen dengan Vietnam berlangsung lebih dari 30 tahun, sejak 1973 dan baru selesai tahun 2003," pungkasnya.

Mekanisme apa yang sebaiknya ditempuh oleh Indonesia dan Vietnam?

Pengamat LIPI, Lidya Sinaga, mengatakan sebagai negara ASEAN, Indonesia dan Vietnam harus menyelesaikan masalah batas maritim karena hal itu penting untuk stabilitas regional.

Ia menambahkan pemerintah Indonesia juga perlu memperkuat komitmen diplomasi maritim terkait hal ini.

"Karena potensinya tidak hanya soal ekonomi, tapi juga ancaman maritim yang besar," ujarnya.

Lidya menambahkan, kementerian luar negeri dan KKP perlu berjalan beriringan dalam menghadapi hal ini.

Saat ini, kebijakan KKP untuk menenggelamkan kapal asing, kata Lidya, cenderung membuat negara tetangga merasa tidak nyaman.

"Ini soal bagaimana diplomasi kita menjadi koheren, apa yang dilakukan Kemenlu dan KKP bisa sejalan," katanya.

Anggota Komisi I DPR RI, Lena Maryana, yang membawahi urusan pertahanan dan hubungan luar negeri, mendesak pemerintah Indonesia dan Vietnam untuk segera merundingkan masalah ini.

"Pertemuan bilateral antara Indonesia dan Vietnam harus terus didorong karena ketegangan di lautan ini kalau tidak diselesaikan bisa merembet," ujar Lena.