Pelaku Pembantaian Christchurch Dituntut Pasal Terorisme

Brenton Tarrant, mendapat tambahan tuntutan dengan pasal terorisme untuk aksi penembakan di Masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Sumber :
  • abc

Pelaku pembantaian di masjid Christchurch, Selandia Baru, mendapat tuntutan tambahan dengan pasal terorisme.

Kepolisian Selandia Baru menuntut Brenton Harrison Tarrant dengan satu dakwaan terlibat dalam aksi teroris.

Selain itu, satu tambahan tuntutan pembunuhan dan dua tuntutan percobaan pembunuhan juga diajukan.

Tarrant kini menghadapi 92 tuntutan, 51 tuntutan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu tuntutan terorisme.

Keluarga dan korban yang selamat diberitahu tentang dakwaan baru pada pertemuan dengan polisi pada Selasa (21/5/2019) sore.

"Tuntutan itu akan menuduh tindakan teroris dilakukan di Christchurch pada 15 Maret 2019 dan mengikuti konsultasi antara polisi dan ahli hukum," kata Kepolisian Selandia Baru dalam sebuah pernyataan.

Tarrant ditangkap pada hari yang sama ia melakukan penembakan pada 15 Maret yang menyebabkan kematian 51 orang di dua masjid di Christchurch. Dia awalnya didakwa dengan satu pembunuhan.

Dia menyerbu masjid selama salat Jumat dengan sejumlah senjata dan menyiarkan langsung serangan itu secara online, dalam apa yang dianggap sebagai serangan teroris terburuk yang dilakukan oleh seorang Australia.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan Tarrant telah memiliki lisensi senjata "kategori A", yang diperoleh pada 2017.

Itu memungkinkannya mendapatkan senjata secara legal pada Desember 2017, dan ia tidak ada dalam daftar pantauan sebelum serangan.

PM Ardern mengatakan, pria Australia berusia 28 tahun itu telah bertempat tinggal di kota Dunedin sebelum serangan.

Tarrant ditahan di penjara dengan keamanan maksimum di Auckland dan telah muncul di Pengadilan Tinggi Christchurch melalui tautan video.

Pada kemunculannya di pengadilan 16 Maret, Tarrant tidak mengajukan permohonan jaminan atas namanya, dan ia membuat tanda kekuatan kulit putih ketika ia dibawa ke pengadilan.

Dalam sidang pengadilan berikutnya pada 5 April, Hakim Ketua, Cameron Mander, meminta pemeriksaan kesehatan mental untuk menentukan kebugaran Tarrant untuk mengajukan pembelaan.

Hakim Mander mengatakan itu adalah prosedur yang sepenuhnya normal.

Tarrant sebelumnya mengatakan ia ingin mewakili dirinya sendiri, dan tidak diharuskan untuk mengajukan pembelaan.

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.