Walau Kuasai Bahasa Inggris, Warga Muslim di Australia Sulit Dapat Pekerjaan

Tidak ada perbedaan antara mereka yahg tidak bisa berbahasa Inggris dan yang bisa di kalangan warga Muslim untuk mendapatkan pekerjaan.
Sumber :
  • abc

Sebuah penelitian terbaru oleh Deakin University menemukan bahwa sebagian warga Muslim di Australia kesulitan mendapatkan pekerjaan meski tingkat penguasaan bahasa Inggris mereka sangat baik.

Penelitian tidak menemukan korelasi antara kemampuan berbahasa Inggris yang baik dengan peluang lebih besar mendapatkan pekerjaan di kalangan warga Muslim. Sebaliknya, di kalangan pencari kerja non Muslim ditemukan adanya korelasi tersebut. Pengamat menilai faktor islamofobia sebagai salah satu kemungkinan penyebabnya

Penelitian ini tidak bisa memberikan jawaban mengenai mengapa hal tersebut terjadi. Namun seorang pemerhati mengatakan islamofobia mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

Penelitian dari universitas yang berlokasi di Melbourne tersebut menggunakan data hasil Sensus Penduduk dari tahun 2006 dan 2011 mengenai anak-anak migran yang berusia 18 tahun ke atas.

Pada dasarnya mereka menemukan bahwa tingkat pendidikan warga Muslim di Australia meningkat ketika mereka memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik.

Namun tingkat pendidikan tak berkorelasi atau membantu warga Muslim untuk mendapatkan pekerjaan.

Salah satu peneliti, Dr Cahit Guven, tidak bisa memberikan penjelasan pasti mengenai hal itu.

"Bila kita bandingkan imigran non-Muskim dengan bahasa Inggris lebih bagus dan non-Muslim dengan bahasa Inggris lebih buruk, maka yang lebih bagus prospek mendapatkan pekerjannya lebih baik. Artinya mereka akan lebih mudah dapat pekerjaan dan gaji lebih baik," kata Dr Guven seperti dikutip SBS News.

"Namun ketika kami melihat data imigran Muslim, hal itu tidak terjadi."

"Ketika kami membandingkan imigran Muslim dengan bahasa Inggris yang bagus dan yang bahasa Inggrisnya lebih rendah, tidak ada perbedaan dalam prospek mendapatkan pekerjaan."

Walau tidak bisa menemukan alasan mengapa hal tersebut terjadi, Dr Guven mengatakan bahwa penelitian mereka mungkin menunjukkan sejauh ini Austtralia terlalu mementingkan aspek kemampuan berbahasa, dan melupakan aspek lainya.

"Penelitian kami menyimpulkan bahwa kita mungkin perlu waspada, selama ini terlalu menekankan pada kemampuan berbahasa Inggris."

"Tentu saja kita tahu kemampuan berbahasa Inggris penting, namun menurut kami dalam kantong-kantong migran di Australia, misalnya warga Muslim, kemampuan bahasa Inggris bukan satu-satunya hal yang bisa menyelesaikan masalah mereka," kata Guven lagi.

Yousuf Karimi dari Afghanistan walau sudah tamat univesitas namun kesulitan mendapatkan pekerjaan yang diingininya di Australia.

Foto: SBS

Diskriminasi tanpa sadar

Menanggapi hasil penelitian ini, seorang tokoh masyarakat Muslim di Australia mengatakan adanya bias dan diskriminasi yang mungkin tak disadari sebagai salah satu sebab.

Manajer Umum Dewan Islam Victoria Ayman Islam mengatakan faktor lain seperti misalnya Islamofobia mungkin juga berpengaruh.

"Kita sudah mengetahui adanya contoh diskriminasi atau bias yang tidak disadari dalam proses penerimaan pegawai."

"Memang belum banyak penelitian yang dilakukan namun kita sudah melihat beberapa buktinya."

"Ini khususnya banyak terjadi terhadap warga perempuan, dengan melihat bagaimana mereka berpakaian, melihat namanya, dan juga melihat foto dalam surat lamaran."

Salah seorang warga Muslim yang mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan yang diingininya adalah Yousuf Karimi yang pindah dari Afghanistan ke Australia di tahun 2007 ketika dia baru berusia 17 tahun.

Ketika tiba, prioritas utamanya adalah meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan mewujudkan mimpinya untuk menjadi orang pertama dalam keluarganya yang mengenyam pendidikan universitas.

Karimi kemudian menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di bidang arsitektur dari salah satu universitas ternama di Melbourne RMIT di akhir tahun 2018.

Sementara hampir semua teman kuliahnya sekarang sudah bekerja di bidang berkenaan dengan arsitektur, Karimi bahkan belum mendapatkan kesempatan wawancara sekalipun walau sudah mengajukan lamaran lebih dari 50 kali.

Sekarang dia bekerja sementara menjadi pegawai toko.

"Ini sangat-sangat mengecewakan. Khususnya ketika kita mendapatkan begitu banyak penolakan," katanya.

Simak berita-berita lainya di ABC Indonesia