Pemerintah RI Kecam Penghargaan Kota Oxford untuk Benny Wenda

Benny Wenda, pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP). - Oxford City Council
Sumber :
  • bbc

Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di London mengecam keras keputusan Dewan Kota Oxford yang telah memberikan penghargaan Oxford Freedom of the City Award kepada Benny Wenda pada 17 Juli lalu.

Dalam pernyataan tertulisnya, KBRI London menyebut penghargaan itu "diberikan kepada orang yang salah karena orang tersebut justru merupakan pelaku dan pendukung penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan politiknya".

KBRI London juga mempertanyakan dasar pemberian penghargaan tersebut karena predikat `pengampanye damai untuk demokrasi` disematkan kepada Benny Wenda "di tengah banyaknya bukti yang mengaitkan yang bersangkutan dengan berbagai kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua".

Meski demikian, dalam pernyataannya, KBRI London tidak merinci bukti-bukti yang dimaksud.

Lebih jauh, KBRI London menyatakan tindakan Dewan Kota Oxford yang memberi penghargaan kepada Benny Wenda "kembali melukai perasaan rakyat Indonesia".

Pasalnya, Dewan Kota Oxford sebelumnya telah memberi izin pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Oxford pada 2013.

"KBRI London berpandangan bahwa pemberian penghargaan tersebut dapat menghambat upaya peningkatan kerja sama Indonesia-Inggris, khususnya dengan Kota Oxford, terutama di saat kedua negara tengah merayakan 70 Tahun hubungan diplomatik," sebut pernyataan itu.

Penghargaan `layak diberikan`

Dewan Kota Oxford memberikan Oxford Freedom of the City Award kepada Benny Wenda, pada Rabu (17/07) lalu.

Walikota Oxford, Craig Simmons, mengatakan penghargaan itu "layak diberikan" dan Benny Wenda "begtu banyak berkontribusi baik lokal maupun di panggung internasional".

Saat menerima penghargaan tersebut, Benny Wenda, berujar: "Oxford adalah salah satu yang pertama mendengar tangisan rakyat Papua Barat untuk keadilan, hak asasi manusia, dan menentukan nasib sendiri."

"Penghargaan ini menunjukkan warga Oxford mendengar dan merespons."

Pada 2002, pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) ini mendapat suaka politik di Inggris pada 2002 dan membuka kantor gerakan Papua merdeka di Oxford pada 2013.

Menanggapi pemberian penghargaan untuk Benny Wenda, Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan "mendukung integritas teritorial Indonesia dan mengakui Papua sebagai sebuah bagian keutuhan Indonesia."

"Keberadaan Benny Wenda di Inggris bukan berarti bahwa Pemerintah Inggris mendukung posisinya mengenai kedaulatan Papua dan penghargaan yang diberikan Dewan Kota Oxford tidak berpengaruh terhadap kebijakan Pemerintah Inggris. Dewan lokal secara politik bersifat independen dari Pemerintah Pusat sehingga hal ini merupakan urusan Dewan Kota Oxford."

Sosok Benny Wenda beberapa kali dilingkupi kontroversi.

Awal Juli lalu, Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) bahwa dia telah menyatukan tiga kelompok bersenjata, termasuk TPNBP/OPM.

Juru bicara TPNBP/OPM, Sebby Sambom, mengatakan klaim sepihak ULMWP di bawah Benny Wenda "hanya untuk mendapatkan legitimasi untuk berdiplomasi di tingkat internasional".

"Mereka cari legitimasi karena kami tidak kompromi. Mereka sendiri yang menghancurkan persatuan nasional bangsa Papua Barat dan kaum militer," katanya.

Kemudian pada Januari silam, Wakil juru bicara Badan PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Ravina Shamdasani, menepis klaim Benny Wenda bahwa dia melakoni pertemuan khusus dengan Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.

Shamdasani mengatakan tidak ada pertemuan khusus antara Bachelet dan Benny Wenda.