Teori Konspirasi, Kenapa Masih Ada yang Percaya?

Banyak orang yang percaya dengan teori bahwa Bumi itu datar, bukan bulat. - Getty Images
Sumber :
  • bbc

Ada banyak teori konspirasi beredar di sekitar kita. Mulai penyakit AIDS dan Ebola adalah temuan dinas rahasia Amerika Serikat CIA, hingga Bumi itu datar dan manusia tak pernah mendarat di Bulan.

Beredar pula teori bahwa vaksinasi adalah program yang ditujukan untuk membuat kaum perempuan di negara-negara tertentu mandul atau vaksin akan membuat anak-anak menjadi cacat.

Teori-teori ini tak memuat kebenaran namun konsekuensinya bisa fatal ketika banyak orang mempercayainya.

Teori konspirasi soal vaksin, misalnya, membuat banyak orang enggan menerima vaksinasi dan akibatnya muncul wabah campak di Amerika Serikat, Meksiko, Prancis, Madagaskar, dan sejumlah negara lain.

Kenapa percaya?

"Sejumlah penelitian menunjukkan kaitan antara stres, keadaan mudah dipengaruhi dan teori konspirasi," ujar Dr Mike Wood, psikolog dari Universitas Winchester, Inggris.

"Ketika seseorang tak menguasai dirinya sepenuhnya, ketika mengalami stres, teori konspirasi akan menjadi masuk akal," kata Wood.


Para ahli mengatakan semakin sering orang terpapar dengan teori konspirasi, semakin besar kemungkinannya percaya dengan teori konspirasi tersebut. - Getty Images

Orang-orang yang mengalami trauma secara kolektif juga cenderung lebih mudah percaya dengan teori konspirasi, kata Dr Myrto Pantazi dari Institut Internet Universitas Oxford, Inggris.

Dengan menggandeng ilmuwan-ilmuwan lain, Pantazi meneliti teori konspirasi yang muncul setelah jatuhnya pesawat yang menyebabkan presiden Polandia tewas bersama 95 politisi dan sejumlah perwira tinggi militer, pada April 2010.

Hasil kajian memperlihatkan teori konspirasi mempertajam perpecahan di masyarakat dan meningkatkan peluang konflik, karena bersamaan dengan beredarnya teori konspirasi, muncul pula pertikaian antara orang yang percaya dan yang skeptis dengan teori konspirasi tersebut.

Pertikaian antara dua kubu ini sering kali mengganggu hubungan sosial di masyarakat.

Para pakar juga memperingatkan apa yang mereka katakan sebagai kekuatan dari paparan yang terus berulang, yang biasa disebut "ilusi kebenaran".

Yang juga menjadi kekhawatiran para ahli adalah amplifikasi teori konspirasi melalui media sosial.

"Makin sering Anda mendengarnya, makin sering Anda terpapar, makin besar pula kemungkinan Anda untuk mempercayainya," kata Jeff Hancock, guru besar ilmu komunikasi di Universitas Stanford, Amerika Serikat.

Dampak teori konspirasi


Serangan 11 September di New York, AS, memicu beredarnya beberapa teori konspirasi. - Getty Images

"Teori konspirasi bisa sangat berbahaya bagi masyarakat," kata Pantazi. "Jelas, orang-orang yang percaya bahwa vaksin menyebabkan autisme membuat anak-anak mereka menjadi rentan penyakit."

Bagaimana teori konspirasi berkembang dan menjadi populer?

Jawabannya adalah karena teori ini mengisi kekosongan hal-hal yang belum diketahui atau yang tak terjelaskan.

Yang membuatnya berbeda dari sekedar teori alternatif adalah adanya "rencana jahat yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang tertentu yang punya kekuasaan", kata Dr Jovan Byford, dosen senior ilmu psikologi Universitas Terbuka di London.

Agar tidak menjadi korban, orang perlu mengetahui "otonomi" teori konspirasi.

Setiap teori konspirasi memiliki tiga unsur: konspirator, rencana, dan sarana manipulasi massal.


Media arus utama dikuasai segelintir individu dan kondisi ini membuat mereka sering masuk dalam teori konspirasi. - Getty Images

Konspirator bisa berbentuk organisasi nyata yang punya anggota, misalnya Illuminati, Freemasons, dan kelompok Bilderberg, kata Byford.

Kadang, konspirator ini bukan berupa organisasi atau kelompok nyata, misalnya perusahaan farmasi besar, kompleks industri militer, elite global dan sejenisnya.

Untuk rencana, kata Byford, sering kali melibatkan tujuan mendominasi dunia.

"Keyakinan bahwa dunia bisa diatur adalah pendorong utama orang percaya dengan teori konspirasi, terutama ketika tak ditemukan penjelasan yang dianggap masuk akal," jelas Byford.

Sarana manipulasi bisa berupa sumber-sumber nyata, seperti sains, pemerintah atau konglomerat media. Tapi kadang juga memakai sumber yang sulit dipahami oleh akal, misalnya paranormal atau ilmu hitam.