Bagaimana Negara-Negara di Dunia Melawan Perubahan Iklim?

picture-alliance/dpa/NASA/Goddard Space Flight Center
Sumber :
  • dw

Perubahan Iklim merupakan isu yang semakin menarik perhatian dunia. Dampak perubahan iklim yang bisa kita lihat sekarang ini, seperti kenaikan permukaan air laut dan juga gelombang panas yang intensif, merupakan beberapa fenomena yang sudah diprediksi oleh para ilmuwan sejak lama. Bahkan belum lama ini, berita mengenai gelombang panas yang menghantam Eropa dan Amerika Serikat juga menjadi perhatian dunia.

Mengingat betapa seriusnya masalah ini, upaya untuk menanggulangi perubahan iklim menjadi agenda negara-negara di dunia. Salah satu contohnya adalah dengan adanya Konferensi Perubahan Iklim PBB di Paris (The Paris Agreement), yang diadakan pada 12 Desember 2015. Tujuan utama konferensi tersebut adalah mendorong negara-negara agar lebih responsif dan mengambil langkah untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius, dan bahkan menekan sampai 1,5 derajat celcius.

2 atau bahkan 1,5 derajat celcius terdengar seperti angka yang rendah, namun jika kenaikan suhu tersebut tidak kita tekan, dampaknya akan buruk. The European Geosciences Union merilis sebuah pernyataan dalam situsnya, bahwa kenaikan sebesar perbedaan sebesar 0,5 derajat ini sudah bisa berdampak terhadap kenaikan permukaan air laut dan gelombang panas yang akan bertahan lebih lama. Kenaikan suhu juga akan memiliki dampak yang berbeda terhadap wilayah yang berbeda di bumi,

Laporan Interngovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa manusia akan berhadapan dengan perubahan dalam bidang iklim dan pangan. IPCC juga membahas pemanfaatan lahan dan perubahan iklim. Meski pemanfaatan lahan bisa membantu mengatasi perubahan iklim, emisi gas rumah kaca juga harus dikurangi agar target penekanan kenaikan suhu global bisa tercapai.

Kontribusi yang sudah berjalan

Salah satu upaya yang sedang banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia adalah penanaman pohon, baik reforestasi atau aforestasi. Reforestasi adalah penanaman pohon kembali di wilayah yang sebelumnya sudah tumbuh pohon, sedangkan aforestasi adalah menanam pohon di wilayah yang sebelumnya belum ditanami pohon. Dengan menanam pohon dalam jumlah besar, negara-negara tersebut berharap bisa menurunkan suhu.

Meski pohon-pohon mampu untuk menyerap karbon dioksida, akan butuh waktu sampai proses ini berlangsung secara efektif. Karena itu menanam pohon tidak bisa dijadikan satu-satunya solusi untuk melawan perubahan iklim. Paul Leadley, seorang profesor ekologi dari Universitas Paris-Saclay mengingatkan bahwa hal yang paling penting adalah mencegah penggundulan hutan.

Selain itu, ia juga menyarankan agar kita lebih memperhatikan apa dan asal berbagai hal yang kita konsumsi, seperti memperhatikan dari mana kopi kita berasal - apakah ada aksi penggundulan hutan yang terlibat, atau membatasi emisi gas karbon, seperti dengan membeli tiket pesawat yang memiliki jasa carbon compensation.

Vertical forest atau hutan vertikal adalah apartemen yang dinding luarnya ditanami berbagai tanaman. Ide ini dicetuskan oleh seorang arsitek asal Italia, Stefano Boeri. Menurutnya vertical forest ini bisa menjadi satu upaya untuk melawan perubahan iklim. Selain berkontribusi untuk lingkungan, proyek ini juga bisa membantu mengatasi urbanisasi. Hutan vertikal ini juga bisa meningkatkan keanekaragaman hayati.

Lebih lagi, tanaman yang ada di hutan vertikal ini bisa membantu menyerap karbon dioksida dan debu, memproduksi oksigen dan berperan sebagai pelindung sinar matahari. Sampai saat ini, hutan vertikal sudah ada di negara-negara seperti Italia, Cina dan nantinya di Belanda.

Tentu selain upaya-upaya tersebut, masih banyak hal yang harus dilakukan untuk bisa mencapai target penekanan suhu global sampai akhir abad ini.

(vv/ml, dari berbagai sumber)