Misteri Roket Nuklir, Senjata Apa yang Diuji Coba Rusia di Laut Artik?

Rusia mengembangkan sejumlah senjata bertenaga nuklir, salah satunya Poseidon. (TASS/GETTY IMAGES)
Sumber :
  • bbc

Lima insinyur nuklir Rusia tewas dalam ledakan roket, Kamis (08/08). Mereka dimakamkan di Sarov, kota tertutup yang berjarak 373 kilometer di sisi timur Moskwa.

Sarov adalah kota tempat pembuatan hulu ledak roket yang meledak tersebut.

Sementara itu, laporan resmi menyebut tiga insinyur Rusia lain yang terluka dalam kejadian itu kini dirawat di rumah sakit.

Badan Nuklir Rusia, Rosatom State Atomic Energy Corporation, membenarkan bahwa sejumlah tenaga ahli mereka tengah menguji mesin bertenaga nuklir. Namun tidak ada informasi yang lebih rinci terkait program itu.

Uji coba roket bermesin nuklir itu dilakukan di pangkalan Angkatan Laut Rusia di lepas pantai Laut Artik.

Rusia baru-baru ini juga mencoba misil nuklir bernama Burevestnik. Meski begitu, otoritas Rusia tidak memaparkan secara detail sistem yang mereka terapkan dalam uji coba gagal itu.

Ledakan tersebut diikuti peningkatan radiasi selama 40 menit di Severodvinsk, kota yang berjarak 40 kilometer dari pusat kota Nyonoksa, basis uji coba roket Rusia.

Pejabat kota Severodvinsk menyatakan, radiasi di wilayah mereka mencapai 2 microsievert per jam, sebelum akhirnya kembali normal ke angka 0,11 microsievert.

Tingkat radiasi itu dianggap terlalu rendah untuk memicu gangguan kesehatan.

Beberapa pakar di Rusia dan negara Barat memperkirakan uji coba itu berkaitan dengan misil 9M730 Burevestnik, yang secara harafiah berarti burung laut.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyebut misil itu dalam pidatonya untuk parlemen, Maret 2018. Badan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan memberi nama SSC-X-9 Skyfall untuk misil tersebut.

Mark Galeotti, peneliti terkemuka Rusia di Royal United Services Institute, menilai tenaga penggerak nuklir dalam misil itu mengalami hambatan teknis.

"Ada pertentangan antara kecepatan dan bobot sistem. Risiko dari misil yang mengeluarkan radioaktif berhembus ke mana pun ia berhembus," kata Galeotti kepada BBC.

"Sistem baru ini merupakan pengembangan dari era Soviet. Mereka dikeluarkan dari rak penyimpan dan diberi sejumlah teknologi baru," tuturnya.

Tenaga penggerak nuklir misil Burevestnik, merujuk pernyataan Putin, dapat melontarkan senjata itu tanpa batasan jarak.

Namun ledakan di Nyonoksa diprediksi melibatkan sistem senjata lain yang memungkinkan misil itu mengangkut hulu ledak nuklir:

Apa fakta di balik ledakan misil Rusia?

Lima insinyur nuklir Rusia yang tewas pekan lalu dianggap sebagai ahli-ahli terbaik dan pahlawan. Mereka mengetahui risiko dan merancang uji coba sebelumnya, yang dilakukan dalam kondisi nyaris mustahil.

Informasi itu dikatakan Valentin Kostyukov, pejabat senior di Rosatom. Ia memimpin pusat nuklir di Sarov, fasilitas rahasia era Perang Dingin, tempat pembuatan bom hidrogen Rusia.

Merujuk Kostyukov, para insiyur yang tewas dalam ledakan pekan lalu adalah Alexei Vyushin (desainer sekaligus pakar perangkat lunak), Yevgeny Korotayev (insinyur kelistrikan senior), dan Vyacheslav Lipshev (kepala tim uji coba ilmiah).

Dua lainnya adalah Sergei Pichugin (anggota tim uji coba) serta Vladislav Yanovsky (wakil kepala departemen uji coba ilmiah).


Senjata Rusia yang bernama 9M729 disebut memicu kekhawatiran AS dan sejumlah negara sekutu mereka. - Reuters

Saat pemakaman, orang nomor satu Rosatom, Alexei Likhachev, menyebut "cara terbaik mengenang lima insinyur itu adalah dengan melanjutkan pembuatan senjata baru yang bisa tuntas tanpa kegagalan".

Awalnya, Kementerian Pertahanan Rusia menyebut ledakan yang terjadi 8 Agustus lalu itu dipicu bahan bakar mesin roket. Mereka menyebut ledakan itu menewaskan dua orang, tanpa merinci identitas korban.

Belakangan, Rosatom mengatakan uji coba itu menggunakan radionuklida yang dapat memancarkan radiasi.

Mereka mengklaim para teknisi berhasil menyelesaikan uji coba. Namun tiba-tiba api berkobar dan meledakkan mesin. Para korban lantas terpental ke laut.

Tak lama setelah ledakan, pemerintah kota Severodvinsk melaporkan peningkatan radiasi selama 40 menit di wilayah mereka. Informasi itu memicu warga lokal membeli yodium di berbagai apotek.

Pil yodium disebut mampu melindungi manusia dari radioaktif. Selama bencana nuklir Chernobyl tahun 1986, permintaan atas obat ini begitu tinggi.


Lokasi uji coba misil Rusia di Nyonoksa dibuka sejak era Uni Soviet. - Reuters

Jelang uji coba pekan lalu, Kementerian Pertahanan Rusia membuat zona terlarang di Teluk Dvina, di kawasan utara Nyonoksa. Wilayah itu masih ditutup untuk aktivitas pelayaran publik hingga September mendatang.

Media daring yang berbasis di Norwegia, Barent Observer, menyebut kapal Rusia yang khusus untuk mengangkut nuklir berada di zona terlarang itu sehari setelah ledakan atau 9 Agustus lalu.

Muncul spekulasi bahwa kapal itu dikerahkan untuk memungut serpihan radioaktif setelah uji coba yang gagal.

Akan tetapi, zona terlarang itu ditetapkan untuk menghindari tumpahan racun bahan bakar roket ke wilayah perikanan publik.

Apakah misil bertenaga nuklir itu dapat mengubah peta keamanan dunia?

Mark Galeotti menyebut saat ini terdapat banyak penilaian skeptis yang ragu bahwa misil Burevestnik benar-benar dapat diciptakan.

Galeotti berkata, misil milik Rusia lainnya, Bulava, melalui serangkaian kegagalan dalam uji coba bertahun-tahun.

Adapun, Zircon dan Poseidon merupakan proyek lanjutan. Program drone bawah laut Poseidon saat ini telah berhasil membuat prototipe.

Namun, sama seperti Burevestnik, Galeotti menganggap Poseideon sebagai senjata pemusnah massal yang tidak praktis dalam perang nuklir.


Dua bom yang dibuat Uni Soviet dipajang di sebuah museum di Sarov. - AFP

Koran milik pemerintah Rusia, Rossiiskaya Gazeta, Juli lalu mendeskripsikan Burevestnik sebagai `senjata balas dendam`. Istilah itu digunakan Nazi untuk senjata mereka yang bernama V-rocket, yang mereka luncurkan ke Inggris pada Perang Dunia II.

Koran itu menyebut Burevestnik mampu meluncur dalam durasi panjang, sekaligus menghindari sistem pertahanan udara.

Misil itu mereka sebut dapat menghancurkan infrastuktur vital lawan, tak lama setelah misil balistik Rusia meledak di wilayah musuh.

Di sisi lain, Galeotti menyebut Amerika Serikat kini fokus mengembangkan misil jarak menengah untuk mengantisipasi perang.

Program itu disebutnya dijalankan setelah berakhirnya Traktat Angkatan Nuklir Jangka Menengah yang diteken AS dan Soviet tahun 1987.

"Militer Rusia juga ingin memiliki daya rusak itu karena mereka pun khawatir dengan perkembangan China," kata Galeotti.