Australia Tebar Ketakutan, RKUHP soal Perzinahan Ancam Pariwisata Bali

Traffic passes along Legian Street in Kuta, Bali.
Sumber :
  • abc

Kalangan media di Australia hari Jumat (20/9/2019) menyoroti kontroversi salah satu pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) berpotensi mengancam kedatangan para turis asing ke Bali bila diloloskan oleh DPR.

Pasal yang berkenaan dengan hukuman bagi mereka yang tidak menikah namun tinggal bersama, tindakan yang bisa dilaporkan ke polisi dan pelakunya bisa dikenai hukuman penjara.

"Perubahan hukum bisa menghancurkan turisme di Bali" demikian judul berita koran The Age di Melbourne dan The Sydney Morning Herald (SMH) di Sydney yang merupakan bagian dari kelompok media Fairfax.

Koran lainnya The Daily Telegraph yang merupakan bagian dari kelompok News Group juga menulis hal serupa.

"Jangan pergi: Warga Australia Disarankan Hindari Bali," tulis beritanya.

Dampak dari kemungkinan lolosnya pasal perzinahan tersebut adalah bahwa turis asing, termasuk dari Australia yang tidak menikah atau belum menikah, bisa dikenai pasal tersebut ketika mereka berlibur ke Bali atau daerah wisata Indonesia lainnya.

Kekhawatiran tersebut tampaknya nyata, dengan situs peringatan perjalanan di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) sudah diperbarui dengan memasukkan peringatan agar turis berhati-hati dengan kemungkinan pasal tersebut diloloskan pekan depan.

"Kami memperbaiki peringatan perjalanan dengan memasukkan informasi baru mengenai kemungkinan perubahan pada UU Hukum Pidana Indonesia,” bunyi keterangan DFAT.

"Perubahan UU itu akan mulai berlaku dua tahun setelah UU tersebut disahkan," demikian peringatan DFAT yang dibuat hari Jumat (20/9/2019).

Berbagai kedutaan asing di Indonesia diperkirakan juga sedang menunggu dan melihat apakah pasal tersebut akan diloloskan oleh DPR minggu depan, sebelum mengeluarkan peringatan perjalanan.

The Age dan SMH mengutip Prof Tim Lindsay dari Universitas Melbourne mengenai dampak dari pasal perzinahan tersebut kalau diloloskan.

"Apakah turis harus membawa surat nikah ketika mereka berkunjung ke Indonesia?" kata Prof Lindsay.

Prof Lindsay yang juga adalah Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society di universitas tersebut mengkhawatirkan dampak dari pasal tersebut yang bisa digunakan oleh pihak tertentu untuk pemerasan terhadap warga asing.

"Warga asing bisa menjadi sasaran pemerasan. Akan mudah sekali bagi polisi di Bali mengatakan Anda tidak menikah, Anda harus membayar. Ini besar kemungkinannya terjadi," kata Prof Lindsay seperti dikutip the Age.

Protes terhadap pasal perzinahan di RUU KUHP juga terjadi di Jakarta

Foto: ABC News

Peringatan dari berbagai Kedutaan Asing di Indonesia

Seorang pengamat lain Aaron Connelly yang bekerja di lembaga pemikir International Institute for Strategic Studies di Singapura mengatakan bila pasal tersebut diloloskan, maka dampaknya terhadap kedatangan turis asing ke Bali dan daerah lainnya akan besar.

Padahal Presiden Jokowi dan jajaran Pariwisata sedang berusaha menjual destinasi baru selain Bali agar menarik lebih banyak turis datang.

"Kedutaan Asing di Jakarta secara diam-diam sudah memberitahu anggota DPR bahwa mereka akan mengeluarkan peringatan perjalanan dan liputan media asing akan buruk soal ini. Namun pendapat mereka tampaknya tidak diperhatikan," kara Connelly.

"Saya kira para anggota parlemen tidak mengerti bahwa pasal ini tidak berlaku untuk turis asing, namun mereka mereka tidak mengerti itu akan berdampak pada pariwisata."

Menurut The Age, di Denpasar beberapa turis asing yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka akan menghindari untuk datang ke Bali bila pasal dalam UU tersebut disahkan.

Turis perempuan asal Inggris Rose Hughes dan pacaranya Jake Rodgers yang berasal dari Norwich mengatakan mereka tidak akan datang lagi bila ada perubahan aturan mengenai perzinahan tersebut.

"Saya bisa mengerti bahwa kita tidak bisa bergandengan tangan atau berciuman di kuil atau di kawasan rumah ibadah."

"Namun saya tidak mau dipenuhi rasa khawatir melakukan sesuatu yang normal di Inggris namun bisa menjadi masalah di sini."

"Ya saya akan mempertimbangkan untuk datang ke Bali," katanya.

Seorang turis lain adalah Perth bernama Kelly Ann mengatakan bahwa perubahan UU itu bila diloloskan tidak akan mempengaruhi keputusannya untuk berkunjung ke Bali lagi.

"Saya kira mereka yang masuk kategori tersebut tidak akan datang lagi. Kami akan datang lagi tahun depan, dan Bali akan kehilangan beberapa orang yang tidak mau datang lagi."

Dalam reaksinya Ketua Bali Tourism Board (BTB) Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan bahwa pasal tersebut bila diloloskan tidak akan berlaku bagi turis asing.

"Kami tidak khawatir. UU menghendaki adanya laporan seseorang. Sebagai tujuan wisata, kami juga menghormati hukum internasional. Di luar negeri, kebanyakan hubungan tanpa pernikahan adalah hal yang biasa," katanya.

"Bali selalu akan menerima semua turis, kami akan terus melakukan hal tersebut, bahkan ketika nanti adanya UU yang baru,” tutur Ida Bagus.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia