Setengah Milenial di Australia Kesepian, Termasuk Asal Indonesia

A woman looks through a window from a dimly lit room.
Sumber :
  • abc

Memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia Kamis (10/10/2019), Australia mendapatkan hasil temuan yang "mengkhawatirkan", di mana lebih dari setengah milenial atau anak-anak muda mereka mengalami rasa kesepian.

Hasilnya, 57 persen anak-anak muda Australia mengaku mengalami kesepian. Bahkan seperempat dari mereka setidaknya merasa kesepian selama tiga hari dalam seminggu.

Selalu merasa sendiri dan terisolasi dari pergaulan sosial menyebabkan anak-anak muda berisiko mengalami depresi dan kecemasan sosial, tulis laporan studi tersebut.

Rasa kesepian dialami oleh Nia, 25 tahun, yang meminta namanya disamarkan, saat bercerita kepada ABC Indonesia. Ia meninggalkan Indonesia saat masih kecil dan sudah lama menjadi warga negara Australia.

Nia tinggal di kota Sydney cukup lama, hingga akhirnya memutuskan pindah ke Melbourne sekitar 10 tahun lalu. "Kepindahan ini berdampak banyak pada saya, baik secara sosial dan emosional," katanya kepada ABC Indonesia.

Tantangan memiliki dua identitas Satu dari tiga anak muda berusia 18 hingga 25 tahun di Australia mengaku merasa kesepian.

Pexels

Nia mengatakan dengan memiliki dua identitas, karena salah satu orangtuanya adalah asal Indonesia, menyebabkan dirinya merasa tidak menjadi bagian dari komunitas Australia secara keseluruhan.

Tapi ia juga sudah tidak merasa lagi sebagai orang Indonesia, terlebih karena ia sedikit mengerti bahasa Indonesia. "Saya memahami bagaimana tantangan budaya bisa mempengaruhinya," ujarnya.

Meski sudah 20 tahun lebih tinggal di Australia, Nia masih merasa sulit untuk menemukan teman dekat yang benar-benar bisa memahami dirinya.

"Tentunya bagus dan sehat untuk bisa berbagi perasaan kita kepada orang yang kita percaya, tapi saya cenderung menyimpannya sendiri.

"[Tapi] saya yakin menemukan orang-orang yang bisa dipercaya adalah masalah untuk semua orang," tambahnya.

Kepada ABC Indonesia, Dr Michelle Lim, dosen Psikologi Klinis di Swinburne University of Technology mengatakan latar belakang budaya memang bisa jadi berperan sebagai sebuah penghalang untuk berbagi cerita pribadi.

"Tapi tergantung dari kemampuan seseorang untuk bisa merasakan orang lain dari latar belakang berbeda, juga kemampuannya untuk membangun kepercayaan," ujar Dr Michelle, yang juga salah satu penulis di studi tersebut.

Menurutnya, kasus seperti Nia perlu mendapat pengamatan lebih, bagaimana tantangan budaya bisa mempengaruhi kemampuan sosial seseorang.

Cari teman tak cukup jadi solusi Sebelumnya ada anggapan jika jejaring sosial menyebabkan rasa kesepian.

Reuters, file photo

Studi ini juga mengatakan anak-anak muda berusia 20 tahunan lebih mementingkan jumlah hubungan pertemanan daripada kualitas interaksi sosial, dibandingkan mereka yang berusia 30 hingga 50 tahunan.

Karenanya, anak-anak muda lebih rentan terhadap perasaan kesepian, terutama jika rasa kesepian itu ternyata sebagai konsekuensi akibat kurangnya memiliki hubungan yang bermakna.

Tapi menurut Dr Michelle, bersosialisasi tidak selalu berarti mencari teman baru.

Yang bisa dilakukan justru merekatkan hubungan dengan orang-orang yang sudah dikenal dan membuatnya lebih bermakna.

"Namun, dasar dari solusinya adalah menjadikan kesepian sebagai perasaan yang normal, bukan dilihatnya sebagai kelemahan, melainkan sebagai kebutuhan kita untuk memiliki hubungan," ujarnya.

Ia menambahkan dengan melakukan identifikasi dan menormalkan perasaan kesepian maka dapat membantu anak-anak muda untuk mencari dan mengambil cara yang berbeda.

Hasil survei nasional "Australia Talks" yang dilakukan oleh ABC juga menemukan mereka yang berusia 18 hingga 34 tahun lebih sering merasa kesepian dibandingkan kelompok usia yang lebih tua.

Anda yang berada di Australia bisa membandingkan sejumlah faktor kehidupan dengan warga Australia pada umumnya disini.

Layanan bantuan kesehatan mental di Australia Layanan bantuan kesehatan mental di AustraliaLifeline on 13 11 14Kids Helpline on 1800 551 800MensLine Australia on 1300 789 978Suicide Call Back Service on 1300 659 467Beyond Blue on 1300 22 46 36Headspace on 1800 650 890 Peranan sosial media

Orang-orang yang merasa kesepian cenderung menghindari pertemuan dengan orang lain, kata Dr Michelle

Karenanya perangkat digital bisa menjadi salah satu cara untuk membantu anak-anak muda membangun rasa percaya diri dan mempraktikkan keahlian baru dalam ruang yang aman.

Banyak anggapan orang menjadi lebih senang menyediri karena lebih menikmati interaksi yang ditawarkan di jejaring sosial, sehingga lebih sedikit memiliki waktu untuk menjalin interaksi secara langsung.

"Tapi tidak jelas apakah penggunaan jejaring sosial menyebabkan rasa kesepian yang lebih," jelas Dr Michelle, yang juga mengatakan belum ada cukup studi yang meneliti dampak jejaring sosial pada kesepian.

Menurutnya saat jejaring sosial digunakan sebagai pengganti hubungan secara langsung, sebenarnya ada potensi untuk memanfaatkannya sebagai pengerat dari hubungan perteman yang sudah ada.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia